Saat fajar menyinsing aku sudah siap-siap mau jalan mencari info tentang keberadaan Mama Noni, nenek menghampiriku, “Gimana Noni tadi malam Danu.. “ Tanya nenek. “Saya temani dia sampai tidur nek.. Setelah dia tidur baru saya keluar kamarnya.” Jawabku meyakini nenek.
“Noni itu sangat kangen sama kamu, setiap hari dia ngomongin kamu terus.” Ucap nenek. Aku jelaskan pada nenek kalau aku mau cari info tentang dimana Widarti berada. Nenek sangat senang mendengar rencana aku itu, “Syukurlah Danu.. semoga ada titik terang dimana Widarti berada.” Ucap nenek. Noni keluar dari kamarnya dengan pakaian siap kerja. Mukanya terlihat jutek, mungkin masih kesal karena aku menolak keinginannya. Melihat itu nenek bertanya pada Noni, “Kenapa kamu cemberut gitu? Kemarin nanyain Papanya Terus, kok sekarang malah dicemberuti?” tanya nenek. Noni tidak menjawab pertanyaan nenek, dia Cuma cium tangan nenek dan mencIbu yang menerima kedatanganku memperkenalkan diri sebagai ibu Ningsih, aku sedikit lega mendengar penjelasannya. Aku tanyakan pada ibu Ningsih, “Ningsihnya ada bu?” tanyaku. “Kebetulan Ningsih masih kerja pak, pulang kerja biasanya sore.” Jawab ibu Ningsih. Aku minta nomor ponsel Ningsih pada ibunya.Ibu Ningsih menulis disecarik kertas nomor ponsel Ningsih, “Bapak bisa telepon di nomor ini.” Ucap ibu Ningsih sembari memberikan secarik kertas tersebut. Aku ceritakan kepentinganku menemui Ningsih dan aku juga cerita tentang Widarti, yang merupakan sahabat karib Ningsih.“Udah lama pak Ningsih tidak jumpa dengan Widarti, apalagi sejak kami pindah ke sini.” Ucap ibu Ningsih. Sebelum pamit aku titip salam untuk Ningsih pada ibunya, “Yaudah bu.. kalau gitu saya pamit dulu, saya titip salam untuk Ningsih. Bilang saja dari Danu pacarnya Widarti.” Pesanku pada ibu Ningsih.Untuk tahap awal, aku ras
“Nanti pulang kerja kamu harus cerita pada Papa ya..” Kataku Pada Noni. Noni sembari menyibukkan diri dia bertanya tanpa menatap wajahku, “Cerita apa sih Pa? Kok Mau tahu aja urusan anaknya?” Noni tanyakan itu dengan senyum yang penuh misteri.Pantasan Noni selama dua hari ini dandanannya sangat cantik, outfitnya juga sangat modis. Satu sisi aku senang melihat keadaan Noni tersebut, namun di sisi lain aku merasa sedih melihat nasibnya. Aku selalu mendoakannya, agar suatu saat dia mendapatkan jodoh yang sesuai dengan keinginannya.Setelah pulang kerja, di rumah aku ajak Noni berbicara di ruangan tamu. Noni menyiapkan teh dan camilan di atas meja buatku, “Gini Pa.. sejak kita ditraktir makan siang kemarin, pak Supriatna sering ajak Noni ngobrol di ruang kerjanya.” Cerita Noni. Ada perasaan senang mendengar apa yang diceritakan Noni.Noni cerita kalau pak Supriatna mengungkapkan perasaannya pada Noni, bahwa dia merasa
Noni terus menggodaku seakan tidak ada batasan antara seorang anak dengan Papanya, Noni tidak menghiraukan status pertalian darah. Dia memang kurang pengetahuan tentang hal itu, dan menganggap hubungan seperti itu adalah hal yang biasa.Sebagai orang tua aku tetap memposisikan diri sebagai Papanya, dan menyayangi dirinya layak orang tuanya. Noni memagut leherku sehingga wajahku menempel dengan wajahnya, “Non.. kalau tetap seperti ini Papa setuju, asal tidak lebih dari ini.” Bisikku ditelingaku Noni.Noni menganggukkan kepala sembari memejamkan matanya. Noni menyibakkan selimut dengan kakinya, sehingga tubuhnya tidak lagi ditutupi selimut. Ternyata Noni hanya menggunakan underwear tanpa bawahan penutup tubuhnya. Noni menyilangkan satu pahanya di atas pahaku dan aku membiarkannya asalkan dia nyaman.Memang setelah itu Noni lelap tertidur dengan tetap posisi seperti itu. Aku pun berusaha untuk memejamkan mataku. Saat tengah malam di tengah t
Sepulang dari Bandung aku memenuhi janjiku pada keluarga memanfaatkan waktu libur. Kebetulan aku dapat fasilitas untuk liburan di Villa milik perusahaan di daerah puncak. 2 hari untuk kumpul bersama keluarga adalah waktu yang cukup untuk membangun kehangatan. Bisa ngobrol dengan leluasa, bercanda dengan anak-anak cukuplah untuk menghilangkan penat.Selama dua hari itu ponsel khusus untuk urusan privat tidak aku aktifkan. Khusus kepada Noni aku sudah kasih tahu kalau akan liburan bersama keluarga. Memang terasa ada yang hilang, karena waktuku dengan keluarga sangat sedikit. Sehingga saat quality time tersebut sangat terasa manfaatnya.Aku tidak tahu apa aktivitas anak-anakku di luar rumah, berteman dengan siapa mereka di luar rumah. Padahal, itu adalah hal yang sangat penting untuk aku ketahui. Inilah saatnya aku komunikasikan hal itu dengan santai pada anak-anakku, dengan demikian aku jadi tahu apa saja aktivitas anak-anak di luar rumah.Pada Rani ak
“Aku tidak ingin membuat kamu dan orang tua kamu kecewa Sri, aku juga takut durhaka pada kedua orang tuaku.” Jawabku dengan lirih. “Mas!! Kamu tidak punya perasaan!! Sebagai wanita aku merasakan apa yang dirasakan wanita yang kamu tinggalkan begitu saja!!” Tegas isteriku sembari mengucurkan airmata.Aku peluk isteriku dengan penuh haru, aku minta maaf pada isteriku, “Mas ngaku salah Sri.. mas gak tahu harus melakukan apa saat itu. Pilihannya hanya meninggalkan wanita itu.” Aku hampir tidak bisa menahan rasa haru saat mendengar tangisan isteriku yang begitu perih.“Tolong masalah ini jangan diceritakan pada anak-anak Sri, mas takut mereka tidak siap menerimanya.” Aku memohon pada isteriku.“Sekarang mas ceritakan bagaimana mas bisa temukan anak itu? Di mana ibunya saat ini? Tolong mas katakan dengan jujur!!” Pinta isteriku dengan nada suara kembali meninggi di tengah isak tangisnya.
Setelah quality time selama dua hari dengan keluarga, banyak manfaat yang aku rasakan. Setidaknya aku tidak perlu lagi merahasiakan keberadaan Noni, dan isteriku sudah tahu siapa Noni kalau suatu saat Noni telepon aku.Aku sangat bersyukur isteriku sangat penuh pengertian dan bijaksana dalam menyikapi masa laluku, sedikitpun dia tidak kecewa. Malah dia mempersalahkan aku yang meninggalkan Widarti begitu saja, sehingga akibatnya menjadi derita Noni.Saat aku sudah berada di kantor keesokan harinya, Sinta telepon aku. Sinta mengabarkan kalau dia sudah dua hari Staycation di Shangrila Hotel.“Om Danu.. temani aku ya, biasa aku kangen dengan pijatan om Danu.” Itu yang dikatakan Sinta, dia sangat yakin kalau aku tidak akan menolak keinginannya.Aku menolak keinginan Sinta, “Sinta.. hari ini om gak bisa, karena baru pulang quality time sama keluarga.” Aku menolaknya karena situasi dan kondisinya memang tidak memungkinkan.
Aku sudah tahu apa yang dibutuhkan Sinta sebenarnya, hanya saja dia tidak ingin mengutarakannya padaku. Pada titik-titik tertentu ditelapak kakinya aku pijat dengan perlahan secara berulang-ulang. Sinta mulai memberikan reaksi dengan rintihannya.Pada bagian betisnya hanya aku pijat ala kadarnya, karena pada bagian itu tidak ada urat sarafnya yang mengencang. Aku menyusuri bagian tengah pahanya, yang banyak area sensitif. Pada titik ini Sinta mulai memberikan reaksi, “Om.. yang kalem ya di bagian itu.” Pinta Sinta. Aku sudah faham dengan reaksi tersebut.Aku sengaja berlama-lama di bagian tengah kedua pahanya, dengan menggunakan kedua tanganku sekaligus. Tubuh Sinta mulai menggeliat dan meliuk-liuk saking menikmati pijatan di bagian itu. Aku memindahkan kedua tanganku ke bagian pinggulnya yang membukit dan menstimulasinya perlahan-lahan.Saat aku memijat bagian punggungnya, seketika Sinta membalikkan tubuhnya hingga terlentang. Lama aku m
Setelah kencan dengan Sinta, sebelum Maghrib tiba aku sudahtiba di rumah. Isteriku tersenyum semringah menyambut pulang, nikmat mana lagi yang patut aku dustakan. Isteriku mencium tanganku seperti biasanya dan aku pun membalasnya dengan memberikan kecupan di keningnya.Kadang aku merasa sangat berdosa pada isteriku, betapa aku selalu menghianati ketulusan hatinya. Aku baru menyadari kalau aku dianugerahkan Tuhan seorang isteri yang begitu sabar, dan memiliki kelapangan hati yang luar biasa.Yang sering aku tolak dari perlakuan isteriku sejak kami menikah, aku tidak pernah ingin dia melepas sepatuku. Aku tidak ingin memperlakukan dirinya seakan-akan ada di bawah kakiku. Fitrah seorang isteri bagiku tetaplah sebagai tulang rusukku, bukanlah menjadi tulang punggung atau pun telapak kakiku.Sembari mengiringiku ke dalam rumah, isteriku kembali menanyakan perihal Noni, “Mas sudah komunikasi sama Noni? Gimana info soal Mamanya Noni?&rdquo