Share

Pt.04 - Planned

"Madam, Tuan Duke ada di depan. Beliau menginginkan pertemuan dengan Nyonya Catalina berdua saja."

Catherine yang saat ini sedang berusaha mencerna situasi gila macam apa lagi yang akan dia hadapi, menoleh kaget dengan perkataan yang dibawa oleh salah satu pelayan wanita tersebut.

Dia yang baru saja selesai diganti perban lukanya oleh Madam Giselle lantas tertegun mendengar nama seseorang yang rasa-rasanya pasti dia kenal.

Duke? Apa orang yang dimaksud pelayan tadi adalah Duke? Apa dia Xavier? Salah satu karakter yang dia ciptakan?!

"Nyonya, saya sudah selesai membalut luka Anda. Tolong kedepannya lebih berhati-hati. Saya tidak ingin melihat Anda terluka lagi, Nyonya." Tatapan Madam Giselle begitu tulus.

Itu mengingatkan Catherine pada ibunya sendiri. Di dunia nyata, dia sudah lama tidak mengunjungi ibunya setelah memutuskan untuk tinggal sendirian.

Saat mencoba kabur dengan kaki patahnya beberapa jam yang lalu. Dia ketahuan Madam Giselle dan kakinya kembali terluka karena dipakai bergerak secara paksa. Alhasil, Madam Giselle kembali membawanya ke tempat tidur dan mengganti perban di kakinya.

"Saya pergi dulu, Nyonya. Sepertinya Tuan Duke ingin menemui Anda." kata Madam Giselle lembut. Wanita paruh baya itu terlihat hendak beranjak. Tapi ujung bajunya ditarik oleh Catherine yang saat ini tak ingin ditinggalkan.

"Ada apa Nyonya? Apa ada yang tidak nyaman?" tanya Madam Giselle penuh perhatian.

Catherine menggunakan kemampuan aktingnya sebisa mungkin. Dengan wajah polosnya dan rambut perak milik Catalina yang terurai. Dia menatap Madam Giselle dan bertanya.

"Apa orang yang kau sebut Duke itu suamiku? Apa dia orang yang menyeramkan?" tanya Catherine berpura-pura polos.

Padahal dalam hati, dia sangat amat tidak ingin Madam Giselle pergi karena tahu sosok seperti apa yang akan dia hadapi. Meskipun dia tidak yakin dengan kejadian yang akan terjadi selanjutnya. Tapi dia ingat, kalau dia menciptakan karakter Xavier dengan menakdirkannya tidak punya hati.

Lelaki itu terlahir sempurna kecuali hatinya yang dingin dan beku. Xavier bukan sosok yang bisa beramah tamah. Apalagi pada tokoh Catalina yang saat ini Catherine masuki. Sejujurnya, dia juga tidak ingat apakah Xavier pernah mengunjungi Catalina seperti ini, atau tidak.

Otaknya beku. Dia tidak bisa berpikir sekarang.

Melihat ketakutan di mata Catherine. Madam Giselle kembali duduk. Dia perlahan melepaskan tangan Catherine pada ujung bajunya dan berganti menggenggam tangan Nyonya rumahnya yang terlihat kurus itu.

"Anda tenang saja Nyonya. Tuan orang yang baik. Dia menyayangi Anda. Jadi, dia pasti datang untuk melihat kondisi Anda. Tolong jangan takut pada beliau."

Bohong.

Catherine tahu kalau Madam Giselle hanya berusaha untuk menenangkannya saja. Sebagai penulis dunia fiksi ini. Catherine yang paling tahu kalau Xavier sejatinya sangat tidak menyukai Catalina.

Bagi Xavier, Catalina tidak lebih dari benalu yang menyebalkan.

"Tapi Madam ... " Catherine berusaha memohon. Tapi usahanya untuk membuat Madam Giselle untuk tetap tinggal tidak berhasil. Wanita paruh baya itu tetap pergi meninggalkannya setelah memberikannya sebuah senyuman.

Ditinggalkan oleh madam Giselle dan semua pelayan yang ada di kamarnya. Catherine melirik cemas, jantungnya seperti hendak melompat tatkala dia mendengar seseorang kembali membuka pintu kamarnya.

Sungguh. Catherine benar-benar ketakutan sekarang. Dia ingin pulang. Demi apa pun, dia tidak mau berada di dunia asing ini!

"Apa kau bahkan tidak ingin menatapku sekarang?" tanya Xavier dingin. Duke Victoria yang sangat dihormati itu menunjukkan kepemilikan dan egonya. Sejujurnya, saat dia masuk, dia sudah siap jika Catalina akan melemparnya dengan barang atau makian pedasnya.

Xavier sudah mencoba terbiasa dengan perilaku istrinya itu. Tapi melihat Catalina yang kini malah menundukkan kepalanya dan tidak mau menatap Xavier, membuat lelaki itu bingung. Apa ini trik barunya?

"Catalina," panggil Xavier sekali lagi. Catherine yang menyembunyikan wajahnya di balik juntaian rambut panjangnya itu akhirnya mau tak mau mendongakkan kepala. Dia menatap Xavier dengan netra merah rubinya yang basah.

Catalina .... menangis?

Xavier yang melihat itu lantas tertegun. Tangannya terkepal dingin. Dia tak menyangka kalau dia bisa melihat sosok Catalina yang menangis. Selama ini, wanita itu selalu dingin saat berhadapan dengannya. Dia seolah tak pernah menunjukkan sisi lemahnya pada siapa pun.

Tapi apa ini? Apa wanita itu benar-benar menangis sekarang?

"Maaf, maafkan aku. Aku bingung dengan keadaanku sekarang. Aku takut. Aku tidak mengenalmu atau diriku sendiri. Jadi maafkan aku." Catherine berbicara dengan terbata-bata. Dengan tangan putihnya, dia berusaha menyeka air mata yang terus-terusan turun dari netra cantik miliknya.

Xavier yang tak menduga reaksi itulah yang akan pertama dia saksikan dari Catalina hanya mampu berdiri tanpa mengatakan apa pun. Sepertinya Sang duke Victoria itu terlalu tertegun sampai tak bisa berkata-kata.

"Jika ini hanya trikmu untuk bisa mendapatkan perhatianku, aku pastikan kau tidak akan berhasil."

Dingin.

Xavier mengucapkan kalimat itu untuk mengakhiri pertemuannya dengan Catherine hari ini. Setelahnya, lelaki dengan rambut hitam kelam dan mata birunya itu pergi, meninggalkan Catherine dengan sejuta tanya dibenaknya.

Catherine yang melihat respons dingin dari Xavier itu hanya menghembuskan napas kesal. Wanita itu segera mengemasi air matanya yang berjatuhan.

Apa aktingnya terlalu kentara? Padahal dia sengaja menangis di hadapan Xavier karena dia tahu lelaki itu paling lemah dengan tangisan.

Xavier yang Catherine tulis adalah lelaki tangguh yang selama ini menghabiskan banyak waktunya di medan perang. Lelaki itu menerima pendidikan kerajaan dan militer sejak dia masih kecil.

Xavier tidak tersentuh bahkan setelah dia resmi menjadi Duke kekaisaran Victoria ini. Cartherine membuat sosoknya tumbuh tanpa kasih sayang sang ibu karena ibu Xavier harus meninggal saat dia berusia sepuluh tahun.

"Ya, semua ini memang salahku. Aku menciptakan karakternya terlalu dingin." Gumam Catherine pada dirinya sendiri. Sembari melirik pintu kamarnya yang tertutup, wanita yang duduk di kasurnya itu tersenyum penuh arti.

Walaupun dingin dan terlihat menyeramkan tapi sejujurnya Xavier cukup tampan. Sekarang, dia penasaran sampai mana alur cerita ini sudah berjalan.

"Nyonya, apa Anda baik-baik saja?" tanya Madam Giselle terdengar di balik pintu membuat Catherine kaget.

"Aku baik-baik saja. Tapi aku ingin waktu sendiri. Tolong jangan biarkan siapa pun masuk!" ujar Catherine balas berteriak. Madam Giselle yang tadinya khawatir dengan kondisi Catherine karena ekspresi di wajah Xavier saat keluar kamar akhirnya bisa menghembuskan napas lega.

Setidaknya dia tahu kalau mereka tidak bertengkar. Keduanya mungkin memang butuh waktu sendiri-sendiri. Apalagi Catalina baru saja bangun dari tidur panjang yang menghilangkan ingatannya.

Di dalam kamar. Catherine merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk itu. Walaupun wanita itu terlihat santai. Tapi dia diam-diam berpikir tentang kapan kematian akan mendekatinya.

"Jika lari bukan opsi terbaik. Aku harus mencari tahu alasan kenapa tubuhku bisa terlempar ke dunia ini. Lalu, apa jika aku bisa menyelesaikannya tanpa terluka atau mati aku akan kembali ke tubuh asalku?" Catherine bergumam sendirian.

"Untuk sekarang, ayo fokus memikirkan semuanya dari awal! Pertama-tama, aku harus bisa mengubah citra Catalina dan mendekati Xavier. Dia anak emasku! Aku tak akan melepaskannya!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status