Share

4. Ternyata ...

Author: Hana Reeves.
last update Last Updated: 2025-10-03 20:18:46

Blake berdehem karena tidak tahu jika dokter residen di depannya memiliki cerita tersendiri dari keluarganya, keluarga yang paling terdekat. 

"Jangan terlalu dekat dengan pasien!" ucap Blake membuat Brigitta tertawa sinis.

"Professor, apakah anda tidak punya empati?" tanya Brigitta sembari menatap tajam ke Blake. "Semua orang pasti punya rasa empati bukan?"

"Tidak usah menguliahi aku dengan gaya Sigmund Freud karena kamu masih menyelesaikan mata kulaih psikopatologi kan?" sindir Blake. "Sebenarnya kamu mau ambil bedah atau psikiatri?

Brigitta terdiam. "Bedah, Prof. Tapi bidang psikiatri sangat membantu kita bukan?" jawabnya kemudian.

"Kamu harus fokus salah satu! Jika kamu ambil psikiatri, harusnya kamu dengan professor Hilton, bukan dengan saya!" 

Brigitta hanya menghela nafas panjang. "Saya mengambil bedah."

"Yakin?"

"Yakin Prof."

"Lima tahun kamu bersama saya!"

"Iya Prof."

"Saya tidak akan menahan diri jika kamu melakukan kesalahan! Ini menyangkut nyawa manusia!"

Brigitta mengangguk. "Saya tahu Prof."

"Soal waktu bekerja, akan tidak ada jam pasti. Kamu sekarang sebagai residen awal masih enak tapi semakin lama kamu akan semakin rindu dengan kasurmu sendiri karena kamu bisa disini!"

"Saya sudah tahu resikonya. Professor.

"Good. Selamat datang di neraka bedah!"

Brigitta hanya mengangguk. Setelahnya Blake menyuruhnya untuk pulang dan Brigitta pun keluar dari ruang kerja Blake Oxenberg. Gadis itu pun berjalan menuju vending machine dan memasukkan uang koin ke dalam untuk mengambil kopi kalengan dingin. Brigitta membawa kopi kaleng itu menuju sudut lorong rumah sakit dekat dengan gudang tempat janitor meletakkan banyak peralatan dan perlengkapan bersih-bersihnya. 

Brigitta membuka kaleng kopinya dan menenggaknya. Rasa pahit kopi melewati tenggorokannya dan Brigitta merasa tenang saat kafein mulai memasuki semua nadinya. Gadis itu bersandar di tembok sambil menyesap kopinya hingga dia mendengar suara-suara yang mencurigakan. 

"Yes baby ... Oh i love it ... harder baby ... ah ... ah ... i love your c**** "

Pipi Brigitta memerah karena mendengar racauan yang sering dia dengar di flat sebelah flatnya. Siapa yang bercinta di dalam ruangan janitor jam segini?

"Oh ... Yes ... Yes ...."

Brigitta pun penasaran lalu dirinya membuka pintu janitor dan mengintipnya. Dia melihat ada sepasang manusia sedang asyik masyuk dengan posisi sang wanita bersandar di tembok sementara si pria asyik menggerakan pinggulnya dari belakang. Brigitta semakin terkejut karena pria itu adalah Thomas sementara si wanita adalah Dinah, salah satu residen yang memang dikenal seksi.

"Aku sudah bosan dengan Brigett ...."  

Brigitta mendengar ucapan Thomas di sela-sela engahannya.

"Dia ... bodoh! Milikmu nikmat ... sekali Tommy,"  racau Dinah.

"Aku pindah ke tempatmu ya?" ucap Thomas.

"Pindah saja ... Kita akan sering bercinta ! Tommy ... I'm gonna cum ...."

Brigitta memilihi untuk menutup kembali pintu janitor itu dan dirinya hanya bisa menepuk dadanya yang berdebar kencang. Bukan karena dia melihat adegan vulgar tapi lebih ke tidak menduga bahwa Thomas hanya memikirkan nafsu saja. Brigitta lalu berjalan meninggalkan area itu hingga nyaris bertabrakan dengan Blake Oxenberg yang keluar dari ruang kerjanya.

"Astaga! Dokter Colby! Ini sudah dua kali dalam sehari anda hendak menabrak saya! Ada apa sih dengan pandangan anda!" hardik Blake kesal. 

"Sa ... saya .... saya ...." Brigitta tidak bisa menjawab namun Blake bisa melihat Thomas keluar dari ruang janitor bersama dengan Dinah. Baju dan rambut mereka tampak berantakan. Siapapun tahu, mereka berdua baru saja melakukan apa. 

Blake lalu menatap wajah Brigitta yang tampak kecewa dan namun ada rasa lega disana.

"Kamu melihat mereka?" tanya Blake.

Brigitta hanya mengangguk pelan.

"Dia pacar kamu? Thomas?" 

"Mantan. Dia sudah tidak mau sama saya." Brigitta hanya mendengus kecil.

"Bagus! Lepaskan apa yang membuat kamu rugi! Karena Dokter Colby, saya tidak mau punya anak mentor yang pikirannya bercabang-cabang! Saya mau kamu fokus dalam studi kamu! Paham?" tekan Blake.

"Paham Professor. Saya permisi dulu ...." Brigitta pun berlari kecil ke arah pintu keluar rumah sakit demi bisa mengejar bis jam terakhir. Dirinya terlalu lelah untuk berjalan kaki ke flatnya.

Blake pun menjalankan kursi rodanya menuju mobilnya yang sudah datang menjemputnya. Albert, pelayan setianya, membantu Blake untuk duduk di kursi belakang mobil Bentleynya. Setelahnya Albert melipat kursi roda Blake dan memasukkannya ke dalam bagasi belakang.

"Anda mau mampir ke suatu tempat tuan?" tanya Albert yang sudah duduk di kursi pengemudi.

"Tidak, kita langsung pulang saja."

Albert lalu menyetir mobil mewah itu keluar dari halaman rumah sakit dan Blake melihat Brigitta sedang berdiri di halte bis. Raut wajah gadis itu tampak tidak terbaca, apakah dia sedih atau marah atau apapun.

"Apakah ada sesuatu tuan? Yang membuat anda gusar?" tanya Albert melalui kaca spion.

"Tidak. Semuanya sangat monoton," jawab Blake dingin.

"Anda mau saya siapkan air panas untuk mandi?" 

Blake tersenyum smirk. "Kamu tahu saja aku memang sangat membutuhkan itu."

Mobil Bentley bewarna biru tua itu pun menuju ke rumah keluarga Oxenberg meninggalkan Brigitta yang sedang berdiri di halte untuk menunggu bis. Tak lama bisnya pun datang dan Brigitta pun naik. Membutuhkan waktu sekitar sepuluh menit tiba di flatnya jika menggunakan transportasi bis dan dua puluh menit jika berjalan kaki. 

Biasanya Brigitta lebih suka berjalan kaki, tapi kali ini dirinya sedang tidak mau jalan kaki. Brigitta pun turun dari bis dan berjalan sedikit lalu tiba di flatnya. Brigitta sangat bersyukur mendapatkan flat murah tapi penghuninya tidak suka ikut campur karena beberapa adalah mahasiswa dan pekerja. Biasanya begitu sampai flat, mereka jarang keluar lagi kecuali akhir pekan yang banyak pergi ke pub atau club hanya itu bersosialisasi atau nonton sepak bola ramai-ramai.

Brigitta naik ke lantai satu dimana flatnya berada di paling pojok dan dia pun membuka kunci pintunya yang memakai password. Setelahnya dia masuk dan mengunci pintunya dengan tiga gerendel disana. Mau dibilang aman, tapi tetap saja Brigitta tidak mau ambil resiko. 

"Hah ... aku suka flat aku. Home sweet home," gumamnya. 

Suara ponselnya berbunyi dan Brigitta mengambilnya. 

"Halo Luce ... Aku baru sampai rumah ... Oh, Professor Oxenberg? Dia hanya memastikan apakah aku serius mengambil bedah atau tidak ...." Brigitta melepaskan jaketnya dan menyimpannya ke dalam lemari. "Luce, kamu tidak percaya apa yang aku lihat dengan mata kepalaku sendiri. Kamu benar Luce ... Soal Thomas."

Brigitta membuka kulkasnya dan mengambil sebotol air mineral dingin.

"Dia memang punya yang lain dan aku melihatnya dia bercinta dengan Dinah di ruang janitor."

*** bersambung ***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjebak Gairah Dosen Lumpuh   6. Mulai Bersama Mentor

    Brigitta terkejut saat tahu siapa yang menarik tangannya. Otomatis gadis itu pun merasa tidak nyaman apalagi kemarin dia melihat sendiri bagaimana Thomas berperilaku seperti itu. Brigitta berusaha melepaskan genggaman tangannya."Lepas Thomas!" Brigitta menyentakkan tangannya dan Thomas melepaskan genggamannya."Kamu itu ngapain datang shift siang? Kan kita seharusnya tukaran!" hardik Thomas."Apa? Kamu sendiri yang sudah buat keputusan dan aku tidak akan bertukar shift denganmu!" balas Brigitta."Kamu itu ....""Apa? Kamu minta tukar shift denganku karena Dinah dapat shift siang dan kamu dapat shift malam kan?" ejek Brigitta. "Kenapa tidak Dinah saja yang sangat menikmati c*** kamu yang tukar shift jadi kalian bisa bertukar peluh?"Thomas menatap Brigitta bingung. "Apa maksud kamu?"Brigitta tertawa sinis. "Memangnya aku tidak tahu kalau kamu mau pindah ke apartemen Dinah ... di dalam janitor! Aku melihat kalian keluar dari ruang janitor dengan baju berantakan. Sebelumnya aku melihat

  • Terjebak Gairah Dosen Lumpuh   5. Latar Belakang Blake

    Blake Oxenberg menikmati acara berendam dalam bathubnya yang berukuran besar dengan air hangat ditambah bom busa yang semakin membuat kamar mandinya harum. Blake menyandarkan kepalanya di sandaran bathub dan memejamkan matanya.Menjadi dokter bedah di usia 24 tahun dan termuda di Inggris Raya, membuat Blake disegani karena kejeniusannya hingga dia pun menjadi pribadi yang sombong dan arogan. Ditambah dia mendapatkan gelar professor di usia 31 tahun, membuat namanya semakin terkenal.Blake memiliki wajah tampan dengan rahang tegas, rambut hitam tebal sedikit ikal, alis berbentuk pedang yang merupakan alis alaminya, mata biru yang sangat gelap seperti samudera ditambah bulu mata lentik, hidung macung terpahat sempurna khas aristokrat dan bibirnya yang tidak terlalu tebal tapi seksi, membuatnya banyak dikejar banyak kaum Hawa.Blake sendiri termasuk selektif dalam memilih pasangan dan empat tahun lalu dia berkencan dengan Victoria McDean, salah satu anggota keluarga bangsawan Skotlandia,

  • Terjebak Gairah Dosen Lumpuh   4. Ternyata ...

    Blake berdehem karena tidak tahu jika dokter residen di depannya memiliki cerita tersendiri dari keluarganya, keluarga yang paling terdekat. "Jangan terlalu dekat dengan pasien!" ucap Blake membuat Brigitta tertawa sinis."Professor, apakah anda tidak punya empati?" tanya Brigitta sembari menatap tajam ke Blake. "Semua orang pasti punya rasa empati bukan?""Tidak usah menguliahi aku dengan gaya Sigmund Freud karena kamu masih menyelesaikan mata kulaih psikopatologi kan?" sindir Blake. "Sebenarnya kamu mau ambil bedah atau psikiatri?Brigitta terdiam. "Bedah, Prof. Tapi bidang psikiatri sangat membantu kita bukan?" jawabnya kemudian."Kamu harus fokus salah satu! Jika kamu ambil psikiatri, harusnya kamu dengan professor Hilton, bukan dengan saya!" Brigitta hanya menghela nafas panjang. "Saya mengambil bedah.""Yakin?""Yakin Prof.""Lima tahun kamu bersama saya!""Iya Prof.""Saya tidak akan menahan diri jika kamu melakukan kesalahan! Ini menyangkut nyawa manusia!"Brigitta menganggu

  • Terjebak Gairah Dosen Lumpuh   3. Brigitta Terkejut

    "Hai ... Kalian makan saja berdua," ucap Lucy."Iya. Kamu pergi saja Luce!" ucap Thomas judes.Lucy pun memajukan bibirnya dan pergi meninggalkan Brigitta bersama Thomas."Sekarang aku tanya sekali lagi. Kita sudah bersama tiga bulan dan biasanya dalam waktu segitu, kita sudah waktunya tinggal bersama, Bri." Thomas menatap Brigitta. "Please?""Kalau tinggal bersama, mau tinggal dimana? Kamu saja masih tinggal di asrama.""Ya di flat kamu lah! Kan kamu sudah punya flat," jawab Thomas dengan entengnya membuat Brigitta terkejut."Flat aku? Flat aku kecil, Thom! Hanya ada satu kamar tidur dan tidak ada tempat buat dua orang!" jawab Brigitta yang merasa keberatan."Hei, kan kalau kamu masuk shift malam, ada yang jaga kan?"Brigitta menggeleng. "Tidak, Thomas. Aku tidak bisa ...."Thomas tampak terkejut. "Kamu tidak cinta aku?""Bukan begitu tapi aku belum siap Thomas untuk tinggal bersama," jawab Brigitta.Thomas mendengus. "Memang kamu tidak cinta aku!" Pria itu pun berdiri dan meninggalk

  • Terjebak Gairah Dosen Lumpuh   2. Blake Oxenberg

    Pria yang duduk diatas kursi roda itu menatap tajam ke arah Brigitta yang bangun dengan wajah memucat dan gestur tubuh kikuk."Ma ... maafkan saya, Professor Oxenberg. Sa ... saya tidak sengaja," bisik Brigitta dengan nada gemetar."Mata kamu kemana?" bentak pria yang dipanggil Professor Oxenberg."Ma ... Maaf, Sir." Brigitta pun menunduk dan Professor Oxenberg mengambil ID card yang terjatuh di lantai dan mulai membacanya."Brigitta Colby, MD." Mata biru Professor Oxenberg menatap wajah ketakutan Brigitta. "Kamu residen?""I ... iya Prof.""Kita tidak butuh residen tidak kompeten macam kamu!" Professor Oxenberg melemparkan ID Card Brigitta ke tubuhnya membuat gadis itu terlonjak kaget."Tidak ... tidak akan terulang lagi, Prof," cicit Brigitta. Professor Oxenberg pun memencet tombol di kursi rodanya dan mulai berjalan masuk ke dalam rumah sakit sementara Brigitta berusaha untuk tidak menangis karena ditegur oleh salah satu dokter bedah senior yang sudah bergelar Professor di usianya

  • Terjebak Gairah Dosen Lumpuh   1. Brigitta Colby

    Sebuah Kampus Terkenal di Edinburgh SkotlandiaSeorang gadis berlari tergesa-gesa memasuki gedung yang terbuat dari batu, mengingatkan pada film-film history atau Harry Potter. Sesampainya di dalam, dia menarik nafas dulu lalu bergegas naik tangga menuju lantai tiga dimana ruang kuliahnya berada. Gadis itu membuka pintu perkuliahan dan berjalan mengendap-endap menuju kursi bagian belakang. "Brigitta Colby! Ini sudah dua kali anda terlambat kelas saya! Kali ini masih saya tolerir! Ketiga kalinya, tidak ada kelas saya untuk anda!"Gadis itu mematung karena suara dosennya terdengar dan mengenalinya."Selamat pagi Prof Hilton," senyum Brigitta dengan kikuk. "Masih untung anda terlambat tiga menit. Dua menit lagi, anda saya usir!" Pria yang berdiri di depan para mahasiswa itu menatap tajam dari balik kacamatanya."Tidak akan terjadi lagi Prof," jawab gadis itu dengan sikap meyakinkan."Saya pegang kata-kata anda, Miss Colby." Professor Hilton lalu kembali ke papan tulis."Bagaimana kamu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status