Di dalam kamar VIP tempat Luca dirawat, Tessa, Bianca, dan Damien duduk bersama di sofa. Hanya suara Luca dan Livia yang sedang berbicara mendominasi ruangan, hingga suara langkah tenang terdengar dari luar pintu.Dokter Morretti masuk, menyapu pandangan sekilas ke arah mereka, hanya dalam sekejap dia langsung tahu mengapa Damien dan Bianca hanya duduk diam di tempat mereka."Aku akan mengajak Luca dan Livia, mengunjungi kamar yang akan Livia tempati. Sepertinya itu akan lebih nyaman bagi mereka."Tessa dan Damien kompak mengangguk setuju, sementara Bianca hanya menatap sekilas, tersenyum penuh hormat ke Dokter Morretti, lalu kembali menundukkan pandangannya.Dokter Morretti menunggu di dekat pintu masuk sejenak hingga Luca dan Livia tiba di hadapannya.“Luca, bagaimana kalau kita melihat kamar Livia?” tanya Dokter Morretti.“Iya Dokter, ayo kita lihat kamar Livia,” jawab Luca bersemangat.Dokter Morretti memegang tangan Luca dan Livia, lalu berjalan pergi meninggalkan ruangan.Begitu
“Iya, dia Nathalie. Aku sudah menceritakan semuanya kepadamu alasan di balik insiden itu. Chiara... ini saatnya kamu berdamai dengan masa lalumu,” ucap Dona dengan lembut, memberikan kekuatan melalui sentuhan lembut di punggung Chiara.Chiara menenangkan dirinya sejenak, berusaha membiarkan kata-kata Dona meresap. Dia tetap diam di tempatnya bersama Dona, menunggu Tyler dan Nathalie yang berjalan mendekat.Dan begitu Tyler dan Nathalie tiba di depan mereka, dia akhirnya bisa melihat wajah Nathalie dengan jelas. Dan momen buruk beberapa tahun lalu kembali melintas di benaknya, ia teringat akan peristiwa yang mengubah hidupnya, saat hubungan dengan Damien hancur berantakan, dan Nathalie menjadi bagian dari kenangan pahit itu.Tyler menyadari ketegangan itu, dia mengambil inisiatif untuk berbicara lebih dulu.“Wow, kamu terlihat semakin cantik, kamu masih mengingatku ‘kan?” tanya Tyler, bersikap ramah seperti biasanya. Berharap bisa mencairkan suasana.“Tentu saja, dan terima kasih untuk
“Iya, Dona... Iya, aku cemburu. Aku masih suka Damien! Aku sakit hati!” Chiara mengaku—menyela perkataan Dona dengan air mata yang kembali menggenang di matanya.Senyum Dona merekah mendengar pengakuan Chiara. Ia menarik Chiara ke dalam pelukannya lalu berkata, “Aku berdoa semoga hubungan kalian lenggang sampai Kakek nenek, sampai maut memisahkan,” ucap Dona tersenyum bahagia.Chiara terkejut, melepaskan diri dari pelukan Dona. Alisnya berkerut, matanya yang biasanya cerah kini menatap Dona penuh curiga.“Dona... apa maksudmu? Kamu tadi lihat sendiri, kan. Damien punya wanita lain?” tanyanya, suaranya bergetar penuh emosi.“Chiara... kamu memiliki dua laki-laki hebat. Sini, biar aku ceritakan semuanya,” balas Dona.Dengan lembut, Dona mengusap air mata yang membasahi pipi Chiara. “Dengarkan baik-baik, ya?”Dona lalu mulai menceritakan kejadian pagi ini. Saat Luca bertemu dengan Livia yang divonis mengidap Neuroblastoma, penyakit yang sama telah merenggut nyawa ayah kandung gadis kecil
Chiara menatap tak percaya pada pemandangan di depannya. Di sana, seorang gadis kecil yang tampak sebaya dengan Luca memeluk Damien dengan erat, wajahnya berbinar, dan Damien—yang biasanya terkesan dingin—tersenyum lembut kepada gadis kecil itu, persis seperti seorang ayah kepada putrinya. Napas Chiara tertahan. Situasi ini terlalu mengejutkan, dan ia tak tahu bagaimana harus bereaksi."Ayah?" gumam Chiara tanpa sadar.“Oh my god, ini bisa jadi masalah,” gumam Dona yang duduk di dekat Chiara.“Chiara, jangan salah paham dulu, itu Livia dan Dami—“Chiara langsung berdiri dari tempat duduknya. Ia menepis pelan tangan Dona yang hendak memegang tangannya, dan dengan langkah cepat meninggalkan ruangan.Di luar ruangan, Chiara bertemu seorang wanita cantik yang tampak seumuran dengan Dona. Wanita itu tersenyum lembut padanya, tetapi Chiara hanya membuang muka dengan ekspresi dingin, tangan kirinya mengepal erat. Ia mempercepat langkah meninggalkan tempat itu."Itu pasti ibu dari anak peremp
Damien perlahan bangkit dari duduknya, wajahnya masih memancarkan keterkejutan akibat senyum tipis yang tadi dilemparkan Chiara. Sambil menghela napas panjang, dia mencoba menenangkan diri, menatap Chiara dengan sedikit kikuk. Dengan tangan yang agak bergetar, ia mempersilakan Chiara untuk duduk di kursi yang barusan ia duduki.“Silakan duduk, Chiara,” ucap Damien dengan nada yang terdengar agak canggung. Setelah itu, ia melangkah menuju sofa di dekatnya, berharap bisa sedikit menyamarkan kegugupan yang dirasakannya.Chiara hanya mengangguk pelan, lalu meletakkan kopernya di samping tempat tidur sebelum perlahan menarik kursi ke belakang dan duduk di sana. Tatapannya singkat, hanya mengamati sekitar ruangan dengan tenang, sebelum akhirnya menatap Luca yang terlihat riang.“Bagaimana kabar putra Ibu?” tanya Chiara, dengan nada suara yang lembut namun penuh perhatian. Senyumnya kecil, namun cukup hangat untuk memperlihatkan sisi keibuannya.Luca, yang sejak tadi sibuk dengan dunianya se
Sebelum pergi, dokter Morretti menatap Damien dengan senyuman penuh rasa hormat. “Aku akan menghubungi ibu Livia dan memberi kabar baik ini,” ucapnya. Damien mengangguk pelan sebagai tanda terima kasih. Dia menaruh harapan agar semua berjalan lancar, terutama bagi Livia.Di dalam kamar, Luca dan Livia yang kini terlihat ceria, duduk di atas tempat tidur sambil berbincang penuh semangat. Suara mereka yang kecil tapi penuh tawa mengisi ruangan, menciptakan suasana yang hangat.Damien duduk di sofa, menghela napas panjang, merasa sedikit lega. Semua beban dan kekhawatiran yang sempat memenuhi pikirannya seolah mencair dalam keheningan sejenak. Tessa dan Dona, yang turut hadir, perlahan berjalan mendekat dan duduk di sisi kiri dan kanan Damien.“Tessa, tolong jelaskan dengan baik kepada ibu Livia, aku tidak mau ada kesalahpahaman,” ucap Damien, memberi instruksi dengan nada rendah namun tegas.Tessa mengangguk cepat, tersenyum lebar. “Siap, Pak Damien,” balasnya dengan antusias.“Dan, Dona