Share

Jangan Tidur Sendirian

Penulis: Risca Amelia
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-04 20:20:41

Dengan langkah gontai, Esme menyusuri lorong paviliun. Setiap jengkal lantai marmer yang ia lewati terasa dingin dan jauh, seolah memantulkan jarak baru antara dirinya dan Reinan.

Sesampainya di ruang tengah, seorang pelayan menyambut Esme dengan raut wajah segan.

“Nyonya, mulai malam ini Anda akan tinggal di kamar tamu depan. Barang-barang Anda sudah dipindahkan ke sana,” ucapnya, tak berani menatap mata Esme.

Esme hanya mengangguk kecil. Ia tak sanggup berkata-kata. Matanya mengerjap pelan, berusaha menahan rasa sesak yang perlahan menggerogoti hatinya.

Pelayan itu lantas menggiringnya ke sebuah kamar tamu yang berada di sayap depan paviliun.

Begitu pintu dibuka, aroma harum lavender langsung menyapa. Namun bukan itu yang menyita perhatian Esme, melainkan kopernya yang telah diletakkan di sudut ruangan.

Ia berdiri membeku, memandang benda-benda miliknya yang menjadi bukti nyata bahwa ia telah dipisahkan dari Reinan.

“Nyonya, mohon tetap berada di dalam kamar. Makan malam akan dian
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Bella Rizky
kenapa hanya 1 bab ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Suamiku (Bukan) Tuan Muda Bodoh   Jarak yang Terbentang

    Usai menerima telepon yang mengubah suasana hatinya, Nyonya Tania berjalan lurus menuju ke ruang makan. Di sana, ia mendapati Esme sedang melamun, sementara bubur ayam dan roti panggang di hadapannya hanya tersentuh sedikit.Dengan langkah yang berdentum, perempuan paruh baya itu segera mendekati Esme dan menarik kursi di sampingnya. “Anggota keluarga Gunadi tidak boleh membuang makanan. Habiskan sarapanmu, lalu kita bicara.”Perintah tegas dari Nyonya Tania membuat Esme tersentak. Tanpa membantah, ia buru-buru mengambil sendok lagi untuk menyuap bubur ke mulutnya.Suapan demi suapan ia lakukan dengan cepat, meski tenggorokannya serasa tercekik. Bagaimanapun, Esme tidak ingin sang ibu mertua menunggu terlalu lama.Dengan susah payah, Esme berhasil menelan sisa suapan terakhir. Bubur ayam yang sudah mulai dingin dan roti yang terasa tawar di mulut membuat perutnya mual. Namun, ia tetap memaksakan diri demi mematuhi titah ibu mertuanya.Wajah Nyonya Tania tetap datar, tak memperlihatka

  • Suamiku (Bukan) Tuan Muda Bodoh   Membela Istriku

    Esme hendak mengikuti Nyonya Tania menuju kamar Reinan. Namun, langkahnya terhenti ketika mendengar larangan tegas dari Bi Leli.“Nyonya Muda, sebaiknya Anda tidak ikut,” cegahnya sambil bergerak menghadang Esme. “Mohon diingat pesan Nyonya Tania, Anda belum diizinkan mendekati Tuan Muda sebelum keputusan Beliau ditetapkan.”Sekilas, Esme hendak membantah. Hatinya tak rela. Namun, ia sadar bahwa setiap tindakannya kini berada di bawah pengawasan. Jangankan berbuat kesalahan, bernapas saja seakan harus mengikuti aturan dari sang ibu mertua.“Baik, Bi,” balas Esme, menyerah pada keputusan yang bukan di tangannya.“Lebih baik Nyonya sarapan dulu di ruang makan,” saran Bi Leli, nada suaranya lebih hangat. “Wajah Nyonya sangat pucat. Jangan sampai malah jatuh sakit.”Esme hanya mengangguk pelan.Ketika Bi Leli berlalu, ia melangkah menuju ruang makan. Baru tiga langkah berjalan, Esme sudah bersin kecil. Ia terserang flu, tetapi hatinya jauh lebih lemah dari tubuhnya saat ini.Di ruang maka

  • Suamiku (Bukan) Tuan Muda Bodoh   Nasibmu Tergantung pada Reinan

    Begitu daun pintu menutup kembali, Esme bergegas menuju cermin rias. Dan, di sanalah ia melihatnya.Tepat di sisi kanan lehernya, dekat tulang selangka, tampak sebuah noda kemerahan seperti bekas kecupan yang tertinggal diam-diam.Wajah Esme sontak merona. Jemarinya menyentuh tanda itu, mencoba merasakannya, seakan berharap itu hanya ilusi akibat cahaya atau bekas lipatan bantal.Akan tetapi, tanda itu sungguh nyata. Bekas yang tak pernah ia duga akan terukir di kulitnya.Mungkinkah itu ulah Reinan? Namun, bagaimana mungkin? Reinan yang menyukai film kartun, bermain game di tengah restoran, tertawa sesuka hati, semuanya tak sejalan dengan apa yang baru saja ia lihat.Kenangan dari malam sebelumnya tiba-tiba berkelebat, menggugah kembali ingatan Esme yang sempat terabaikan. Pelukan hangat Reinan yang membelitnya erat, kepala yang bersandar di leher, dan mimpi aneh itu. Mimpi memalukan yang terasa terlalu nyata untuk sekadar bunga tidur.Esme menggigit bibirnya, cemas. Bukankah itu hanya

  • Suamiku (Bukan) Tuan Muda Bodoh   Sensasi dalam Mimpi

    Di tengah gerimis tipis yang masih turun di luar, pelukan Reinan terasa seperti selimut yang menenangkan jiwa Esme. Hawa tubuhnya, aroma parfum yang khas, dan hembusan napasnya yang menelusup di balik helaian rambut. Esme pun memejamkan mata sejenak, meresapi kenyataan bahwa Reinan kini benar-benar berada di sisinya.Namun, ada sesuatu yang mengusik.Tiba-tiba, Esme menyentuh cuping telinganya dan mengernyit pelan. Barusan, ia mendengar suara Reinan meski samar. Padahal, alat bantu dengar belum ia kenakan. Tangan Esme pun bergerak ke atas nakas, meraba benda kecil berwarna putih yang sedari tadi tertinggal di sana.Ini aneh. Sangat aneh. Mungkinkah pendengarannya mulai pulih?Reinan yang menyadari perubahan ekspresi Esme, segera melepaskan pelukannya. Ia ikut menggapai alat bantu dengar yang tergeletak di nakas, lalu menyodorkannya ke tangan sang istri.Esme memasang benda itu di kedua telinga, lalu mengangkat wajah. Tatapannya penuh tanya, dan sejumlah pertanyaan berhamburan begitu

  • Suamiku (Bukan) Tuan Muda Bodoh   Jangan Tidur Sendirian

    Dengan langkah gontai, Esme menyusuri lorong paviliun. Setiap jengkal lantai marmer yang ia lewati terasa dingin dan jauh, seolah memantulkan jarak baru antara dirinya dan Reinan. Sesampainya di ruang tengah, seorang pelayan menyambut Esme dengan raut wajah segan.“Nyonya, mulai malam ini Anda akan tinggal di kamar tamu depan. Barang-barang Anda sudah dipindahkan ke sana,” ucapnya, tak berani menatap mata Esme.Esme hanya mengangguk kecil. Ia tak sanggup berkata-kata. Matanya mengerjap pelan, berusaha menahan rasa sesak yang perlahan menggerogoti hatinya. Pelayan itu lantas menggiringnya ke sebuah kamar tamu yang berada di sayap depan paviliun.Begitu pintu dibuka, aroma harum lavender langsung menyapa. Namun bukan itu yang menyita perhatian Esme, melainkan kopernya yang telah diletakkan di sudut ruangan.Ia berdiri membeku, memandang benda-benda miliknya yang menjadi bukti nyata bahwa ia telah dipisahkan dari Reinan.“Nyonya, mohon tetap berada di dalam kamar. Makan malam akan dian

  • Suamiku (Bukan) Tuan Muda Bodoh   Tak Mau Berpisah Darimu

    Di dalam kepanikan, sebuah ide yang tak biasa melintas di benak Esme. Ia belum tahu apakah cara ini akan berhasil, tetapi tak ada salahnya untuk mencoba. Tanpa berpikir lebih lama, Esme bergerak. Ia melepaskan sabuk pengaman lantas mencodongkan tubuh ke arah Reinan. Tak peduli apakah suaminya itu akan menolak, menepis, atau bahkan mengusirnya menjauh. Ia sudah bertekad melakukannya. Detik selanjutnya, tangan Esme meraih wajah Reinan. Jari-jarinya yang dingin menyentuh rahang suaminya yang mengeras.“Rein, lihat aku. Jangan pedulikan hujan di luar.”Reinan tidak membuka mata. Tubuhnya masih gemetar dalam kesakitan yang belum reda.Maka, Esme pun menarik napas. Dalam satu gerakan nekat, ia mendekatkan wajahnya dan mencium bibir Reinan. Kecupan awal itu terlihat ragu, lembut, sekaligus penuh harap.Dalam sekejap, tubuh Reinan menegang. Esme bisa merasakan kejutan yang menyambar, seakan aliran listrik menyatu dari dua tubuh yang bertaut. Namun, Reinan tidak menolak. Ia tidak menepis mau

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status