Share

Bab 5 - Pernikahan

Author: Serenaluna
last update Last Updated: 2025-04-24 00:18:47

Tiga bulan setelah konferensi pers, foto prewed absurd, dan lima belas gaun—tibalah hari yang katanya sakral: pernikahan.

Pesta setelah pernikahan secara agama digelar megah di ballroom hotel bintang lima. Lampu gantung kristal. Dinding marmer. Mahal dan glamor.

Ariadna duduk di depan cermin besar kamar pengantin, gaun putih berlapis satin dan renda melekat sempurna di tubuhnya.

Make-up artist baru saja pamit, meninggalkan Ariadna berdua dengan ayahnya yang baru saja masuk yang Ariadna yakin tentunya bukan untuk memberi wejangan pernikahan.

“Aku cuma minta satu hal,” kata Pak Damian sambil merapikan dasinya di cermin. “Jaga sikapmu. Kamu akan tinggal di rumah Vernando. Jangan bikin masalah.”

Ariadna menoleh tajam “Oh, tentu. Karena itulah gunanya anak perempuan, kan? Dandan, diam, dan menyelamatkan reputasi ayahnya“

Pak Damian memutar badan, matanya menyala. “Jangan mulai—”

“Apa Ayah mau menamparku sekarang? Di hari pernikahanku? Silakan. Ayo,” tantang Ariadna, berdiri.

Ia mendekat. “Tapi tolong pastikan bekasnya rata, supaya bisa sekalian jadi blush-on.”

Pak Damian menatap Ariadna kesal. “Kau terus menerus mengatakan itu salah ayah itu salah ayah. Apa kau juga mengira ayah menerima suap dari Vernando sehingga foto itu menjadi skandal?!”

“Lalu apa ??? Lagipula, memangnya ayah pernah menjelaskan kepadaku cerita sebenarnya? Tidak kan? Memang kita pernah bicara normal sejak aku pulang !?”

“Ariadna,” Pak Damian memelankan suaranya. “Ayah hanya membantunya meloloskan dan membebaskan tanah di Kali Jaring untuk proyek yang akan dia bangun disitu. Ayah hanya membantu seorang warga negara untuk membuka proyek yang akan menciptakan banyak lapangan kerja. Nah, karena ayah sudah membantu sangat banyak, dia memberi ayah sedikit terimakasih. Ayah sudah menolak, tapi beliau memberi dengan tulus Bukankah kita juga harus “menerima” untuk menjaga relasi?”

Ariadne mengerjap. Bagaimana bisa ayahnya memoles keserakahannya sebusuk ini. “Maksud ayah membuka lapangan kerja bagi pelacur untuk klub malam?” desisnya

Pak Damian mengangkat tangannya setengah—terhenti. Rahangnya mengeras. Lalu, tangan itu berubah arah. Meremas bahu Ariadna keras-keras.

Ariadna meringis. “Sakit, ayah!”

Tiba-tiba, tangan Pak Damian ditarik kuat dari belakang.

“Cukup.”

Ariadna tertegun oleh suara dingin itu. Vernando!

“Maaf jika saya tidak sopan kepada ayah mertua. Tapi saya membutuhkan istri saya dalam keadaan baik. Fisik maupun mental.”

Tangan Damian ditarik dari bahu Ariadna. Dalam sekejap, Vernando menggenggam tangan Ariadna dan membawanya pergi. Tak ada penjelasan, tak ada sisa basa-basi. Langkah mereka cepat menembus koridor menuju lift. Hening. Tapi tidak ada yang keberatan.

Ariadna ingin bicara. Ingin mengatakan terima kasih, atau setidaknya kenapa kamu membelaku?. Tapi yang keluar dari mulutnya hanyalah helaan napas. Bagaimanapun, selain rasa terimakasih, dia juga merasa malu pertengkaran keluarganya dilihat orang lain. Tapi rasa malu itu sedikit terhapus dengan rasa berdebar yang saat ini dirasakannya bersamaan dengan genggaman kuat Vernando.

Tidak, tidak, sadar Ariadna! Jangan terkesan! Dia mafia bukan pahlawan! Pikir Ariadna sambil menggeleng kuat-kuat yang membuat Vernando melirik gadis itu dengan agak heran.

Sampai di ballroom, tamu-tamu mulai berdatangan. Musik jazz mengalun seperti dibuat untuk menyamarkan percakapan para pejabat dan taipan yang saling intip posisi politik. Ariadna berdiri di sisi Vernando, tangannya menggenggam buket, senyumnya sudah otomatis. Ia bahkan bisa mengucapkan, “Terima kasih sudah datang, Tante, salam buat Om,” sambil menghitung di kepalanya berapa langkah lagi menuju pintu keluar.

Vernando, seperti biasa, tampak nyaris tak terganggu. Dasi rapi, mata datar, dan sikap tenang tanpa euforia apapun.

—----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Pesta berakhir larut malam. Musik pelan, lampu diredupkan, para tamu pulang membawa kotak souvenir dan cerita. Keduanya akhirnya dibebaskan dari keramahan sosial.

Kamar pengantin mereka mewah. Kelopak mawar, lilin aromaterapi, dan—yang paling tidak Ariadna harapkan—kamar mandi tembus pandang.

Ariadna yang lebih dulu masuk ke kamar mandi dengan niat berganti pakaian, langsung keluar lagi dengan ekspresi ngeri.

"INI KACANYA TEMBUS PANDANG!" serunya, suaranya hampir terputus karena terkejut. Tangannya masih sibuk membetulkan gaunnya yang hampir terlepas seluruhnya.

Vernando yang baru membuka dasi, menatap Ariadna "Memang, kamar honeymoon."

"Kenapa kamu—anda, nggak bilang?! DAN JANGAN LIHAT KESINI!!"

Vernando menoleh ke arah lain "Kupikir memang mau menggodaku."

"APA?!"

Vernando menjawab tak acuh "Maksudku, kamu pasti sudah tahu. Lihat, kamar ini desainnya memang untuk honeymoon, kan?" Ia berjalan santai ke arah lemari, tanpa terburu-buru.

“Kamu boleh bicara biasa saja denganku, panggilan aku-kamu lebih nyaman untuk suami-istri.” lanjut pria itu membuat Ariadna merona mendengar kata “suami-istri”.

Vernando masuk ke kamar mandi, menyalakan shower. Suara air mengalir. Ariadna memunggunginya, tapi bisa membayangkan pria itu di balik kaca. Sial. Kenapa harus transparan. Ia mencoba tidak membayangkan tetesan air di kulit pria itu. Tapi otaknya tidak kooperatif.

“Kopor, pernikahan, kamar honeymoon ini… ! Kau tahu semua ini gila, kan?” Ariadna membuat percakapan untuk menutupi gugupnya.

“Gila terlalu subjektif. Dalam bisnis, kita menyebutnya manajemen risiko.” Vernando menjawab di sela-sela suara shower yang membasahi tubuhnya

“Dan aku risiko yang kau ambil?” tukas Ariadna muak.

“Kau bukan risiko. Kau solusi dari masalah yang tidak kumulai. Jadi mari kita sepakati: aku juga korban disini.”

Ariadna tertawa pendek “Kaulah yang bersedia menjadi korban untuk menikah karena citra! Iya kan !?”

“Karena citra, karena kehormatan, karena uang, karena kau cantik. Ambil alasan yang paling bisa kau terima.”

Ariadna hendak menjawab ketika didengarnya langkah Vernando sudah di belakangnya. Reflek dia menoleh, dan terkesiap melihat pemandangan di depannya.

Vernando keluar hanya mengenakan baju mandi putih longgar yang mengekspos dada bidangnya.. Rambutnya basah, terjuntai tanpa wax yang biasa ia kenakan. Air menetes dari rahang ke leher turun ke dadanya yang lebar memberi kilau di sana, dan Ariadna tanpa sadar menatap lama.

Pria itu mendekat, aroma sabun mint dan dupa dari tubuhnya mengisi udara. Ariadna bisa merasakan detak jantungnya yang semakin cepat. ‘Kenapa? Kenapa dia mendekat? Kenapa dia menunduk? Oh Tuhan kenapa wangi sekali, sial.’ Ariadna panik dalam hati.

“Ari….” suara Vernando rendah, menggelitik telinga gadis itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat Cinta Tuan Penguasa Hiburan Malam   Bab 24 - Konfrontasi

    Ariadna hampir membanting pintu kaca besar di lobi kantor Vernando ketika ia masuk. Sepatu haknya menghentak lantai marmer, menandai setiap langkah penuh amarah. Tanpa peduli pandangan para staf, ia langsung menuju ruang utama di lantai atas.Begitu pintu terbuka, Sebastian—yang sedang berdiri di dekat meja kerja—menoleh. Vernando duduk di balik meja, memeriksa berkas. “Vernando!”Vernando mengangkat kepalanya Apa kau membunuh Sean?” Ariadna bertanya langusngVernando mengerutkan kening, melirik Sebastian.Sebastian merapatkan map ke dada. “Maaf pak, laporannya datang tadi pagi ketika Anda sedang rapat bersama pak menteri. Saya terlewat menginformasikannya...”“Tidak usah bersandiwara,” potong Ariadna. “Jelas ini kerjaannya Vernando, masa dia tidak tahu!”Sebastian menarik napas, hendak menjawab, namun pergelangan tangan Vernando terangkat ringan—perintah sunyi untuk diam.“Pertanyaanku sederhana,” kata Vernando tenang. “Apa motifku membunuh Sean?”“Cemburu,” jawab Ariadna, tajam, s

  • Terjerat Cinta Tuan Penguasa Hiburan Malam   Bab 23 - Emosi

    “Tehnya enak banget, Ari. Ini teh apa, ya? Aku juga mau beli buat di rumah!” Hana menutup matanya sebentar, menghirup aromanya dalam-dalam.Pagi itu, Hana datang ke mansion dengan dijemput langsung oleh Oktal—supir Ariadna yang untungnya kemarin tidak jadi dipecat meskipun lalai menjaga tuannya.“Aku nggak tahu,” jawab Ariadna tanpa mengangkat wajah dari tablet. “Nanti aku suruh staff bawakan untukmu dari dapur.”“Sudah, berhenti membaca komentar-komentar nggak masuk akal itu!” Hana merebut tablet dari tangan Ariadna lalu menyelipkannya di bawah bantal sofa, “Aku datang buat menghiburmu dan bikin kamu lupa sama netizen brengsek itu, bukan malah mendukungmu meratapi nasib,” lanjut Hana dengan nada separuh prihatin, separuh kesal.Ariadna menghela napas berat, bersandar ke sofa. “Aku cuma… penasaran. Kenapa dalam waktu beberapa jam setelah pertemuanku dengan Lysandra, ada serangan semasif itu. Ternyata fansnya memang segila itu, ya?”“Jangan polos, Ari. Selain fans, dia juga gerakin bu

  • Terjerat Cinta Tuan Penguasa Hiburan Malam   Bab 22 - Kekacauan

    Ariadna membanting ponselnya ke dinding. Kesabarannya habis. Aplikasi chat dan pesannya semua macet karena serangan pesan bertubi-tubi dari ratusan nomor yang tidak dikenalnya. Sementara itu, telepon di ruang tamu lantai satu juga tidak berhenti berderaing. Kabarnya, telepon di ruang penerimaan tamu di gerbang depan juga tak berhenti menerima panggilan. Ariadna menggigit bibir. Dia sering dengar jangan pernah menyinggung seorang selebritis media karena fansnya lebih radikal daripada komunitas apapun, tapi baru kali ini dia merasakannya sendiri. Pesan dan panggilan dari fans Lysandra tidak henti mendatanginya. Semua makian dan kata-kata kasar yang bahkan belum pernah ia dengar seumur hiduo sudah ditelannya. “Cabut saja semua sambungan teleponnya!!” teriak Ariadna frustasi“Nyonya……nyonya..!” seorang asisten menghadap Ariadna buru-buru. Ariadna menoleh garang, membuat asistennya sedikit mundur. Ariadna menghela nafas “Katakan.”“Maaf, ada laporan dari depan, kiriman makanan pesan an

  • Terjerat Cinta Tuan Penguasa Hiburan Malam   Bab 21 - Merayu

    Menyadari Vernando sedikit goyah, gadis itu semakin agresif memainkan lidahnya di tekinga pria itu. Vernando tak mengelak, dan mulai menikmati. Tangannya yang semula memegang lengan gadis itu untuk mendorongnya turun, tanpa sadar bergerak menyusup ke baju Lysandra yang memang berleher rendah, memperlihatkan belahan dadanya. Ketika tangan Vernando meremas dada Lysandra, gadis itu mendesah pelan di telinganya “Kulum, nando…” rengeknya manja. Vernando, bagaimanapun adalah pria biasa yang sudah lama tidak dihibur wanita. Kesibukan serta kehidupan ranjangnya bersama Ariadna yang tidak pernah terjadi membuatnya sedikit stress juga. Mendengar desahan Lysandra yang memang mantannya, instingnya berjalan duluan daripada logikanya. Ditariknya kepala gadis itu dengan kasar, dan diciumnya Lysandra dengan buas seolah hilang akal.Sambil mengulum bibir Lysandra, disentakkannya blouse gadis itu hingga setengah telanjang membuat Vernando semakin leluasa meremas dan menyentuh tubuhnya. Setelah puas

  • Terjerat Cinta Tuan Penguasa Hiburan Malam   Bab 20 - Melabrak

    Vernando sedang menerima sejumlah berkas dari Sebastian ketika Lysandra menerobos maduk ke kantornya di lantai teratas Angels. “Nona Lysandra! Sudah lama tidak….” “Diam kau ular. Pergi dari sini aku mau bicara dengan tuanmu!” Lysandra melewati Sebastian berjalan ke meja Vernando Sebastian, masih dengan senyum lebar dan tangan merentang yang diabaikan,, melirik kepada Bosnya. Vernando memijit pelipisnya, kemudian mengibaskan tangannya pada Sebastian. “Baik. Saya ada di depan jika dibutuhkan.” kata Sebatian mundur ke arah pintu dan menutupnya.Keheningan menguasai ruangan selepas Sebastian meninggalkan mereka berdua. Vernando tahu, dengan sifat keras kepala dan ego yang begitu tinggi dari Lysandra, mau tak mau ia harus memulai percakapan. "Tak usah begitu galak padanya. Dulu kalian kan sangat dekat." Vernando berkata, melihat ke arah Sebastian pergi"Hah! Jangan kau pikir aku tidak tahu soal bagaimana dia berperan penting dalam setuap keputusanmu, termasuk pada pembatalan pe

  • Terjerat Cinta Tuan Penguasa Hiburan Malam   Bab 19 - Rindu

    Ariadna menatap Vernando dengan pandangan tercengang. Tidak menyangka kata-kata semanis “rindu” bisa keluar juga dari bibir itu.“......Mungkin dia rindu” kata-kata itu menggema di kepalanya yang membuatnya menunduk sedikit, menyembunyikan ekspresi yang bahkan ia sendiri belum sempat pahami. Vernando mencondongkan badan lebih dekat, menatap Ariadna “Kenapa? Apa kau terganggu?” Ariadna tak menjawab. “Atau cemburu?”Ariadna berkedip, tapi dia masih diam.Vernando menyeringai tipis, memundurkan tubuhnya, bersandar ke sofa. “Jawaban diam yang cukup nyaring.”Ariadna menahan napas sejenak, lalu berkata ringan, “Cemburu adalah reaksi atas ancaman. Dan aku tidak menganggap perempuan yang berteriak dan mencakar sebagai ancaman.”Vernando tertawa kecil. “Jawaban diplomatis. Apa semua putri pejabat punya les pribadi bermain kata seperti ini?”“Aku juga heran, apa semua mafia juga bisa mengatakan istilah perasaan semacam “rindu” sepertimu?” “Mungkin agak berbeda artinya dengan kalian tapi kam

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status