Andri menalak istrinya karena video istrinya telanjang tersebar di dunia maya. Belum lagi foto-foto Amira bersama seorang laki-laki membuatnya makin meradang. Padahal semua itu hanyalah fitnah belaka. Talak tiga yang diucapkan Andri tak bisa ditarik kembali. Walaupun ia ingin rujuk dengan Amira, tapi tetap tak bisa. Karena mantan istrinya itu harus menikah dulu dengan laki-laki lain atau sang muhalil. Akibat fitnah kejam itu, Amira merasa terpuruk. Selain mendapatkan sanksi sosial menjadi gunjingan para warga, ia pun mendapatkan sanksi mental, karena saat dicerai Amira tengah hamil muda dan harus melewatinya sendirian. Bagaimana Amira menjalani kehidupan selanjutnya? Akankah Andri bisa bersatu kembali dengan Amira?
Voir plus"Aku talak kamu! Aku talak kamu! Aku talak kamu!"
Seketika langit terasa runtuh, seperti ada batu besar yang menghantam hatiku, bertubi-tubi. Rasanya sakiiiit, seperti ditusuk-tusuk sembilu. Apa salahku? Tiba-tiba ditalak seperti ini?
Mataku terasa pedih dan panas, seketika air mata sudah berderai, jatuh bak anak sungai. Leherku seperti tercekat, lidahkupun terasa kelu. Aku sudah tak punya pijakan. Hancur. Hancur sehancur-hancurnya.
Mas Andri, lelaki yang selama delapan tahun belakangan ini menemaniku, tiba-tiba menalakku tanpa alasan. Kami berbagi suka dan duka bersama, bahkan aku menerima keadaannya yang sulit mempunyai keturunan. Lalu kenapa dia tega menceraikanku?
Aku duduk terkulai di lantai. Rasanya sudah tak punya tenaga untuk berdiri.
Bruukk...
Dia melemparkan tas ransel dan beberapa helai pakaian ke tubuhku. Dadanya masih terlihat naik turun menahan amarah. Tangannya terkepal, matanya nyalang merah dengan gigi bergemeletuk. Dia benar-benar marah. Tak pernah kulihat dia semarah ini padaku."Pergi kamu dari rumah ini! Aku tak sudi punya istri tak setia sepertimu!" teriak Mas Andri, makin membuatku tak mengerti. Apa maksudnya?
Aku memunguti baju-bajuku sambil sesekali menyeka air mata yang tak kunjung berhenti. Untuk sekadar menyanggah ucapannyapun terasa begitu berat. Aku tak bisa berbicara untuk membela diri.
"Dasar istri tak tau diuntung!" umpatnya lagi.
"Aaarghhh...!!" teriaknya dengan kencang. Dia melepaskan amarahnya dengan meninju tembok yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Sesekali dia menjambak-jambakkan rambutnya. Mas Andri benar-benar terlihat frustasi.
"Kenapa kau tega melakukan ini padaku, Mira?! Kenapa?!" sebuah pertanyaan yang lebih terdengar seperti rutuk penyesalan.
Berkali-kali aku menelan saliva untuk menenangkan diri, bahwa badai hebat kini sedang kuhadapi.
"Sebenarnya aku salah apa mas? Kenapa kau bisa semarah ini padaku? Kenapa kau menalakku tanpa alasan?" tanyaku dengan hati-hati. Aku mulai membuka suara setelah sedari tadi diam.
"Jangan pura-pura tidak tahu! Kau ini istri tidak tahu malu ya! Bisa-bisanya selingkuh saat suami pergi?!"
"Selingkuh? Apa maksudmu, mas? Aku tidak mengerti..."
"Halaaah jangan sok pura-pura gak tahu. Aku sudah tahu semua kelakuanmu di belakangku! Tega ya kamu!" serunya kembali. Tak lama dia melemparkan foto-fotoku bersama seorang lelaki. Aku memeriksanya dengan teliti. Satu foto saat aku memberikan teh untuknya setelah dia membantuku. Satu foto saat aku akan pergi ke pasar dan kebetulan bertemu dengannya di jalan. Satu foto lagi saat aku berada di minimarket, kebetulan aku bertemu dengannya dan kami sama-sama mengantri di kasir. Satu foto lagi saat dia memberikan tanaman bunga beserta potnya.
Aku menghela nafas dalam-dalam dan mengembuskannya secara perlahan. Lelaki yang difoto itu adalah Mas Bian, yang tempo hari dimintai tolong panjat genteng gegara bocor karena air hujan. Beberapa kali juga aku bertemu dengannya di jalan saat aku akan pergi ke pasar. Tapi hanya sebatas menyapa, tidak lebih dari itu. Lalu siapa yang dengan tega dan iseng mengambil gambarku dan mengirimkannya pada Mas Andri? Apakah ada seseorang yang menginginkan kami berpisah?
"Kamu dapat dari mana foto-foto ini, mas?" tanyaku.
"Jadi benar kan, itu adalah kamu? Kalian berselingkuh?!"
"Tidak mas, itu tidak benar. Ini memang foto-fotoku. Tapi sungguh mas, aku tidak selingkuh. Aku tidak ada hubungan apa-apa dengannya. Kamu sudah salah paham," sanggahku apa adanya.
"Hah, mana ada maling mau ngaku. Salah paham bagaimana, jelas-jelas foto ini foto kamu kok!" tukas Mas Andri masih emosi.
Rasanya percuma membela diri dihadapannya, sudah tak ada gunanya lagi. Toh pernikahanku juga sudah hancur, aku tak bisa kembali dengannya. Dia tak mungkin percaya padaku. Hatinya sudah tertutup oleh prasangka buruk dan cemburu yang membabi buta.
Aku tak pernah menyangka, hanya gara-gara sebuah kesalahpahaman menjadikan aku seorang janda. Ya, dia salah paham padaku, tapi dia tak mau mendengar penjelasanku. Dia lebih percaya orang lain. Entah siapa orang itu? Dia dengan tega menusukku dari belakang. Apakah orang terdekatku atau siapa? Aku rasa selama ini aku tak pernah punya musuh maupun bermasalah dengan siapapun. Masalah ini benar-benar membuat kepalaku serasa mau pecah.
"Maafkan aku mas, kalau selama ini aku punya salah terhadapmu. Aku pergi," pamitku pada suamiku. Ah bukan, maksudku mantan suamiku. Kubawa tas yang berisi baju-bajuku. Entahlah mau kemana tujuanku. Aku tak punya sanak saudara disini. Yang penting aku pergi dulu dari rumah ini. Rumah yang mempunyai banyak kenangan suka maupun duka.
Saat sampai diambang pintu, aku berpapasan dengan ibu mertuaku.
"Lho... Amira, kamu mau kemana? Kenapa kamu nangis, nduk?" tanya ibu mertuaku dengan heran. Ibu mertuaku baru pulang dari pengajian, jadi beliau tidak menyaksikan pertengkaran hebat kami.
"Jangan halangi dia, Bu. Biarkan dia pergi, Amira sudah bukan istriku lagi!" seru Mas Andri, dia menyusulku dari belakang.
Aku memeluk tubuh renta dihadapanku. Ibu mertua yang sudah kuanggap seperti ibu kandungku sendiri. Selama delapan tahun aku tinggal serumah dengan beliau dan saudara ipar. Suka duka kami lewati bersama, ibu mertua memang agak cerewet, tapi dia orang yang baik dan penyabar. Beliau seorang janda ditinggal mati oleh suaminya. Dan beliau punya dua orang anak laki-laki, semuanya sudah menikah. Anak pertama Mas Restu dan anak kedua Mas Andri. Tapi walaupun anak-anak mereka sudah bekerja, kami masih sama-sama tinggal di rumah ibu.
Mas Restu bekerja di pertambangan, di luar pulau, sehingga dia jarang pulang. Paling cepat enam bulan sekali. Sedangkan Mas Andri bekerja sebagai supervisor di pabrik sepatu di luar kota, tetapi walaupun kami LDR dia masih bisa pulang tiap seminggu sekali.
Mas Restu dan Mbak Lani, mereka sudah menikah 10 tahun lamanya, merekapun sudah mempunyai seorang anak perempuan, usianya masih 7 tahun, Reni namanya ( kepanjangan dari Restu dan Lani ). Berbeda denganku, walaupun sudah menikah 8 tahun ini tapi kami belum dikaruniai anak juga. Beberapa pengobatan medis dan alternatif sudah kami coba, tapi kami tak juga dianugerahi momongan. Mungkin memang kami belum pantas mendapatkan amanah itu.
"Bu, maafkan Mira ya bu, kalau selama ini punya banyak salah sama ibu. Mira pamit pergi dari rumah ini, ibu jaga kesehatan ya," ucapku berpamitan pada ibu.
Kulihat mata ibu berkaca-kaca, merasa tak rela salah satu menantunya akan pergi. Sebenarnya ibupun belum tahu masalah apa yang sedang kuhadapi bersama Mas Andri.
"Tunggu, tunggu, sebenarnya ini ada apa, nak?" tanya ibu. Matanya memandang ke arahku dan bergantian ke arah Mas Andri.
"Mas Andri sudah menalakku, bu," jawabku sesenggukan.
"Apa?? Ini ada apa, nak? Kenapa kau menalak istrimu?" tanya ibu, dia menatap tajam ke arah putra bungsunya.
"Sudahlah bu, jangan pedulikan dia. Biarkan dia pergi. Wanita seperti dia tak pantas ada disini!" sergah Mas Andri, terdengar jelas kebenciannya kepadaku.
"Iya, tapi ibu ingin tahu masalahnya apa sampai-sampai kamu bersikap seperti ini pada Amira?"
Mas Andri mendengus kesal.
"Tak bisakah kalian bicarakan masalah kalian baik-baik?" Ibu kembali bertanya.
"Tak ada ampun untuk seorang pengkhianat sepertinya! Tega-teganya dia berselingkuh di belakangku! Biarkan wanita itu pergi, Bu! Ibu tak perlu membelanya lagi. Dia sudah bukan bagian dari keluarga ini! Pergi kau wanita j*lang!" bentak Mas Andri yang mengundang beberapa tetangga ikut datang menyaksikan kami. Bak sinetron yang paling di gemari di channel kesayangan, mereka tidak mau melewatkannya.
"Tidak, nak. Tidak mungkin. Kau pasti sudah salah paham. Amira sangat setia padamu, nak, dia tidak mungkin mengkhianatimu. Ibu yang tahu kesehariannya disini," sanggah ibu. Ibu memandangku dengan tatapan iba. Selama ini, ibulah yang menjadi tempat keluh kesahku tak ada rahasia.
"Ibu, ibu itu sudah dibodohi oleh wanita seperti dia. Berpura-pura polos didepan tapi sebenarnya dia sangat murahan!" teriak Mas Andri lagi. Makiannya benar-benar membuatku sakit. Aku seakan tak ada harganya lagi di matanya. Semua terlihat buruk gara-gara beberapa lembar foto yang ia dapatkan entah dari siapa.
"Tutup mulutmu, nak! Kau pasti sudah salah paham," tukas ibu lagi.
"Aku punya semua bukti perselingkuhannya, bu! Diapun sudah mengakui kalau itu benar-benar fotonya! Bahkan aku punya videonya yang telanjang bulat sedang mandi tersebar di sosial media! Dasar wanita murahan! Dia mengumbar aibnya sendiri tanpa menghargai perasaan suami!" teriak Mas Andri penuh penekanan.
Glek! Video? Video apaan? Telanjang bulat? Apakah ada yang merekamku diam-diam saat aku sedang mandi? Lalu menyebarkannya di sosial media? Tapi bahkan aku tak punya akun sosmed selain W******p. Ah, aku benar-benar tak mengerti.
Para tetangga yang berkumpul menatapku dan berbisik-bisik. Mereka melihatku dengan jijik seperti kotoran.
Aku merasa terhina sekali. Tak ada satupun yang benar. Hal yang dia tuduhkan padaku, hanya fitnah belaka. Fitnah yang kejam.
POV RestuPagi menjelang siang, aku kedatangan tamu yang tidak terduga. Andri dan istrinya datang berkunjung. Mereka membawa Affan juga. Sudah lama kami tak bertemu."Mas, maaf ya mas, aku gak bisa datang waktu acara pernikahanmu. Waktu itu istriku lagi ngidam parah, mual dan muntah-muntah terus tiap hari sampai dia harus bedrest total," ucap Andri mengungkapkan alasannya kenapa dia tak bisa datang saat acara pernikahanku digelar."Istrimu sedang hamil, Ndri?" tanyaku."Iya mas, sudah memasuki usia 4 bulanan," jawab Andri sembari memandang istrinya dengan penuh cinta. Aini hanya mengulum senyum sambil mengangguk."Alhamdulillah, mas ikut senang mendengarnya.""Iya mas, ini baru bisa diajak pergi-pergi. Dulu mau ditinggal juga kasihan.""Tidak apa-apa, mas senang kalau kalian sehat, itu saja sudah cukup.""Aku gak bisa ngasih apa-apa, Mas.
POV MutiaMenikah dengan seseorang yang tak kukenal sebelumnya, kalian bisa bayangkan sendiri bagaimana rasanya. Takut, ragu, canggung, semuanya campur aduk jadi satu.Tapi mungkin ini jalan takdirku. Dan mungkin saja Mas Restu adalah jodoh yang dipilihkan Allah untukku dengan jalan yang tidak terduga.Setelah sempat beberapa hari kemarin hidupku benar-benar terguncang, menghadapi kenyataan yang ada di depanku. Kehilangan seseorang yang besok akan meminangku. Calon suamiku meninggal tepat dua hari sebelum hari H.Lalu, setelah menghadapi kenyataan bahwa ternyata Mas Roni-lah yang bersalah, tidak hati-hati dalam mengendarai motornya hingga ia terjatuh. Hatiku terkoyak begitu dalam.Apalagi keinginan ibu yang seakan memaksa kalau aku harus menikah dengan yang menabrak Mas Roni, itu tidak masuk akal bukan? Tapi aku bisa apa? Aku tak berani menolak. Keluarga Mas Roni telah banyak membantuku. Mereka sangat berjasa dalam hidupku. Mereka telah membawa
"Mas, kenapa melamun?" tanyanya menghenyakkanku."Emmh, enggak. Terima kasih ya dek, semoga kamu bisa menerima anakku ...""Iya, mas. Aku beres-beres dulu."Aku mengangguk. Kutinggalkan dia di kamar bersama Reni dan tumpukan baju yang akan dimasukkan ke dalam lemari.Aku bergegas membuka warung, sudah beberapa hari ini, tidak buka karena hal-hal yang tidak terduga. Beruntung yang dijual adalah sembako dan produk-produk kering lainnya untuk kebutuhan sehari-hari."Mas, baru buka, nih?" tanya ibu-ibu pembeli saat datang ke warung. "Katanya habis nikah ya, Mas? Kok gak ngundang-ngundang?" tanya ibu itu kembali."Iya Bu, pernikahannya sederhana saja, cuma digelar di tempat mempelai wanita," jawabku."Sama orang mana, Mas?""Beda kecamatan saja, Bu.""Mana istrinya? Gak kelihatan ...""Lagi beres-beres Bu, di kamar.""Oh iya iya, semoga langgeng ya mas, pernikahannya.""Aamiin, iya Bu, terima kasih doanya
POV Restu"Biar aku yang akan menikahi Mutia."Mungkin itu pernyataan konyol yang aku lontarkan saat itu. Bisa-bisanya aku mengajak nikah dengan orang yang tak kukenal sebelumnya. Wanita seperti apa dia, sikap dan karakternya bagaimana. Entahlah. Kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutku.Sebenarnya aku hanya ingin tidak ada keretakan dalam rumah tangga Bian dan Amira. Kasihan, cinta mereka selalu diuji. Padahal baru saja akan merasakan kebahagiaan, sudah harus melewati masalah yang begitu besar."Kamu serius akan menikahi Mutia?" tanya Pak Sobri.Aku mengangguk. Aku paham mungkin mereka khawatir, aku tidak bisa menafkahinya."Dari pada menikah dengan Bian lalu menjadi yang kedua, lebih baik Mutia menikah denganku. Aku memang seorang duda, tapi aku bisa menafkahinya," jawabku."Aku sudah lama sendiri, istriku sudah meninggal. Anakku sekarang sudah kelas lima SD. Kalau Bapak dan Bu Sobri merestui, aku akan segera menikahi
Sesampainya disana, setelah mengobrol banyak dengan petugas polisi, aku sepakat meminta petugas polisi untuk membebaskan mereka semua.Bu Sobri dan Mutia terlihat saling berpelukan. Mereka menangis."Terima kasih Mas Bian, kamu sudah membebaskan kami," ucap Mutia berusaha ramah. Wajahnya masih terlihat sendu dan juga kuyu, masih tersisa genangan air mata dalam tatapannya. Sedangkan Bu Sobri terdiam, wanita paruh baya itu terlihat menyeka air mata yang jatuh ke pipinya."Maafkan kesalahan kami ya mas," ucap Mutia kembali. "Ibu sangat terpukul dengan keadaan ini, makanya dia bertindak nekat. Meskipun seharusnya kami tak bertindak seperti ini pada kalian. Kami benar-benar bersalah. Tapi kalian sudah berbaik hati membebaskan kami. Sekali lagi terima kasih Mas Bian, Mas Restu, kalian benar-benar orang yang sangat baik."Tak lama Pak Sobri juga datang menjemput. Rupanya dia habis ada pekerjaan, ketika Bu Sobri berlaku nekat pada Alia, pak Sobri tidak tahu
"Alia, bertahanlah ya nak, kita akan menemui ibu," bisikku pada pada Alia. Tubuh mungil itu sepertinya kedinginan, sepanjang perjalanan aku mendekapnya dengan erat.Sesampainya di rumahKami langsung disambut oleh isak tangis Amira. Dia menciumi Alia tanpa henti."Mas, badan Alia panas sekali," ucap Amira. Air mata yang masih menggenang di pelupuk matanya."Segera kompres Alia, dek. Lalu kasih ASI. Obat penurun panas juga, masih ada kan?"Amira mengangguk lalu menuju ke kamar. Ia langsung menyusui Alia. Sedangkan Budhe Narti segera mengambilkan air hangat untuk kompres.Aku duduk di sofa ruang tamu. Kuhela nafas dalam-dalam. Ya Allah, terima kasih akhirnya anakku kembali, semoga dia tidak apa-apa. Batinku terus berdoa, semoga Alia selalu dalam lindungan-Mu, ya Allah."Restu, terima kasih kamu sudah membantuku, untung saja kamu segera datang," ucapku memecah kebisuan"Iya Bian, maaf kami sedikit terlambat tadi. Aku tidak m
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Commentaires