Anisa gadis desa yang di pinang oleh Bagas Sanjaya. Bagas sendiri terpaksa meminang Anisa lantaran sang ayah memiliki hutang budi yang cukup besar pada keluarga Anisa. Gadis kampung yang tak pandai bersolek, bertubuh gemuk, rambut ikal membuat Bagas sendiri ilfil saat melihatnya, namun demi warisan yang akan diberikan untuk Bagas, ia harus menikahi Anisa. Setelah menikah Bagas justru meminta Anisa untuk tidur dibawah, Bagas membelikan Anisa kasur khusus untuknya saat berisitirahat malam hari. Terkadang Bagas memilih tidur diluar dan beralasan tertidur saat menonton televisi. Walau tubuh yang gendut, gerakan Anisa cukup lihai, Pagi-pagi sekali ia memasak, menyapu halaman bahkan menyapu rumah dan mengepelnya. Bahkan untuk mencuci sang Ibu mertua melarangnya untuk menggunakan mesin cuci. Bagas pun juga turut mencaci jika Anisa melakukan kesalahan, walau kesalahan kecil akan menjadi besar dimata Bagas. "Ya ampun... Sudah gendut gak bisa dandan. Udah kaya lemper aja sih kamu, Sa." Ya Anisa selalu dipanggil si gendut oleh kakak iparnya bahakan sang adik ipar pun turut memanggilnya gendut si buluk. Bahkan Bagas sendiri juga sering ikut memanggil demgan sebutan si buluk. Hati istri mana yang tak sakit saat sang suami menghina bahkan menjelekannya dihadapan keluarga besar. Sanggupkah Anisa bertahan dalam pernikahan ini? Sanggupkah Anisa berubah menjadi glowing dan cantik agar tak ada hinaan dari suami dan keluarganya?
View More"Gendut, kamu setrika bajuku ini. Ingat ya yang licin jangan ada kusut sedikitpun." ucap Wulan yang mana ia langsung melemparkan baju tepat dimuka Anisa.
"Eh punya ibu juga, ambil di gantungan pintu kamar. Ambil baju jangan ambil barang lainnya." Ya, aku selalu dipanggil gendut dirumah ini, memang fisikku gendut bobot tubuhku mencapai 80 kilo. Walau tubuh ini gendut namun aku lincah melakukan aktifitas pekerjaan rumah, mulai dari memasak, menyapu halaman rumah, membereskan rumah selalu kulakukan dengan gesit. Semua pekerjaan rumah terlihat mudah bagiku"Jangan bengong aja, buruan sana. Keburu siang ke kondangan." Dengan tersenyum kecut, Anisa segera masuk ke kamar mertuanya dan langsung mengambil baju untuk di setrika. Dengan telaten Anisa menyetrika baju-baju hingga serapi mungkin. "Alhamdulillah selesai juga, semuanya sudah rapi. Tinggal bersiap-siap." gumam Anisa seraya mengusap keringat yang meleleh di dahinya. Hari ini keluarga Mas Bagas ada acara pernikahan dirumah saudara Ibu. Jarak rumah Ibu dan rumah saudara tak jauh hanya 15 menit jika menggunakan kendaraan. "Hahahaha. Kamu mau kemana pakai pakaian seperti itu, Dut. Ya ampun si gendut ini ya. Pagi- pagi sudah melucu saja." tawa Wulan pecah kala melihat Anisa telah menggunakan gamis. "Ada apa sih, Mbak." tanya Bagas yang datang dari arah dapur. "Tuh lihat istri gendut kamu. Pakai gamis, mana muka masih kucel banget lagi. Udah kaya buntelan lemper saja. Mau bikin malu keluarga Ibu." Mata Bagas membulat melihat penampilan Anisa. Anisa yang ditatap Bagas langsung menundukkan kepalanya, tangannya meremas gamis yabg dikenakan. "Anisa! Sudah aku bilang berapa kali, kamu tetap di rumah. Jangan ikut ke acara itu. Sadar diri, badan kami segede itu, muka kucel gak ada menarik- menariknya, mana sekarang jerawat kami makin banyak lagi. Ganti baju dan tetap dirumah. Jangan melawan suami." Bagas langsung memarahi Anisa saat itu juga. Bulir bening membasahi pipi Anisa. Hati istri mana yang diperlakukan seperti itu tak merasa sedih. Hinaan bahkan caci maki akhir-akhir ini terlontar dari mulut sang suami., Padahal dahulu Bagas hanya akan diam tanpa berkomentar. Hanya tatapannya yang mengisyaratkan kemarahan. "Mas, tapi ini acara Bude Sari. Dan Bude meminta-ku untuk datang juga." "Dengan dandanan kamu seperti ini. Mau bikin malu aku begitu? Sudahlah, Nis. Nanti aku bilang kalau kamu sakit." Wajar Mas Bagas marah melihat penampilan ku. Aku tak bisa berdandan seperi Mbak Wulan maupun seperti Nana. Bahkan alat make up pun aku tak punya. Hanya bedak dan lipstik saja yang ku miliki. Wajah ini sebelumnya mulus tak berjerawat seeprti ini. Ini gara-gara Mbak Wulan memberikan aku skincare yang katanya bagus untuk mencerahkan kulit, namun ternyata skincare ini sudah kadaluwarsa lama. Akhirnya mukaku hancur dan berjerawat,. "Biarkan dia ikut, Gas." ujar Mutia yang sudah rapi dengan gamisnya. Belum lagi gelang emas yang melingkari kedua tangannya begitu mengkilat. "Apa? Ibu gak salah kan ajak so gendut ini ke acra Bude Sari? Malu, Bu? Ibu lihat dong penampilannya seperti apa?" "Ibu aneh-aneh saja deh. Penampilannya sudah kaya lemper yang.... Ah sudahlah yang terpenting jangan naik mobil. Biarkan dia datang sendiri, terserah mau naik apa." ujar Nana yang keluar dari kamarnya. "Kita semaunya naik mobil bersama. Ayo buruan berangkat." "Gendut kamu duduk di belakang." "Tapi Mbak, aku susah masuknya." "Haduh.... Lewat pintu belakang." ketus Wulan yang mana sudah berlalu meninggalkan Anisa di depan pintu kamarnya. Kini mobil Keluarga Bagas telah tiba di rumah Bude Sari. Suasana masih belum ramai tetapi sudah ada yang datang. Anisa dan semaunya masuk kedalam rumah. Terlihat didalam rumah begitu sibuk, orang-orang berseliweran mempersiapkan semuanya agar acara nanti lancar. "Nis, kamu langsung kebelakang. Bantuin nyuci piring atau peralatan kotor lainnya." ucap Bude Sari yang mana sudah berdandan. "A.. apa? Nyuci piring, Bude?" "Hahahaha lah kamu mau apa kemari? Mau jadi pagar ayu? Atau jadi pengisi acara? Sudah turuti saja ucapan Bude Sari." "Betul Mbak Gendut, lah nanti kalau Mbak di depan bisa lari semaunya tamu-tamu undangan Bude." ujar Nana yang ikut menimpali perkataan Wulan. "Bu, ayo kita keluar saja. Linda sudah ada didepan." ujar Bagas. "Linda? Linda siapa, Mas?" Anisa memberanikan diri untuk bertanya pada Bagas."Bukan urusan kamu. Kerjakan saja apa perintah Bude Sari." ucap Bagas yang tak memperdulikan Anisa. Bulir bening kembali menetes dari kelopak mata Anisa. Ya, suaminya tak sedikitpun memperdulikannya. Hatinya sakit, sungguh sangat sakit saat sang suami menyebutkan nama wanita lain dihadapannya. ."Apa salahku, Mas? Apa aku bertubuh gemuk?" lirih Anisa yang kini menyeka air matanya. Mengapa takdir begitu jahat mempermainkan hati ini. Aku tahu pernikahan ini adalah sebuah perjodohan yang mana sejak awal Mas Bagas tak menyukaiku. Ku kira semua perbuatan dan perlakuanku pelan-pelan akan meluluhkan hatinya. Namun.... Ah entahlah. Mumpung pekerjaan belum begitu banyak, aku mencoba mencari tahu siapa wanita yang dimaksud oleh Mas Bagas tadi. Apa dia kekasihnya? Tetapi harusnya Mas Bagas tak berbuat seperti ini padaku. Aku memnag gadis dari desa, sekolahpun hanya lulusan SMA. Kegiatan sehari-hari hanya bekerja di sawah membantu Bapak. Boro- boro membeli dan belajar makeup, uang saja hanya pas untuk kebutuhan sehari-hari. Tubuhku memang gemuk, entah bagaimana bisa segemuk ini padahal untuk makan saja hanya seadanya. Betapa terkejutnya hati ini saat melihat Mas Bagas bergandengan mesra dengan seorang wanita cantik. Kulitnya putih mulus, rambut tergerai dan berwarna. Berbanding jauh dariku. Ada rasa nyeri didalam dada ini, sakit... Sungguh sakit hati ini.. "Mengapa setega ini kamu, Mas. Apa kamu tak peduli akan hatiku?" gumamku yang menahan sesak didalam dada. "Heh gendut, ngapain kamu disini. Sana kebelakang." Nana memergoki Anisa yang tengah berdiri mengintip di balik dekorasi pernikahan. "Owh lagi ngintip Mas Bagas. Ngapain ngintip- ngintip segala, sudahlah Mbak. Mbak itu sadar diri dong. Mbak itu cuma wanita dari kampung, berbeda jauh dari dari Mbak Linda. Jadi jangan berharap banyak pada Mas Bagas." "Maaf, Na. Tolong hargai aku sebagai kakak ipar kamu. Aku masih istri Mas Bagas." "Hahahaha aduh, Mbak. Sudah deh gak usah berharap lebih. Mbak itu hanya istri status. Sudah kembali ke belakang, tugas kamu ada dibelakang. Jangan bikin malu di sini." dengan kasar, Nana menarik kuat tubuh Anisa dan mendorongnya agar menjauh dari area acara. Ia tak ingin malu jika status Anisa adalah kakak iparnya. Anisa kembali masuk kedalam rumah, ia menuju kamar mandi dan menangis sejadi-jadinya. Sakit hati atas sikap suami dan keluarganya. Anisa membuka mata terlihat jelas pantulan wajah dan tubuh didalam cermin yang ada didalam kamar mandi. Ya tubuhnya gemuk, muka kusam dan berjerawat. "Aku mengerikan sekali." lirih Anisa yang masih menatap nanar kearah pantulan dirinya.SEASON 2 Season 2 "Ayah, ayah kenapa kemari? Bukankah kalau butuh sesuatu ayah bisa telfon aku?" "Ck, kamu pikir ayah sudah setua itu. Ayah cuma masuk angin saja. Kebetulan ayah kangen makan lotek di pasar." "Ayah semalam demam tinggi, ya wajar aku khawatir dengan keadaan ayah. Apalagi ayah tiba- tiba kemari." "Ayah sudah baik- baik saja. Gimana hari ini ramai?" "Enggak begitu yah. Apalagi saat ini 'kan sudah modern, sudah banyak yang punya kendaraan pribadi juga jadi ya begitulah," jawab Rendra. Satria tersenyum dan duduk di warkop kecil yang tak jauh dari parkiran angkutan. Segelas susu hangat menemaninya duduk. "Kenapa kamu masih kukuh untuk meneruskan usaha angkutan ini, Nak. Usaha mendiang ibumu jelas lebih menjanjikan. Apa kamu tak lelah harus bolak balik mengurus semuanya? Masa muda mu masih panjang, Nak, jangan terlalu terforsir dengan bekerja. Nikmatilah masa muda mu ini," ujar Satria. "Yah, aku tahu usaha angkutan ini dirinya oleh almarhum kakek. Ayah juga merintisn
Dibawah teduhnya pohon kamboja sesosok pria berpakain hitam terduduk lesu. Meratapi takdir yang begitu pedih. Kebahagiaan dan kesedihan datang secara bersamaan, entah bagaimana jalan dan takdir yang ia lalui. *"Mas, ingat gak dahulu kita pernah jalan-jalan ke sungai. Kita menulis nama di pohon, lucu sekali ya, Mas."**"Mas ingat gak kalau dahulu di pohon itu setiap berbuah kita akan mengumpulkan buat yang telah terjatuh, jika buat masih bagus maka kita akan makan bersama. Hanya kamu yang selalu dekat denganku dan berteman baik denganku."**"Pohon ini sudah begitu tua, Mas. Bahkan buah pun sudah tak lagi berbuah seperti dahulu. Ternyata perjalanan hidup kita makin berputar, aku beruntung memiliki kamu. Menjadi istrimu adalah hal yang terindah dalam hidupku, terima kasih telah menerima semua kekuranganku dan terima kasih sudah selalu ada untukku disaat terpurukku terdahulu. Aku harap anak dalam kandunganku akan selalu bahagia, ini adalah penantian yang aku
Perjalanan yang cukup panjang dilalui oleh Anisa dan Satria, kini keduanya telah tiba di lokasi pertemuannya dengan Ibu Mutia. Anisa maupun Satria juga sempat bingung mengapa pertemuannya ditempat seperti ini. "Itu bukannya Bu Mutia," tunjuk Satria pada sosok wanita paruh paya yang tengah duduk di samping toko bunga. Pandangan Anisa beralih mengikuti arah telunjuk Satria. "Eh iya, Mas. Kita turun sekarang," ajak Anisa pada suaminya. Ia ingin lekas selesai dan lekas kembali ke desa. Dengan perlahan Satria mengandeng tangan Anisa. Bu Mutia yang melihat kedatangan Anisa segera berdiri dan tersenyum hangat menyambut orang yang ditunggunya. Ada kelegaan tersendiri saat melihat Anisa menempati janjinya. "Syukurlah kamu akhirnya datang. Terimakasih sudah mau menemui ibu, Nis," ucap Bu Mutia. "Sama-sama, Bu," jawab Anisa seraya tersenyum. "Hmm maaf kenapa Ibu meminta kita bertemu disini?" tanya Anisa kembali. "Ini yang ma
Anisa cukup terkejut akan penjelasan dokter tentang kondisi Bagas. Bukan masih memiliki rasa namun lebih ke kasihan ,apalagi ia tadi menyelamatkannya dengan mendorong sehingga ia terbebas dari bahaya. Ada rasa bersalah didalam benaknya. "Dok, lakukan yang terbaik untuk kedua korban." pinta Satria. "Mas.." "Nanti kita bahas lebih lanjut." ucap Satria yang mengerti akan tatapan sang istri. Dokter segera melakukan tindakan yang tepat untuk kedua korban terutama Bagas yang lumayan parah. Sedangkan keluarga kedua belah pihak telah dihubungi dan akan segera datang kerumah sakit. "Sayang, maafkan Mas yang mengambil tindakan ini. Bukan tak mengetikan perasaan kamu, tapi secara tidak langsung Bagas telah menyelamatkan kamu juga. Mas sangat bersyukur karena kamu selamat, walau tindakan itu juga cukup membahayakan jika mas tak kuat menopang tubuh kamu, tapi kuasa Allah itu nyata, kamu dan calon bayi kita selamat. Mas juga sudah mendaftarkan kam
Kecelakaan "Kenapa? Kaget? Biasa saja lah, Nis. Justru aku yang kaget melihat kamu." ujarnya seraya tersenyum kecil. "Mau apa lagi kamu, Mas?" Anisa sudah tak sanggup untuk basa-basi dengan Bagas. Ya, Bagas datang menghampiri Anisa yang tengah duduk di taman sendirian. Ia tadi tak sengaja berkeliling dan melihat Satria berada di taman dan matanya sekita langsung tertuju pada wanita yang duduk di bawah pohon rindang dengan gaun berwarna navy, sama seperti kaos milik Satria. Segera ia menepikan mobilnya dan berjalan mendekati Anisa. "Kamu bahagia sekarang, Nis?" "Ya. Aku sangat bahagia." jawab Anisa acuh tak acuh. "Ya, jelas terlihat dari diri kamu, Nis. Kami bahagia dan keluargaku menderita." ujar Bagas. "Itu karma, Mas." jawab Anisa cepat tanpa menoleh melihat Bagas yang duduk disampingnya. Anisa berharap sang suami lekas kembali. "Karma. Mungkin bisa disebut seperti itu. Asal kamu tahu, N
Nana Meninggal "Na... Nana... Dokter anak saya kenapa? Ada apa dengan anak saya?" "Na, bangun, Na. Kamu dengar ucapku gak sih. Bangun, Na." Wulan terus menggoyangkan tubuh Nana yang sudah tak merespon sama sekali. Dokter telah berusaha semaksimal mungkin menolong Nana saat ini. "Innalillahi wa inna ilaihi raaji’un. Maaf, Bu, kami sudah berusaha, semua telah kembali pada sang Pencipta." ujar Dokter yang merawat Nana. "Nana... Kamu tega tinggalin Ibu, Na. Kamu tega biarkan Ibu sendirian. Bangun, Na." Bu Mutia memeluk tubuh Nana dengan erat. Ia menangis menumpahkan rasa sedih sekaligus kehilangan yang sangat mendalam. "Na.... Kenapa kamu jadi wanita lemah, Na. Kenapa kamu lemah begini dan menyerah begitu saja? Mana Nana yang kuat, Nana yang angkuh. Kenapa kamu menyerah, Na." ujar Wulan yang tak kalah sedihnya. "Na, bangunlah, Na. Jangan prank kami, Na." Wulan menangis tak berdaya sambil mengguncang kaki, Nana.
Hasil tes DNA Tepat saat Bagas menatap Mawar, pada saat itu juga Mawar melihat keluarga Nana sedang menunggu di depan ruangan. Lekas Mawar segera menghampiri keluarga Nana. "Halo apa kabar? Jal*ng itu sudah melahirkan ya?" ucapnya dengan pelan tapi menusuk pada hati Bu Mutia. "Dia punya nama, namanya Nana. Jangan sebut anak saya sebagai jal*ng." ucap Bu Mutia dengan geram. "Ck, apa bedanya dengan merebut suami orang? Saya kemari hanya melihat keadaan saja setelah mendengar jal*ng itu pendarahan dan dibawa kerumah sakit ini. Jangan harap bahwa suami saya akan datang kemari melihat wanita itu dan anaknya." ucapnya tegas dan tenang. "Maksud anda apa? Nana juga istrinya, dia sedang bertaruh nyawa didalam bahkan kondisinya kritis tak sadarkan diri." ujar Bu Mutia yang tak terima akan ucapan istri pertama dari suami Nana. "Hahahaha, kalian belum tahu ya, bawa dia bukan istri kedua, melainkan wanita penghibur yang menghibur b
Nana Kritis Anisa kini tengah berkeliling disalah satu pusat pembelanjaan khusus bayi. Ia berkeliling mencari beberapa baju dan kelengkapannya. Ia memang belum tahu jenis kelamin sang anak yang tengah dikandungnya, maka dari itu ia memilih warna netral agar bisa digunakan baik laki-laki maupun perempuan. Satria dengan senang hati menemani sang istri berbelanja, ia juga sesekali mengambil barang yang lucu dan memasukannya kedalam keranjang belanjaannya. "Mas, kok semuanya dimasukin?" protes Anisa. "Gak pa-pa, lucu loh, Yank. Mumpung kita di kota." ucap Satria yang mana langsung mendapatkan cubitan kecil dari Anisa. Brukk"Awwh,,,, to,,,,, tolong." "Astagfirullah. Mas tolongin Ibu hamil itu." ucap Anisa yang melihat wanita hamil terjatuh dan memegangi perut besarnya. Anisa dan Satria bergegas menghampiri wanita yang tengah kesakitan, ada karyawan juga yang sudah menolong, namun hati nurani Anisa m
Pergi ke Kota"Ini pesanan kamu, Nis." Mbak Lala menyerahkan paper bag kepada Anisa. "Wah, terimakasih, Mbak." "Kamu pesan apa, Yank? Kok gak bilang- bilang sih," ucap Satria."Taraaaaa. Lucu kan Mas. Ini satu buat kamu. Buruan dipakai sekarang," pinta Anisa sambil menyerahkan barang pada Satria.Satria membulatkan matanya menatap ngeri pada baju yang diberikan oleh istrinya. Disisi lain, Mas Amor dan Mbak Lala menahan tawanya. Bagaimana tidak satu set pakaian berwarna pink yang harus digunakan oleh Satria. "Astaga istriku. Yank, aku rela di gigit semut loh," tolak Satria dengan halus."Sudahlah Sat, istri kamu lagi ngidam loh." ucap Mas Amir. Sedangkan Anisa menatap penuh harap pada sang suami untuk memakainya. Bukan maksud hati untuk membuat sang suami malu, tapi entah mengapa ia hari ini ingin menggunakan couple baju berwarna pink beserta kelengkapannya. Satria meraup wajah lalu menghe
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments