Leo hampir saja melompat kegirangan mendengar hasil penyelidikan tanda tangan Mira itu. “Palsu. Baguslah sesuai dugaanku. Terima kasih Pak Wiliam.”
“Sama-sama, Pak Leo.”Leo kemudian menutup teleponnya. Seketika, perasaannya merasa sangat menyesal atas perkataannya yang tidak mempercayai ucapan Mira kemarin. “Berarti ada seseorang yang sengaja ingin merusak hubunganku dengan Mira.” Leo berpikir sebentar. “Apa jangan-jangan ini juga perbuatan Noval? Selama ini, hanya dia yang jadi dalang perselisihan aku dan Mira. Kali ini aku tidak boleh gegabah. Akan aku selidiki dulu.” Leo sangat bersemangat. Dia yakin Mira bisa kembali lagi ke pangkuannya. Yang jelas dia ingin mencari tahu kebenaran dibalik surat cerai palsu itu.Di kapal pesiar, Mira maupun Noval sangat menikmati hari-harinya. Bagaimana tidak, seharian yang mereka lakukan hanya bersenang-senang di dalam kapal pesiar yang serasa berada di dalam kota terapung di tengah laut. Terkadang mereka ke“Dua hari yang lalu. Saya mendapatkan surat cerai yang sudah ditanda tangani oleh Mira. Tapi Mira tidak merasa menandatangani apa pun. Waktu itu saya tidak percaya. Itu sebabnya dia pergi,” jelas Leo sambil menyeruput minumannya hingga habis. “Kemarin saya coba cek keaslian tandatangannya. Ternyata itu palsu. Saya menyesal tidak mempercayai Mira.” Wajahnya menunduk seolah menunjukkan penyesalan yang dalam. “Saya curiga dengan Noval. Jadi, saya menyelidikinya.” “Surat cerai? Sebentar, Noval dan saya punya teman akrab seorang pengacara. Siapa tau Noval meminta bantuannya.” Pak Burhan buru-buru mengambil selulernya dan menelepon seseorang. Tidak lama, dia pun menutup teleponnya. “Benar dugaanmu Leo. Surat cerai itu permintaan Noval. Setelah ini, apa yang akan kamu lakukan?” Leo menarik napas panjang yang dalam. “Sepertinya, saya harus segera menemukan istri saya, Pak Burhan. Perasaan saya tidak enak.” “Sepertinya itu yang terbaik.” Pak Bu
“Kamu pikir, siapa lagi aku?” ucap Leo. Noval melirik wajah lelaki gagah itu dari samping karena tangan dan lehernya terkunci tidak bisa bergerak sama sekali. Dia panik mencoba bernegosiasi agar mau melepaskannya. “Apa maumu?” “Cepat katakan, di mana Mira berada?!” “Bukankah kalian sudah bercerai. Dia bukan urusanmu lagi.” “Kamu pikir, aku gak tau siapa dalang pembuat surat cerai palsu itu!” Noval terkejut, “Apa?!” “Sudahlah. Sekarang waktunya kamu terus terang? Paling tidak punya etiket baik menolong Mira.” “Tidak akan,” teriak Noval sambil mencoba melepaskan diri. Mata dan wajahnya memerah merasakan emosi yang tinggi tapi tidak bisa melakukan apa-apa. “Kamu, keterlaluan!” teriak Leo. Tarikan tangannya semakin di kuatkan. Di kamar, tubuh Mira telah selesai di lulur dan wajahnya juga di rias secantik mungkin. Setelah itu, dia dipaksa untuk memakai pakaian seksi. “Lepaskan, aku gak m
“Aku harus membuktikan bagaimana lagi agar kamu percaya?” suaranya sangat memelas. Pipinya terus saja basah dengan air mata. Wajahnya kemudian tertunduk. Tubuhnya bersimpuh di hadapan Leo. “Aku pasrah kamu perlakukan seperti apa, asalkan kamu percaya.” Leo tersenyum melihat Mira. Dia menarik tubuhnya agar berdiri. “Aku mempercayaimu. Waktu di kapal pesiar. Aku bertemu dengan Noval. Aku mendengar semua percakapannya dengan Antonio. Kalau kamu dijual dengan harga tinggi karena masih perawan. Tentu saja Noval berusaha menjagamu, agar dia bisa mendapat uang lebih banyak.” Mira langsung memeluk Leo dengan erat. Dia masih tersedu-sedu. Namun, air matanya yang keluar, bukan air mata kesedihan tapi kebahagiaan. “Terima kasih mau mempercayaiku. Maafkan aku, Leo?” Lelaki itu melepaskan dekapannya. Dia memegang wajah Mira lembut dengan kedua tangannya agar bisa menatap matanya. “Aku juga minta maaf atas semuanya. Maukah kamu memaafkanku?” Mira me
Mira dan Leo kembali saling membuang senyuman melihat perilaku Mama. Mereka kemudian makan bersama sambil bercengkerama hangat. Selesai itu mereka kembali ke kamar masing-masing. Mira memulai hari-harinya seperti yang dia harapkan dulu sebelum menikah. Saling pengertian dan memahami. Hampir tidak ada kesalahpahaman di antara mereka. Leo dan Mira sudah sama-sama merasakan cinta sedia kala.Leo tidak lagi pemarah, sifatnya semakin lembut karena pengaruh kelembutan Mira. Malam-malam mereka selalu dihiasi dengan malam kedua, ketiga dan seterusnya. Apalagi ketika hari libur. “Sayang, besok liburan ke puncak, yuk?” “Ngapain, sih. Enak di rumah aja ah.” Mira dari dulu memang nyaman berada di dalam rumah daripada harus kelayapan tidak jelas. Apalagi sekarang dia memiliki teman seumur hidup yang selalu menemaninya. Kehidupannya di rumah Leo terbilang sangat nyaman. Apa pun yang dia inginkan tinggal bilang saja. Semua jadi c
“Coba Mira ke dokter, ya? Memastikan keadaan Mira,” ucap Bibi Jum tenang. “Apa ... Bibi Jum menganggap Mira ... gila?” tanya Mira kebingungan. “Bukan, bukan begitu Mira. Kamu salah paham. Sudah gini aja. Bibi nanti ngasih catatan buat dokternya. Nanti waktu Mira ke sana. Kasihkan saja, ya?” Mira masih kebingungan. Bahkan mulutnya masih termenganga saat itu. Namun, dia menganggukkan kepalanya cepat. “Yang penting lakukan saja, mengenai hasilnya dipikirkan nanti saja,” batinnya. Keesokan harinya, Mira pergi ke dokter. Dia pergi ke dokter umum karena terbiasa ke sana kalau sedang jatuh sakit. Tidak lupa dia juga membawa catatan yang diberikan oleh Bibi Jum. Dia tidak membuka dan membaca catatan itu sama sekali. Sebenarnya, dia sangat penasaran tapi karena ingat pesan Bibi Jum, maka dia tidak berani membacanya. “Tolong kasihkan langsung ke dokternya, ya! Tidak usah dibaca.” Itulah kata-kata Bibi Jum yang terngiang di kepala Mira. Saa
Namun, Leo tetap bergeming. Barulah level kepanikan Mira naik. Dia berteriak, “Tolong! Tolong! Kumohon tolong kami.” Tangisannya langsung pecah seiring dengan suara teriakannya. Segera semua penghuni di lantai satu dan dua berlarian menuju ke lantai tiga kamarnya. “Ada apa, Nyonya?” tanya salah satu pembantu yang telah dulu naik ke lantai tiga kamar Mira. “Apa yang terjadi, Mira?” tanya Bibi Jum dengan nada khawatir. “Mira, ada apa?” tanya Mama dengan wajah sangat khawatir. Dia kemudian mengalihkan pandangannya ke tubuh Leo yang tergeletak di lantai. “Astaga, ada apa dengan anakku, Mira. Cepat katakan!” teriaknya. Sama paniknya dengan Mira. Dia juga melakukan yang tadi dilakukan Mira, yaitu menggerak-gerakkan tubuh Leo agar segera tersadar. Papa Leo datang terakhir. Dia yang paling tenang di antara lainnya. “Jangan bergerombol, ya. Coba tenangkan diri kalian. Sekarang, semuanya menjauh dari Leo. Biar Papa yang menangani.” S
“Sebentar, ya Ayah Leo. Mami mau nanya sama dedek dulu.” “Hah, caranya gimana sayang?” “Pakai telepati.” Mata Mira terpejam seolah sedang berkonsentrasi dengan jabang bayi di perutnya. Mulutnya komat kamit tidak jelas. Leo kembali melongo melihat kelakuan aneh istrinya. “Bisa tidak, gak aneh-aneh seperti itu.” Mira tidak menggubris suaminya. Dia tetap memejamkan mata dan menggerakkan bibirnya “Mir, Mira?” panggil Leo mulai ketakutan. Tiba-tiba, “Waa ... !” teriak Mira mengagetkan Leo. Dia tertawa terpingkal-pingkal melihat keberhasilan mengerjai suaminya. Leo memegang dadanya. Hampir saja dia melompat karena terkejut. “Gak lucu, ah,” timpal Leo dengan wajah cemberut. Setelah merasa puas, Mira mendekati suaminya. Tangannya dilingkarkan ke leher Leo “Aku semakin sayang, sama kamu,” ucapnya sambil memandang mata suaminya. Leo tersenyum menanggapi ungkapan hati istrinya. Baru saja dia mau menjawabn
Suara teriakan Mira yang parau dan dalam mengagetkan seisi ruangan. Hatinya sangat perih. Tangannya yang gemetaran berada di atas perutnya. Dia menangis tersedu-sedu. “Anakku! Anakku!” teriaknya. Seolah tidak bisa menerima kenyataan kalau anak yang selama ini berada dalam perutnya sudah tidak ada lagi. Semua anggota keluarga mengerubungi Mira kembali. Mereka saling pandang dengan wajah penuh tanya tentang apa yang telah terjadi. Sejak keluar dari ruangan dokter itu, Leo tidak bercerita kepada siapa pun di sana. Kalau anak dalam kandungan Mira sudah tidak bisa tertolong. Dia takut mengagetkan mereka semua. Apalagi Ibu Mira yang syok melihat putrinya seperti itu. Bayangkan saja, apa yang akan terjadi jika mereka semua tahu yang sebenarnya. Menanggapi kecelakaan yang menimpa Mira saja, sudah membuat mereka syok, apalagi lebih dari itu. “Ada apa, Leo?” tanya Mama Leo penasaran. Namun teriakan Mira dan gerakan tangan di perutnya membuat para oran