Share

Bab 6

Author: Citra Sari
Saat Shanaya melangkah keluar dari rumah tua Keluarga Wiraatmadja, kakinya makin pincang.

Selama tiga tahun ini, asal Adrian tidak ikut pulang bersamanya, pasti akan ada hukuman keluarga seperti ini.

Dia sudah terbiasa.

Hanya saja Adrian tidak tahu, setiap kali dia mencoba membuktikan ketulusannya pada perempuan yang dia cintai, itu sama saja mendorong Shanaya ke jurang.

Keluarga Wiraatmadja tidak butuh wanita yang bahkan tidak bisa menjaga hati suaminya sendiri.

Pak Etsa menghela napas. "Kenapa harus terus terang seperti itu? Setidaknya berbohonglah dengan alasan yang lebih meyakinkan, biar tidak sampai terluka separah ini."

"Pak Etsa."

Wajah Shanaya yang polos dan bersih sama sekali tidak menyiratkan kebencian. "Nenek telah membesarkan aku. Aku mungkin bisa berbohong pada siapa pun, tapi tidak pada beliau."

"Aduh."

Tatapan Pak Etsa jadi lebih tulus. Dia menatap telapak tangan Shanaya yang memerah bekas pukulan. "Jangan ditunda, cepat ke rumah sakit."

"Baik."

Shanaya mengangguk.

Dia pun tak berkata apa-apa lagi.

Pak Dani sudah lama disuruh pulang.

Setiap langkah Shanaya terasa menyiksa.

Sejak kecil, dia curiga Nenek Gayatri mungkin reinkarnasi dari salah satu tokoh antagonis di drama yang terkenal pada tahun 90-an.

Nyonya Ratna paling jauh hanya menyuruh Bianca berlutut di halaman.

Namun, Nyonya Gayatri akan menyuruh pembantu membawa Shanaya ke jalan berbatu untuk berlutut.

Di tengah hujan seperti ini, saat pertama kali berlutut, masih terasa nyaman.

Karena basah.

Walau dingin, tidak terlalu sakit.

Namun, makin lama, air yang membasahi tanah, menyisakan batu-batu tajam yang menusuk lutut.

Saat tubuhnya sudah nyaris membeku, para pelayan akan datang membawa tongkat rotan untuk memukul telapak tangannya.

Di saat seperti itu, rasanya paling menyakitkan.

Kulit bisa robek dan berdarah.

Rumah tua Keluarga Wiraatmadja terletak di pinggir jalan pegunungan, menghadap danau, dikelilingi alam yang indah.

Dengan susah payah, Shanaya berhasil memesan Go-Car dengan tarif lebih mahal. Tapi karena malam hari dan hujan turun, sopir hanya bersedia menunggu di kaki bukit.

Setiap langkah turun gunung terasa berat bagi Shanaya.

Padahal sedang musim hujan, tetapi punggungnya basah oleh keringat karena menahan sakit.

Di kejauhan, sebuah mobil Bentley hitam panjang melaju perlahan di jalan becek yang licin.

Sopir yang jeli langsung mempercepat laju mobil. "Tuan, sepertinya itu Nona di depan."

Di kursi belakang, seorang pria bersandar santai. Kakinya yang panjang bersilang acak, wajahnya tersembunyi di balik cahaya malam yang redup, terlihat tajam dan dingin.

Aura kekuasaan sangat kuat darinya.

Mendengar suara sopir, dia bahkan tidak membuka matanya. Hanya menjawab singkat, "Hmm."

Membuat orang tak bisa menebak emosinya.

Asisten yang duduk di kursi depan akhirnya tak bisa menahan diri. "Tuan, apa kita benar-benar akan membiarkan Nona begitu saja?"

"Kamu ingin ikut campur?"

Suara rendahnya terdengar dalam, mengandung hawa dingin yang menusuk.

Asisten langsung bungkam.

Beberapa saat kemudian, pria itu akhirnya melirik lewat kaca depan.

Matanya menyipit melihat sosok lemah yang hampir tumbang. "Cari tahu, Adrian malam ini ke mana."

"Sudah dicek. Kemungkinan besar sedang bermesraan dengan Bianca."

Asisten cepat menjawab, lalu menambahkan, "Tuan, sepertinya Nona sudah berlutut di tengah hujan selama berjam-jam. Dia mungkin tak akan kuat lagi."

Begitu kalimatnya selesai, sosok itu langsung jatuh tersungkur ke tanah.

"Tuan, aku sudah bilang..."

Brak!

Tiba-tiba pintu mobil terbuka keras. Pria itu turun dengan wajah dingin, menyelimuti Shanaya dengan mantel wol dan langsung mengangkat tubuhnya.

Asisten buru-buru turun dan membuka pintu belakang. "Kita ke rumah sakit atau ke mana, Tuan?"

"Ke rumah dulu."

"Baik."

"Panggil dokter untuk datang."

"Sudah aku hubungi."

Sopir yang peka langsung menaikkan suhu AC mobil.

Lampu dalam mobil menyala. Saat pria itu menurunkan pandangan ke lutut Shanaya, mata hitamnya menampakkan sorot tajam. Namun suaranya tetap datar seperti biasa. "Cukup kejam."

Asisten berbisik, "Nyonya Gayatri memang selalu begitu…"

"Gian akan kembali dalam beberapa hari, 'kan?"

"Benar."

"Atur semuanya."

"Perlu diatur sampai sejauh mana?"

Pria itu melirik sekilas dengan ekspresi mengandung kemarahan. "Menurutmu?"

……

Saat Shanaya terbangun, tubuhnya terasa lemas tak bertenaga.

Namun, dia tidak merasa terlalu kesakitan.

Telapak tangan dan lutut yang seharusnya bengkak dan nyeri parah, kini sudah tidak terlalu sakit. Hanya terlihat menyeramkan.

Tulang ekornya yang sakit dua hari belakangan juga terasa lebih ringan sekarang.

Namun, dia merasa aneh. Seharusnya dia tidak berada di sini.

Shanaya mengernyit, hendak menelepon resepsionis hotel untuk bertanya, tetapi saat bergerak, dia mencium aroma samar cendana dari tubuhnya sendiri.

Dia sempat linglung.

Setelah sadar, dia tersenyum hambar, lalu meraih salep obat khusus yang familier di meja samping tempat tidur dan segera keluar.

Sesampainya di rumah, suasana terasa sangat harmonis.

Seolah-olah, semua keanehan dua hari terakhir hanyalah karena keberadaannya yang tidak diinginkan.

"Shanaya, kamu sudah pulang?"

Bianca menyapa dengan senyum manis.

Jelas, semalam Adrian berhasil membujuknya sampai hatinya kembali cerah.

Shanaya tidak tertarik menanggapi.

Namun Bianca tidak mau melepaskannya begitu saja. Dia melangkah mendekat, menyingkap rambutnya ke belakang telinga, memperlihatkan sepasang anting berlian merah muda yang memesona.

Itu adalah anting berlian merah muda langka, kualitas koleksi.

Shanaya sudah lama menyukai set perhiasan itu.

Dengan susah payah, akhirnya kembali dilelang di pelelangan, dan Adrian pernah berjanji akan membelinya untuknya.

Katanya, warna merah muda lembut itu sangat cocok untuk Shanaya, dan dia pasti akan terlihat menawan saat memakainya.

Tampaknya, saat dia memberikannya pada Bianca, Adrian juga mengucapkan kalimat yang sama.

Bianca tidak melewatkan perubahan ekspresi Shanaya yang meredup, lalu mengangkat wajah cantiknya. "Aku dengar Nenek bilang, kamu cukup paham soal perhiasan. Coba lihat, bagaimana menurutmu anting ini? Adrian beli dengan harga lebih dari 20 miliar. Kira-kira sepadan atau tidak?"

"Lumayan."

Shanaya menekan perasaan pahit dalam hati, tersenyum tipis. "Oh, ya, aku dan Adrian masih berstatus suami istri sah. Jadi dari total 20 miliar lebih itu, separuhnya adalah harta bersama."

"Kalau aku tidak salah ingat, harganya tepatnya 24 miliar."

Dia mengeluarkan ponsel dan mulai mengetik. "Kakak ipar, sebelum tengah malam nanti tolong transfer 12 miliar ke rekening ini. Kalau tidak, aku akan minta langsung pada Nenek."

Baru saja ucapan itu selesai, sebuah pesan WhatsApp masuk ke ponsel Bianca.

Saat dia melihatnya, ternyata itu adalah nomor rekening bank.

Bianca sampai pusing melihatnya!

Perempuan murahan!

Sepanjang hari kerjaannya cuma bisa mengancam pakai nama si nenek tua itu!

Dua belas miliar?!

Keluarga Pranadipa belum bagi warisan, Darren sudah meninggal, dan total yang dia dapatkan saja cuma sepuluh miliar!

Shanaya sama sekali tidak peduli apakah dia punya uang atau tidak.

Setelah mandi, Shanaya mulai membereskan barang-barang.

Dia menata dan menyortir barang lebih awal.

Agar saat pergi nanti, tidak perlu repot.

Dengan tempat sampah di tangan, dia membuang barang-barang dengan tegas. Shanaya memang bukan tipe orang yang suka ragu-ragu.

Bahkan gaun pengantin saat pernikahannya dulu pun dia masukkan ke dalam kotak dan minta Bi Santi untuk membawanya turun dan membuangnya.

Saat Adrian pulang, dia langsung melihatnya.

Pandangan matanya tertumpuk pada gaun pengantin yang tergeletak begitu saja, dikemas dengan asal. Hatinya langsung terasa tidak tenang. "Kenapa kamu mengeluarkan gaun pengantin itu?"

Tapi tatapan Shanaya lurus, tak menghindar sedikit pun. Nada bicaranya tenang. "Mau dibuang."

Barang yang sudah tidak berguna, memang seharusnya dibuang.
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
wanita tolol banyak drama yg punya seribu alasan utk menerima siksaan.
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Suami Berengsek, Istrimu Kini Hamil Anak Big Boss!   Bab 426

    "Aku tahu, Ayah."Begitu berhadapan dengan Zafran, Helsa langsung berubah menjadi gadis yang patuh dan manis.Zafran tahu bahwa kaki Nadira mulai membaik. Dia mengangkat gelasnya dan menatap Shanaya dengan senyum tulus. "Dokter Shanaya, kaki istriku benar-benar membaik berkatmu. Izinkan aku bersulang untukmu," ucapnya dengan nada penuh rasa terima kasih.Dia kemudian menambahkan dengan ramah, "Selama beberapa hari ini, kamu tinggal saja di rumah kami. Jangan merasa sungkan. Kalau butuh apa pun, silakan bilang kapan saja."Shanaya tersenyum sopan dan menggeleng pelan. "Pak Zafran, Anda terlalu sopan," jawabnya lembut, suaranya sehangat tatapan matanya.Dengan sikap anggun dan tenang, Shanaya mengangkat gelas tinggi berisi jus buah. "Beberapa hari ini aku sudah banyak merepotkan kalian. Tapi karena situasinya sedikit khusus, kita hanya bisa bersulang dengan jus saja."Sementara mereka berbincang, Helsa mengambil sepotong udang dan meletakkannya di piring Lucien. Dengan senyum lembut di

  • Suami Berengsek, Istrimu Kini Hamil Anak Big Boss!   Bab 425

    Sejak kecil, Helsa sudah suka berebut perhatian dengan Winona yang masih bayi di gendongan.Namun, setelah dewasa, di Kota Selatanaya, dia bukan hanya gadis yang suka menonjolkan diri. Dia jauh lebih dari itu.Berkat latar belakang keluarganya yang luar biasa, membuatnya terbiasa menguasai keadaan dan memerintah sesuka hati di luar sana. Namun, entah kenapa, Zafran selalu merasa bersalah padanya. Tanpa banyak bicara, Zafran selalu turun tangan menyelesaikan segala urusannya.Lama-kelamaan, batas di antara mereka pun makin kabur."Baik," katanya pelan.Shanaya mengangguk pelan, menatap Elvano dengan mata bening yang dipenuhi kekhawatiran. "Kamu… baik-baik saja?" tanyanya lembut.Dia bisa merasakan, sejak Helsa mengucapkan pertanyaan terakhir tadi, suasana hati Elvano berubah. Ada sesuatu yang gelap dan berat bersembunyi di balik senyumnya.Elvano hanya tersenyum tipis, suaranya terdengar tenang tetapi jauh. "Aku tidak apa-apa. Kamu istirahat dulu, ya."Mungkin karena semalam tidurnya ti

  • Suami Berengsek, Istrimu Kini Hamil Anak Big Boss!   Bab 424

    Shanaya tertegun.Jadi… Helsa bukan keturunan Keluarga Wirantara?Wajah Helsa membeku, matanya membulat tak percaya. Dia berbalik menatap Elvano, suaranya bergetar di antara amarah dan kepedihan."Kak Elvano… kamu benar-benar memperlakukanku seperti ini di depan orang luar?"Sejak Zafran membawa Helsa pulang ke Keluarga Wirantara, dia selalu mengatakan kepada orang luar bahwa gadis itu adalah anak ketiga Keluarga Wirantara.Karena itu, tak seorang pun pernah mencurigai identitas aslinya.Ditambah lagi, setelah Winona hilang, orang-orang di luar hanya tahu bahwa Keluarga Wirantara memiliki empat anak.Aurelia, Elvano, Helsa, Rivaldi.Elvano adalah pria berkepribadian klasik. Didikan keluarganya tidak mengizinkannya masuk begitu saja ke kamar wanita. Dia hanya berdiri di ambang pintu, sikapnya tenang tetapi dingin saat berkata, "Aku hanya tahu Dokter Shanaya adalah tamu yang dibawa pulang oleh Ibu dan Kak Aurelia. Kalau kamu masih menganggap dirimu bagian dari Keluarga Wirantara, seharu

  • Suami Berengsek, Istrimu Kini Hamil Anak Big Boss!   Bab 423

    Keesokan harinya, setelah Shanaya bangun dan menyelesaikan ritual paginya, dia bersiap untuk mengurus proses keluar dari rumah sakit.Namun, begitu dia membuka pintu kamar, dia terkejut melihat Elvano sudah berdiri di ambang pintu.Mungkin karena dia sedang tidak bekerja, penampilannya agak santai. Dengan sopan dan lembut dia berkata, "Aku baru saja kembali ke Kota Selatanaya semalam. Ibuku menyuruhku menjemputmu pulang dari rumah sakit.""Proses pulang dari rumah sakit tidak perlu dilakukan. Kalau kamu tidak bawa banyak barang, kita bisa langsung pergi."Sebenarnya yang seharusnya datang adalah Aurelia.Namun, Aurelia harus pergi ke kota tetangga untuk menghadiri sebuah rapat dan baru bisa kembali besok.Shanaya terdiam sejenak, lalu tersenyum tipis. "Kalau begitu, ayo pergi."Agar Shanaya bisa keluar rumah sakit dengan lebih nyaman hari ini, pakaian yang dibawanya ke Kota Selatanaya kemarin sudah lebih dulu diambil Nadira dan dibawa ke rumah tua Keluarga Wirantara.Di perjalanan menu

  • Suami Berengsek, Istrimu Kini Hamil Anak Big Boss!   Bab 422

    Untuk waktu yang lama, Lucien tetap dalam satu posisi, tak bergerak sama sekali, dan tidak memberikan reaksi apa pun.Seolah-olah segala sesuatu di sekitarnya sama sekali tidak ada hubungan dengannya.Rivaldi tak tahan lagi. Dia mendorong Lucien perlahan dan bertanya dengan nada tegas, "Apa yang sebenarnya kamu pikirkan? Apa kamu berniat benar-benar memutuskan hubungan dengan Shanaya?"Memutuskan hubungan...Hal seperti ini... sudah pernah Lucien lakukan sekali sebelumnya.Saat mencoba bangkit, seharusnya semuanya terasa mudah dan terbiasa. Namun, entah mengapa, begitu memikirkannya, rasa putus asa datang seperti ombak besar, menelan semua akalnya.Dia pun tetap menundukkan kepala, mata merah dan penuh penderitaan, suaranya serak tak karuan, seakan menyelipkan sedikit sindiran pada diri sendiri. "Putuskan hubungan? Gimana bisa putuskan hubungan?""Aku… sudah tidak bisa hidup tanpanya lagi."Lucien… tak bisa hidup tanpa Shanaya.Namun, ketika Shanaya meninggalkannya, Shanaya malah tidak

  • Suami Berengsek, Istrimu Kini Hamil Anak Big Boss!   Bab 421

    Melihat tidak ada reaksi dari lawannya, Bianca melangkah beberapa langkah menuju mobil. Baru saja hendak menepuk jendela, pintu mobil tiba-tiba didorong kuat-kuat dari dalam.Dorongan itu membuat Bianca terhuyung mundur beberapa langkah, hampir terjatuh ke tanah.Bianca mana bisa menahan kekesalannya. Tanpa pikir panjang, tangannya terangkat ingin menunjuk hidung orang itu sambil memaki. Namun, tiba-tiba seorang pria dengan aura mengerikan turun dari mobil.Matanya langsung menyala saat mengenali sosok itu. "Kamu… kamu adalah Pak Felix dari DK Medika, 'kan?"Felix sama sekali tidak menjawab pertanyaannya. Wajahnya suram. Dia melangkah mendekat, meraih leher Bianca, dan dengan satu gerakan mendorongnya hingga menempel keras ke bodi mobil yang keras itu.Bianca terkejut. Dia menatap pria itu yang menahan amarahnya dengan gigi terkatup rapat, lalu suara seraknya pecah. "Apa kamu punya otak? Siapa yang memberimu keberanian untuk menyentuh Shanaya di Kota Selatanaya?"Ayah angkatnya, meski

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status