"Selamat siang, dokter Ammar." Amanda manja gadis manis itu mendekati Ammar."Siang juga, Amanda, gadis cantik sudah sembuh ceria banget,tumben mampir ada apa," jawab dokter Ammar pada Amanda."Sudah sehat dokter, ini mau ketemu Zahra, dokter janji kan mau pertemukan aku sama Zahra," tagih Amanda meyakinkan dokter Ammar, agar bisa bertemu dengan Zahra."Baiklah, tapi tunggu dulu masih ada sedikit pekerjaan sedikit, Amanda." "Ok, Amanda tunggu di luar, dokter." "Iya."Amanda keluar dan berlalu pergi meninggalkan dokter Ammar di dalam ruangannya. Ammar sedikit binggung gadis itu benar-benar nekad, biarkan saja toh Ammar juga butuh pengganti untuk ibunya Zahra. Sebenarnya ia mengharapkan Shelomitha yang menjadi istrinya namun, apa daya kesalahan sesaatnya tak bisa dimaafkan.-"Sudah siap.""Hu um.""Ok kita berangkat, tadi naik apa?""Diantar sama, Mas Fahri. Dok."Ammar tersenyum. "Oh."Ammar melajukan mobilnya menuju rumah kedua orang tuanya, sesekali mata Amanda tak berkedip menata
"Sayang, aku berangkat dulu ya, jangan pergi kemana-mana biar Butik teman-temanmu yang pegang, jangan capek-capek." Pesen Arya pada istrinya panjang lebar."Emm Mas, siapa yang mengurus surat pindahanya Raka juga Rania kesekolah hayo," jawab Shelomitha pada suaminya."Tenang sayang, biar aku urus setelah pulang meeting.""Ini ke Bali lo sayang.""Iya, nanti aku e-mail gurunya.""Bisa, Mas""Bisa, sayang.""Ya sudah kalau begitu, hati-hati dijalan," ujar Shelomitha pada suaminya sambil mencium punggung tangan suaminya juga pipinya."Asiap, sayangku."Arya berangkat, sedangkan Shelomitha masuk sambil menemani anak-anknya belajar. Raka memperhatikn wajah bundanya yang akhir-akhir ini sering tersenyum, ia lalu berterima kasih pada Allah telah mengabulkan do'anya untuk mempersatukan Bunda juga Ayahnya."Bunda, Raka boleh bertanya tidak?" tanya Raka pada Bundanya.Shelomitha tersenyum. "Boleh apa sayang.""Bunda bahagiakan bersama, Ayah?" tanyanya lagi pada Bundanya."Kok nanyanya aneh sih.
"Tidak ada satupun Papa di dunia ini, yang menyakiti anaknya lebih dalam lagi dan lagi, satu hal yang perlu Mas Bram tahu. Luka anak-anakmu belum sembuh namun kau menambahinya dengan luka yang baru kecewa kata itulah kata yang temapat untukmu, permisi." Shelomitha berusaha menahan emosi dan pergi meninggalkan rumah sang Mama dan mengejar anak-anaknya, Shelomitha berhenti dan berbalik badan lalu mengatakan."Dan suamiku tidak pernah salah, dia mencintaiku sebelum aku mengenalmu," ucap Shelomitha menagis sambil melangkah pergi bersama Arya juga anak-anaknya."Ini yang kamu mau, Bram, kau memang lelaki egois yang pernah, Mama lihat. Tidakkah kau melihat perasaan istrimu Syerli hah?" tanya sang Mama pada Bramantyo sambil emosi."Apa aku dan anak-anak harus pergi juga Mas dari kehidupanmu agar kamu puas?" tanya Lili pada suaminya yang benar-benar sudah keterlaluan."Maaf kan Bram Mama, dan maafkan aku Lili aku Khilaf," jawab Bram pada Lili juga Mamanya."Maaf hanya dengan kata maaf, kau uc
Hujan rintik-rintik membasahi kota Surabaya, lagit menjadi gelap, malam semakin sunyi membuat mereka tenggelam dalam selimut malam yang kelam. Terdengar suara Adzan berkumandang Arya dan yang lain menuju Musholla kecil rumah mereka, sebuah kamar yang disulap menjadi Musholla mini keluarga yang begitu indah.Mereka berkumpul menunaikan ibadah sholatnya, setelah itu Arya mengajari anak-anaknya mengaji sedangkan Shelomitha juga mbok Darmi menyiapkan sarapan pagi. Selang beberapa menit masakan sudah siap dimeja makan, telur balado, tahu goreng, juga mie bihun goreng, sudah siap disantap.Mereka berkumpul di meja makan dan menikmati sarapan dengan rasa yang begitu nikmat dilidah. Raka melihat ke arah Rania dan mengedipkan matanya, pertanda Rania menyuruh bilang sama Bundanya."Bunda, rumah ini masih sepi, Bunda?" tanya Rania pada Bundanya ragu."Maksudnya sepi gimana sayang?" tanya bakik Shelomitha pada anaknya Rania."Eemmm, kami ingin adik kecil, Bunda." Pintanya lagi pada Bundanya sambi
Bu Wulan datang bersama Arya, ia lalu menemuai menantunya Sherly. Mama Wulan sangat cemas, mereka menelusuri koridor rumah sakit menuju kamar jenazah. Karena Bramantyo selamat makanya mereka bergegas melihat siapa wanita yang bersama Bramantyo di dalam mobilnya itu.Mereka sudah berada di depan kamar jenazah bersama Syerli, Bu Wulan masuk di sana ada Syerli yang memberi tahu jika wanita itu ada di dalam. Dada Bu Wulan, bergemuruh tangannya gemetar melihat mayat wanita itu yang tak lain adalah Siska. Sesaat Mam Wulan membeku ia menangis lunglai ke lantai, ia memukuli dadanya, sungguh anaknya Bramantyo, tidak pernah bisa berubah."Mama siapa wanita itu?" tanya Syerli pada Mamanya."Di ... dia adalah Siska, dia adalah orang yang bermain skandal dengan Bramantyo, Dia yang menghancurkan pernikahan Mitha da Bram, Syerli," ucap Bu Wulan kepada menantunya Lili."A ... apa, Ma. Jadi dia...?""Iya dia, Nak, Mama mohon jangan tinggalkan Bramantyo, Li, Mama tahu kamu kecewa, tapi tolong jangan b
Syerli menatap wajah suaminya yang masih koma, ia tak menyangka jika suaminya tega berbuat seperti ini. Skandalnya dengan sang suami dengan perempuan itu masih saja berlanjut, haruskah Syerli pergi ataukah aku harus bertahan dengan sikapnya yang selalu dingin dengannya, Syerli yakin jika wanita itupun hanya pelariannya saja.Syerli tahu jika dihati suaminya hanya ada nama Shelomitha seorang, perselingkuhannya dengan wanita itu telah menghancurkan cintanya, semoga saja dengan ia bisa bersabar. Mungkin saja suaminya akan bisa berubah sedikit demi sedikit. Kenapa sudah beberapa hari ia masih saja koma.Syerli dengan sabar menyeka tubuh Bramantyo, menunggunya dan berharap agar ada keajaiban suaminya akan sadar. Syerli berharap suaminya bisa mencintainya seperti dulu, ia percaya jika Allah tak akan menguji umatnya dengan batas kemampuannya.-Amar pun hadir di pemakaman Siska, ia tidak berani mendekat karena ada Shelomitha juga adik iparnya sepertinya mereka sudah menikah, wanita yang cant
Bramantyo hanya bisa diam, badannya sulit untuk digerakkan, namun dengan telaten istrinya Syerli menyuapi juga menyeka tubuh suaminya. Ia tahu jika suaminya begitu dingin dengannya tapi ia tak pernah menyerah, yang terpenting ia tidak melalikan kewajiban sebagai istri.Mama Wulan menjenguk putranya, ia melihat putranya hanya menatap ke arah cendela, luka ditubuh juga pipinya sudah mulai mengering, tatapannya kosong. Mama Wulan khawatir jika Bramantyo terus saja diam, maka akan berdampak buruk untuk sikisnya. "Bram, tolonglah bicara meskipun satu kata saja, Nak." Bramantyo hanya diam."Bram, dengarkan, Mama. Mama disini ada untukmu, bicaralah." Lagi Mamanya bertanya. "Maafkan atas semua kesalahan Bram, Ma, Bram telah membuat kecewa, Mama," jawab Bramantyo tanpa melihat ka arah sang Mama."Kami selalu memaafkanmu, Bram," ucap wanita paruh baya itu menyemangati Bramantyo putranya."Bagaimana keadaan, Siska. Ma?" tanya Bramantyo, ia ingat jika Siska satu mobil dengannya."Si ... siska.
Mobil Arya membelah jalan raya menuju rumahnya, mobil terparkir dijalan raya karena Shelomitha meminta dibelikan rujak cingur pedas, tiga bungkus rujak cingur sudah di tangan dan mobil kembali melaju menuju rumah singgahnya.Sementara Mang Kardi, dan Mbok Darmi menata ruang tamu dengan balon-balon juga dihias hari ini ulang tahun sang Arya. Kejutan buat suami tercinta sudah siap mereka menunggu hingga Arya dan anak-anak pulang. Makanan sudah siap di meja makan juga kue kecil sederhana.Suara mobil sudah terdengar diarea parkir depan rumah, Shelomitha dan yang lain menjalankan misinya bersama Mang Kardi juga Mbok Darmi. Sementara Arya dan yang lain masuk rumah, namun mereka berpikir tumben rumahnya sepi, biasanya ada Mang Kardi yang menyirami bunga jika sore begini. "Yah, kok sepi ya. Pada kemana?" tanya Raka curiga"Apa, Bunda masih di butik." Sahut Rania. "Hu um ga kayak biasanya."Simbok keluar dan memberi tahu Arya jika terjadi apa-apa dengan Shelomitha."Den Arya, aduh gimana i