Home / Urban / Suamiku Jadul / Cowboy Padang Lawas

Share

Cowboy Padang Lawas

last update Last Updated: 2022-05-19 01:15:50

Suamiku Jadul

Dalam hati aku bersorak, mulut nyinyir saudara akan kubungkam, rumah besar akan kubeli, mobil pun akan kubeli. Akan tetapi bila kulakukan itu apa bedanya aku dengan mereka? mereka rela terjebak riba demi terlihat wah. 

Lagi-lagi aku teringat perkataan suami, beli yang dibutuhkan saja, bukan yang diinginkan. Kami baru berdua, anak pun belum ada, rumah besar rasanya belum butuh, rumah yang kami tempati saja kamarnya sudah dua. Terus mobil?  Apakah memang aku butuh?  Bawa mobil saja aku tak pandai, entah dengan suami. 

"Udah, Bang, gak usah lagi, yang kita butuhkan hanya tempat berteduh, rumah ini sudah cukup," kataku pada suami. 

"Benar, Dek? Abang gak terima bila adek dihina," kata suami lagi. 

"Benar, Bang, gak usah," kataku kemudian. 

Ada notifikasi dari W* lagi, kakak iparku kembali kirim pesan.

(Pilih-pilih tebu, akhirnya terpilih yang busuk) 

Ini untukku lagi, dia pasti sindir aku yang menurut mereka terlalu pemilih dalam hal jodoh, akhirnya dapat orang kampung. Coba ku abaikan saja. 

"Jangan melayang karena dipuji-puji, Dek, jangan pula tumbang bila dihina," itu prinsip yang pernah dikatakan seseorang padaku. kata suami. 

"Oh, iya, ya, Bang," kataku seraya mengetik di WAG keluarga. 

(Tak akan tumbang karena hinaan, tak akan terbang karena pujian)  tulisku kemudian. 

(Hebat, itu baru kakakku)  Balas adik perempuanku. 

"Oh, ya, Bang, siapa yang bilang begitu sama Abang?" tanyaku kemudian. 

"Seseorang, Dek, seseorang dari masa lalu." 

"Wah, siapa dia?" entah kenapa aku cemburu suami bilang seseorang dari masa lalu. 

"Udahlah, Dek, kubilang pun tak kenalnya adek itu," suami seperti mengalihkan pembicaraan. 

Hari H pesta si Rapi tiba, aku ragu hendak pergi, akan kumpul nanti semua satu geng, kami ada sepuluh berteman mulai SMA, si Rapi inilah yang terakhir menikah. 

"Hari ini kan pesta itu, gak pigi kita, Dek?" suami justru mengingatkan, padahal aku sudah pura-pura lupa. 

"Gak, Bang, malas," 

"Gak baik gitu, Dek, diundang orang kita harus pergi,"

"Malas, Bang, temanku gak ada yang waras, nanti Abang diledek, aku gak bisa terima bila Abang yang dihina," kataku membalikkan ucapannya. 

"Udah, aku mau dipermak, asal jangan rambut ini," kata suami. 

"Benar, Bang?" 

"Iya, benar," 

"Oke Abangku sayang, kita ke mall dulu ya, beli baju untuk Abang," kataku seraya memeluknya dari belakang. 

Akhirnya kami ke mall, seperti biasa bila naik motor, aku yang bawa, kata suami dia gugup jalan di tempat ramai, ditambah dia gak punya SIM. 

"Dunia terbalik ya, istri yang pegang kemudi," celutuk tetangga sebelah rumah ketika kami hendak pergi. 

Hanya kutanggapi dengan senyuman. 

Ketika kami tiba  di mall, yang terjadi justru sebaliknya, tadinya kami kemari mau beli baju untuk suami, akan tetapi akulah akhirnya yang beli baju dan sepatu. Ternyata untuk pakaian suami sangat pemilih, tak ada yang cocok katanya. Hingga akhirnya kami sampai di sebuah gerai pakaian. 

"Itu baru cocok," kata suami seraya menunjuk pakaian cowboy. 

Akhirnya kami beli celana jeans dan kameja kotak-kotak serta topi Cowboy untuk suami. Niat hati ingin mengubah kejadulan suami, yang terjadi malah makin jadul. 

Akan tetapi ketika dia memakai pakaian itu, aku terpana melihatnya, dia tampak gagah dengan pakaian cowboy, yang jadi masalah kini rambut gobelnya. Aku menawarkan diri menyisir rambut gobel tersebut, ketika kuikat ke belakang, dia justru makin kelihatan gagah. 

Akhirnya kami berangkat menuju pesta, pakaian kami terlihat kontras, aku memakai gamis, dia memakai pakaian cowboy

Begitu kami sampai di pesta tersebut, dugaanku tepat, semua teman sudah kumpul di sana dengan pasangan masing-masing. 

"Lama hilang kau, Niyet, begitu muncul sudah bawa cowboy," celutuk temanku seraya memyalami kami. 

"Kau merantau ke Amerika ya?" goda temanku yang lain. 

Ketika waktu makan tiba, kulihat suami diam seraya melihat nasi di piringnya. 

"Kok gak makan, Bang?" Tanyaku. 

"Mana cuci tangannya?"

Duh, dasar suami jadul, pesta begini dia minta cuci tangan. 

"Pakai sendok, Bang," kataku kemudian seraya menunjuk sendok di piringnya. 

"Aku gak pande, Dek,"

Ya, Tuhan, ya Robbi, di jaman sekarang ini masih ada orang dewasa yang gak pandai pakai sendok? Aku harus bagaimana lagi, apakah akan kubiarkan suami makan pakai tangan di tengah pesta begini? 

Akhirnya aku menemui Ibunya Rapi, membisikkan masalah yang kuhadapi, Alhamdulillah beliau mengerti biarpun dia terlihat menahan tawa. Kami akhirnya di berikan tempat untuk makan di dalam rumah. Ribetnya punya suami jadul ini. 

"Dari mana aja kau Niyet, dari tadi dicariin," kata satu temanku ketika kami kembali ke pesta tersebut. 

"Ada yang mau dibuang tadi, emang ada apa cari aku, Nyet?"

"Itu, tuh, kau diajak nyanyi," katanya seraya menunjuk ke pentas. Di pentas, salah satu temanku sedang memegang mikrofon, lalu ... 

"Teman-teman, saya sekalian ingin memperkenalkan suami Niyet, dia pergi merantau ke Amerika, pulangnya bawa cowboy kita tak diundang, saya minta kepada tuan cowboy untuk menyumbangkan sebuah lagu sebagai perkenalan," kata temanku itu. 

Semua mata melihat ke arah suami, duh, apa yang akan terjadi? mereka seperti sengaja ingin mempermalukan aku. Teman yang lain mendorong Bang Parlin menuju pentas. 

"Jangan mau, Bang, itu mantanku, dia sengaja mau buat Abang malu." bisikku pada suami. 

Suami justru naik ke pentas setelah mendengar bisikanku. 

Dadaku berdebar-debar menunggu lagu apa yang akan dinyanyikan suami. Apakah dia tahu musik, soalnya belum pernah kudengar dia menyanyi. 

Kulihat Bang Parlin  berbicara dengan tukang keyboard-nya, lalu tukang keyboard itu memberikan seruling. Wah, seruling? 

"Karena cowboy yang dipanggil, saya akan menyanyikan lagu yang biasa dinyanyikan cowboy padang lawas, namanya ungut-ungut,, lagu yang biasa dinyanyikan anak gembala di padang rumput," kata suami. 

Sujurus kemudian, Bang Parlin sudah memainkan seruling. Duhai, suaranya mendayu-dayu, semua pengunjung terdiam mendengar suara seruling itu, musik justru tak main, yang terdengar hanya suara seruling. Lalu suami menyanyi, aku tak mengerti dia sedang menyanyikan lagu apa, akan tetapi suaranya sangat menyayat hati, nadanya seperti suara seruling itu. Setelah menyanyi sebait, baru seruling lagi, menyanyi lagi, seruling lagi, begitu seterusnya. Suasana pesta jadi hening, ini sesuatu yang langka terjadi di pesta.

Selesai menyanyi, semua pengunjung pesta bertepuk tangan, aku justru menitikkan air mata, entah apa yang sedih itu aku tak tahu. Ah, suami jadulku, aku makin sayang padamu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (6)
goodnovel comment avatar
Mame Setiawan
mantap isi cerita'ny dan bagus sekali tp kok lama lama cerita'nya pendek harus buka lagi
goodnovel comment avatar
Elys Santriyani
ngakak nih gw ketawa... jarang2 baca novel disni logat nya medan
goodnovel comment avatar
Che Wan Intan Wan Mokhtar
suami mah mantap gitu
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Suamiku Jadul   Diperebutkan Tiga Lelaki Tampan

    PoV NiaAku tak bisa menahan tawa saat tak sengaja mendengar Butet ditembak Sandy, aku justru jadi teringat saat-saat seusia Butet. Bedanya dulu, aku klepek-klepek, sementara Butet tetap pada pendiriannya tidak pacaran. Aku harus bersyukur punya anak gadis seperti ini.Umar lagi, dia menggunakan orang tua angkatnya yang Kapolres itu untuk menunang Butet. Bang Parlindungan bisa menolaknya dengan tegas. Ada apa ini, dalam dua hari, Butet dua kali ditembak langsung."Mak, gara-gara mamak calon wakil bupati, hidupku juga berubah," kata Butet di suatu siang. Saat itu kami lagi makan siang bersama di kantor desa."Kok gitu, Tet?""Gitulah, Mak, tiba-tiba banyak penjilat, bahkan guruku tiba-tiba baik, aku seperti diistimewakan, bahkan ada guru yang bilang, belum pernah ada anak pejabat yang sekolah di situ, dia berharap mamak menang supaya ada anak pejabat sekolah di situ," kata Butet."Ini baik atau buruk, Tet,?" "Entahlah, Mak, baiknya , gak ada yang berani bully aku, Mak, buruknya, banya

  • Suamiku Jadul   Musim Kawin

    PoV ButetKulirik Bang Sandy, dia menunduk sambil mempermainkan kancing bajunya. Dia sepertinya tak berani mengangkat wajah, atau dia sudah patah hati lagi. Harus kuakui perjuangannya, akan tetapi sudah komitmen pada diri sendiri, tidak akan pacaran."Terbuat dari apa hatimu, Butet? aku sungguh-sungguh mengatakan cinta, Kamu malah bilang itu kabar buruk, Ya, Allah, kuatkan hambamu ini," kata Bang Sandy. "Maaf, Bang, kenapa tiba-tiba ngomong cinta? kan sudah kubilang aku tidak pacaran,""Makin lama kupendam, hatiku justru makin tersiksa, Butet, terus makin lama sepertinya akan lebih sulit untuk mengatakan cinta.""Hmmm,""Panah cintaku sudah kutembakkan dari busurnya, langsung mengarah ke jantung hatimu, akan tetapi kamu mematahkannya, tidak apa-apa Butet, setidaknya aku lega, akhirnya panah cinta bisa kutembakkan, sudah lelah memegangnya selama ini," kata Sandy."Abang ngomong apa, sih?" tanyaku."Butet, tolonglah jangan permainkan hatiku, jika kamu menolak, walaupun kecewa, kuterima

  • Suamiku Jadul   Kabar Buruk?

    PoV ButetSemenjak mamak resmi' jadi bakal calon wakil bupati. Aku justru jadi terkenal, bahkan guru sekolah pun tiba-tiba baik sekali. Seperti saat itu, aku terlambat masuk kelas karena lagi makan bakso. Ini salah tukang baksos itu, pesananku lama datang. Pas datang lonceng tanda masuk kelas sudah berbunyi. Sayanglah baksoku, akhirnya kumakan juga, biarlah terlambat sekali ini.Guru yang satu ini terkenal galak, mengajar bidang studi Bahasa Inggris, akan tetapi saat aku masuk kelas, beliau tidak marah. Justru tersenyum melihatku."Silahkan duduk, Tet," kata ibu tersebut. Tentu saja aku heran.Saat pulang dari sekolah, ibu guru itu malah menawarkan tumpangan untuk pulang. Karena memang ayah gak bisa datang menjemput, aku mau saja, langsung naik motor matic ibu tersebut."Jika makmu jadi wakil bupati, jangan lupa sama ibu ya," kata ibu tersebut saat aku turun di kantor desa."Iya, Bu," jawabku. Ternyata ada mau ibu ini, aku jadi membayangkan kelak jika mamak jadi pejabat akan ban

  • Suamiku Jadul   Ucok Selalu Bersalah?

    PoV UcokMamak akhirnya datang melihatku, aku sangat senang sekali, rindu ini akhirnya bisa terobati. Bang Torkis juga ikut, dia jadi pembelaku saat mamak lagi-lagi menyalahkanku. Pesan Ayah jika untuk gaya hidup, anggap saja ayahmu paling miskin' benar-benar kuterapkan, mulai motor sampai bangun rumah bertingkat pun aku tidak meminta sama orang tua. Harus kubuktikan pada dunia, aku bisa mandiri.Malam itu ada musyawarah di masjid, agendanya adalah pembentukan BKM masjid tersebut yang sudah lama vakum. Aku yang jadi panitia pelaksana. Dua hari ini aku sudah mendatangi setiap rumah di lingkungan ini, memberikan undangan untuk musyawarah. Di lingkungan ini ternyata kesadaran orang memakmurkan mesjid sangat rendah. Dari seratusan orang yang diundang, yang datang hanya kira-kira tiga puluhan orang. Padahal undangan itu ditandatangani ketua RW daerah ini.Dalam musyawarah itu tidak ada yang bersedia jadi pengurus masjid, sementara pengurus yang lama sudah pindah. Aku juga akhirnya yan

  • Suamiku Jadul   Ambisi Ucok

    PoV NiaTernyata tim sukses sudah mempersiapkan semua, begitu aku iyakan, baliho sudah berdiri di pintu gerbang desa kami, juga di simpang. Bupati ini benar-benar serius. "Go, go, Nia, Membangun dari Desa," begitu tulisan di baliho raksasa, fotoku dan foto bupati terpangpang besar. Go, go itu sendiri artinya dalam bahasa Mandailing adalah kuat. Aku hanya duduk manis di rumah, semua dikerjakan tim sukses, dan seluruh dana ditanggung bupati. Katanya dia menghabiskan kebun sawit dua ratus hektar untuk daftar bupati ini.Hari itu Sandy datang berkunjung ke rumah, aku tentu heran, Butet sedang tidak ada di rumah, katanya dia ada ekstra kulikuler di sekolah."Butet belum pulang," kataku sambil mempersilahkan masuk."Aku datang mau bertemu Tante dan Om," jawab Sandy."Ada apa?" tanya Bang Parlin."Jangan terkejut ya, Om, Tante, kata Sandy serata mengeluarkan laptopnya,""Ada apa sih, Sandy, buat deg-degan aja," kataku."Ini, Tante, sebenarnya ini sudah dua Minggu lalu kejadiannya, tapi Uc

  • Suamiku Jadul   Jalan Berliku Menuju Sukses

    "Maju lo, kalau berani!" kataku lagi. Entah kenapa aku merasa tertantang jika bertemu orang seperti ini. Darah mudaku terasa bergolak. Satu temannya mengambil sesuatu dari mobil, satu lagi maju. Kami beradu pukulan beberapa kali, dua pukulanku membuat pria itu terpojok di dinding ruko orang. Ada yang aneh di sini, kalau di kampung ada keributan, orang-orang akan keluar rumah. Di sini, orang-orang justru menutup pintu, ruko yang di samping tadi masih terbuka pintunya kini sudah tutup.Akhirnya ada juga pengendara motor yang berhenti, akan tetapi mereka bukan membantu atau melerai, akan tetapi justru merekam. Aku makin emosi, darah mudaku makin mendidih, beberapa kali pukulanku mendarat di perut pria tersebut, akan tetapi tiba-tiba sebuah pukulan benda tumpul mendarat di kepalaku, aku memegang kepala, terasa dingin, ternyata darah sudah mengucur. Dua orang itu lalu pergi meninggalkanku, sebelum mereka pergi, bahuku masih sempat kena pukulan. Aku ambil HP, menghubungi Bang Bangbang,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status