เข้าสู่ระบบBlake berdehem karena tidak tahu jika dokter residen di depannya memiliki cerita tersendiri dari keluarganya, keluarga yang paling terdekat.
"Jangan terlalu dekat dengan pasien!" ucap Blake membuat Brigitta tertawa sinis.
"Professor, apakah anda tidak punya empati?" tanya Brigitta sembari menatap tajam ke Blake. "Semua orang pasti punya rasa empati bukan?"
"Tidak usah menguliahi aku dengan gaya Sigmund Freud karena kamu masih menyelesaikan mata kulaih psikopatologi kan?" sindir Blake. "Sebenarnya kamu mau ambil bedah atau psikiatri?
Brigitta terdiam. "Bedah, Prof. Tapi bidang psikiatri sangat membantu kita bukan?" jawabnya kemudian.
"Kamu harus fokus salah satu! Jika kamu ambil psikiatri, harusnya kamu dengan professor Hilton, bukan dengan saya!"
Brigitta hanya menghela nafas panjang. "Saya mengambil bedah."
"Yakin?"
"Yakin Prof."
"Lima tahun kamu bersama saya!"
"Iya Prof."
"Saya tidak akan menahan diri jika kamu melakukan kesalahan! Ini menyangkut nyawa manusia!"
Brigitta mengangguk. "Saya tahu Prof."
"Soal waktu bekerja, akan tidak ada jam pasti. Kamu sekarang sebagai residen awal masih enak tapi semakin lama kamu akan semakin rindu dengan kasurmu sendiri karena kamu bisa disini!"
"Saya sudah tahu resikonya. Professor.
"Good. Selamat datang di neraka bedah!"
Brigitta hanya mengangguk. Setelahnya Blake menyuruhnya untuk pulang dan Brigitta pun keluar dari ruang kerja Blake Oxenberg. Gadis itu pun berjalan menuju vending machine dan memasukkan uang koin ke dalam untuk mengambil kopi kalengan dingin. Brigitta membawa kopi kaleng itu menuju sudut lorong rumah sakit dekat dengan gudang tempat janitor meletakkan banyak peralatan dan perlengkapan bersih-bersihnya.
Brigitta membuka kaleng kopinya dan menenggaknya. Rasa pahit kopi melewati tenggorokannya dan Brigitta merasa tenang saat kafein mulai memasuki semua nadinya. Gadis itu bersandar di tembok sambil menyesap kopinya hingga dia mendengar suara-suara yang mencurigakan.
"Yes baby ... Oh i love it ... harder baby ... ah ... ah ... i love your c**** "
Pipi Brigitta memerah karena mendengar racauan yang sering dia dengar di flat sebelah flatnya. Siapa yang bercinta di dalam ruangan janitor jam segini?
"Oh ... Yes ... Yes ...."
Brigitta pun penasaran lalu dirinya membuka pintu janitor dan mengintipnya. Dia melihat ada sepasang manusia sedang asyik masyuk dengan posisi sang wanita bersandar di tembok sementara si pria asyik menggerakan pinggulnya dari belakang. Brigitta semakin terkejut karena pria itu adalah Thomas sementara si wanita adalah Dinah, salah satu residen yang memang dikenal seksi.
"Aku sudah bosan dengan Brigett ...."
Brigitta mendengar ucapan Thomas di sela-sela engahannya.
"Dia ... bodoh! Milikmu nikmat ... sekali Tommy," racau Dinah.
"Aku pindah ke tempatmu ya?" ucap Thomas.
"Pindah saja ... Kita akan sering bercinta ! Tommy ... I'm gonna cum ...."
Brigitta memilihi untuk menutup kembali pintu janitor itu dan dirinya hanya bisa menepuk dadanya yang berdebar kencang. Bukan karena dia melihat adegan vulgar tapi lebih ke tidak menduga bahwa Thomas hanya memikirkan nafsu saja. Brigitta lalu berjalan meninggalkan area itu hingga nyaris bertabrakan dengan Blake Oxenberg yang keluar dari ruang kerjanya.
"Astaga! Dokter Colby! Ini sudah dua kali dalam sehari anda hendak menabrak saya! Ada apa sih dengan pandangan anda!" hardik Blake kesal.
"Sa ... saya .... saya ...." Brigitta tidak bisa menjawab namun Blake bisa melihat Thomas keluar dari ruang janitor bersama dengan Dinah. Baju dan rambut mereka tampak berantakan. Siapapun tahu, mereka berdua baru saja melakukan apa.
Blake lalu menatap wajah Brigitta yang tampak kecewa dan namun ada rasa lega disana.
"Kamu melihat mereka?" tanya Blake.
Brigitta hanya mengangguk pelan.
"Dia pacar kamu? Thomas?"
"Mantan. Dia sudah tidak mau sama saya." Brigitta hanya mendengus kecil.
"Bagus! Lepaskan apa yang membuat kamu rugi! Karena Dokter Colby, saya tidak mau punya anak mentor yang pikirannya bercabang-cabang! Saya mau kamu fokus dalam studi kamu! Paham?" tekan Blake.
"Paham Professor. Saya permisi dulu ...." Brigitta pun berlari kecil ke arah pintu keluar rumah sakit demi bisa mengejar bis jam terakhir. Dirinya terlalu lelah untuk berjalan kaki ke flatnya.
Blake pun menjalankan kursi rodanya menuju mobilnya yang sudah datang menjemputnya. Albert, pelayan setianya, membantu Blake untuk duduk di kursi belakang mobil Bentleynya. Setelahnya Albert melipat kursi roda Blake dan memasukkannya ke dalam bagasi belakang.
"Anda mau mampir ke suatu tempat tuan?" tanya Albert yang sudah duduk di kursi pengemudi.
"Tidak, kita langsung pulang saja."
Albert lalu menyetir mobil mewah itu keluar dari halaman rumah sakit dan Blake melihat Brigitta sedang berdiri di halte bis. Raut wajah gadis itu tampak tidak terbaca, apakah dia sedih atau marah atau apapun.
"Apakah ada sesuatu tuan? Yang membuat anda gusar?" tanya Albert melalui kaca spion.
"Tidak. Semuanya sangat monoton," jawab Blake dingin.
"Anda mau saya siapkan air panas untuk mandi?"
Blake tersenyum smirk. "Kamu tahu saja aku memang sangat membutuhkan itu."
Mobil Bentley bewarna biru tua itu pun menuju ke rumah keluarga Oxenberg meninggalkan Brigitta yang sedang berdiri di halte untuk menunggu bis. Tak lama bisnya pun datang dan Brigitta pun naik. Membutuhkan waktu sekitar sepuluh menit tiba di flatnya jika menggunakan transportasi bis dan dua puluh menit jika berjalan kaki.
Biasanya Brigitta lebih suka berjalan kaki, tapi kali ini dirinya sedang tidak mau jalan kaki. Brigitta pun turun dari bis dan berjalan sedikit lalu tiba di flatnya. Brigitta sangat bersyukur mendapatkan flat murah tapi penghuninya tidak suka ikut campur karena beberapa adalah mahasiswa dan pekerja. Biasanya begitu sampai flat, mereka jarang keluar lagi kecuali akhir pekan yang banyak pergi ke pub atau club hanya itu bersosialisasi atau nonton sepak bola ramai-ramai.
Brigitta naik ke lantai satu dimana flatnya berada di paling pojok dan dia pun membuka kunci pintunya yang memakai password. Setelahnya dia masuk dan mengunci pintunya dengan tiga gerendel disana. Mau dibilang aman, tapi tetap saja Brigitta tidak mau ambil resiko.
"Hah ... aku suka flat aku. Home sweet home," gumamnya.
Suara ponselnya berbunyi dan Brigitta mengambilnya.
"Halo Luce ... Aku baru sampai rumah ... Oh, Professor Oxenberg? Dia hanya memastikan apakah aku serius mengambil bedah atau tidak ...." Brigitta melepaskan jaketnya dan menyimpannya ke dalam lemari. "Luce, kamu tidak percaya apa yang aku lihat dengan mata kepalaku sendiri. Kamu benar Luce ... Soal Thomas."
Brigitta membuka kulkasnya dan mengambil sebotol air mineral dingin.
"Dia memang punya yang lain dan aku melihatnya dia bercinta dengan Dinah di ruang janitor."
*** bersambung ***
Blake tidak bosan-bosannya memandang putranya yang sedang menikmati kolostrum pertamanya dn dia tidak memperdulikan Dokter Zach masih menyelesaikan tindakannya pada Brigitta. Istrinya menatap judes ke Blake karena dia macam mengalami disfungsi sebagai seorang dokter bedah."Blake! Bagaimana bisa kamu tidak berbuat apa-apa padahal kamu adalah seorang dokter bedah terkemuka di Skotlandia!" desis Brigitta membuat Blake baru sadar bahwa ada orang lain yang menyetuh tubuh istrinya."Sudah selesai, Profesor Oxeberg. Dokter Colby sudah saya jahit," senyum Dokter Zach. "Bukankah anatomi semua manusia sama?"Blake menoleh ke arah Dokter Zach. "I'm so sorry. Aku terlalu fokus dengan Bri dan bayi kami," ucap Blake dengan perasaan tidak enak."Tidak apa-apa. Dokter Colby, aku permisi dulu karena anda sudah ada suami anda. Profesor Oxenberg, tolong jaga istri dan anak anda." Dokter Zach membereskan semua peralatannya dan dibantu oleh Alfred. Dokter Zach membersihkan tangannya kemudian menyalami Bl
Dokter Zach menatap wajah tidak bersahabat Blake dan dia tahu bahwa pria di hadapannya adalah suami Brigitta. Dokter Zach sangat paham kenapa Blake seperti itu apalagi dia juga sudah berjanji pada Brigitta untuk tidak memberitahukan pada siapapun termasuk suaminya sendiri."Senang bertemu dengan ...?" "Blake. Blake Oxenberg," jawab Blake dingin membuat Dokter Zach terkejut saat tahu siapa nama lengkap suami Brigitta. Dia tidak menyangka jika pria yang disebut dengan B oleh Brigitta, adalah pria kaya raya di Skotlandia. "Senang bertemu dengan anda, Dokter ... eh tidak, Profesor Oxenberg." Dokter Zach mengulurkan tangannya dan disambut sedikit ogah-ogahan oleh Blake. "Sekarang, apakah kamu tahu dimana istriku?" tanya Blake tanpa basa-basi dan Dokter Zach hanya tersenyum. "Apakah anda akan membawa Dokter Colby pulang?" balas Dokter Zach tanpa takut. "Aku harus membawa Bri pulang karena dia hendak melahirkan! For god's sake! Aku ingin berada di sampingnya selama proses melahirkan itu
Blake tampak termangu di ruang tengah rumah milik Lucy dan dia bisa membayangkan Brigitta sibuk di dapur, menikmati teh panas sambil memandang luar jendela yang memperlihatkan pemandangan indah. Pemandangan pegunungan hijau dengan domba-domba yang dilepas oleh penggembala untuk merumput, melihat rubah keluar di malam hari guna mencari makan. Blake tidak akan heran jika Brigitta meletakkan piring diatas pagar untuk makanan burung-burung liar yang datang.Pria itu membuka pintu kamar tidur yang dia yakini adalah kamar Brigitta dan tersenyum karena feelingnya benar. Dia melihat baju-baju istrinya masih ada dan sebuah buku tentang kehamilan ada di sisi kanan atas nakas sebelah tempat tidurnya. Blake melihat ada pembatas di buku itu dan membukanya. Matanya mengenali tulisan tangan Brigitta yang mencatat disana dengan banyak note macam-macam."Sangat khas kamu, Bri. Jika ada suatu hal yang kamu pertanyakan atau tidak tahu, pasti kamu berikan catatan disana." Blake tersenyum karena sangat ha
Brigitta melihat kamarnya dan mengakui tidak terlalu berbeda dengan kamarnya kemarin. Brigitta bahkan bisa melihat pemandangan indah dari jendela kamarnya dan suasananya sangat menenangkan hati. Suara ketukan di pintu membuat Brigitta menoleh."Maaf Dokter Colby tapi aku harus kembali ke Killin untuk mengambil semua baju kamu dan perlengkapan semuanya." Dokter Zach tersenyum lembut. "Kamu tenang saja, aku tidak akan terburu-buru karena tahu akan membuat curiga suamimu kan?""Iya kalau Blake masih ada disana ... tapi kalau sudah pulang, aku lebih suka tinggal di Killin." Brigitta menatap serius ke dokter Zach."Jika situasinya sudah kondusif, kita akan kembali ke Killin.""Jika begitu, jangan semua baju kamu aku ambil. Anggap saja kamu sedang piknik ya?" ucap Dokter Zach."Terima kasih Dokter Zach."Dokter senior itu pun pergi meninggalkan Brgitta sendirian di rumah Braemar. Merasa gabut, Brigitta pun mencari kesibukan dengan membersihkan rumah dan membuat makanan dari kaleng makanan
Mary tersenyum ke arah Blake. "Anda mencari wanita yang sedang hamil bernama Brigitta Colby? Maaf, tapi dia sudah pergi, menghilang entah kemana."Blake melongo. "Apa? Anda berbohong!""Anda bisa memeriksa sendiri." Mary mengedikkan dagunya dan Blake pun bergegas masuk ke dalam rumah. Pria itu melihat tanda-tanda Brigitta pergi terburu-buru pergi. Blake menghampiri teko yang ada di atas meja makan dan merabanya dengan punggung tangannya. Masih hangat. Blake merasa istrinya belum terlalu lama pergi karena teko teh itu belum terlalu lama ditinggal di atas meja dan udara sekarang baru masuk musim gugur jadi teh panas bisa menjadi dingin dalam waktu tidak lama."Dimana Brigitta? Dimana istriku?" tanya Blake ke Mary. "Siapa namamu?""Namaku Mary dan aku adalah sesepuh disini anak muda. Siapa namamu?" balas Mary dengan gaya kalem." Namaku Blake dan Brigitta Colby adalah istriku. For God's sake, dia sedang hamil anakku!" seru Blake kesal."Aku tidak tahu Brigitta kemana. Jika kamu memang s
EdinburghAlbert mendapatkan detektif yang berbeda dari apa yang disewa oleh Blake. Dokter bedah itu berharap akan mendapatkan informasi yang akurat dan bisa menemukan Brigitta dan bayi yang masih di dalam kandungannya. Blake tidak mau ada hilang moment saat proses kelahiran anaknya nanti."Apakah detektif yang ini, bisa menemukan Bri?" tanya Blake ke Albert."Saya harap bisa tuan. Semakin banyak orang yang mencari, bukankah kemungkinan ditemukan akan semakin besar?" jawab Albert.Blake mengangguk. "Kamu benar. Aku tetap merasa Lucy tahu semuanya."Albert mengangguk. "Saya juga merasa demikian."***Seminggu KemudianBrigitta merasa akhir-akhir ini suasana di desa Killin tidak nyaman dan seperti ada yang mengawasi dirinya. Dokter Zach yang melihat rekannya tampak tidak nyaman, ikut penasaran kenapa Brigitta seperti itu."Ada apa Dokter Colby?" tanya Dokter Zach saat melihat Brigitta tampak gelisah."Rasanya seperti ada orang yang mengawasi saya, Dokter Zach," jawab Brigitta.Dokter Za







