Share

2. Tukar Jodoh

Author: Banyu Biru
last update Last Updated: 2025-07-08 22:05:11

Aku melongo, tidak menyangka ucapan bapak. "Bapak mau nikahin aku sama siapa?" Ulangku.

Bapak menoleh ke belakang, ke arah sopirnya yang berdiri di belakang kami.

"Dengan Fatih!"

"Apa, Pak!" Seketika tubuhku luruh.

Suara Bapak menggelegar mengalahkan petir saat badai.

Aku menatap bapak tak percaya. Bapak akan menikahkanku dengan Fatih? Sopir baru bapak? Ini sih keluar dari kandang singa tapi masuk kandang buaya. Damar yang kenal bertahun-tahun saja bisa mengkhianatiku apalagi Fatih yang baru kenal beberapa bulan?

"Bapak mau nikahin Safira sama Fatih? Laki-laki ini? Yang cuma sopir? Pak Atmojo gak salah?" Damar menatap Fatih dengan tatapan menghina.

Aku mendesah pelan. Kupikir bapak akan menikahkanku dengan laki-laki yang jauh di atas Damar, tapi ternyata cuma dinikahkan dengan sopir, apa gak jadi bahan tertawaan satu desa nantinya? Benar saja, Meta yang mendengarnya menahan senyum sambil melirikku sinis.

Aku kembali terduduk. Tak ada lagi tenaga untuk mendebat bapak saat ini. Aku benar-benar tak percaya dengan takdir yang seakan mempermainkanku. Seorang Safira Hardian, ASN muda di salah satu SMA batal menikah dengan Damar Laksono, lelaki incaran para wanita, anak tunggal saudagar kaya yang cerah masa depannya, lalu menikah dengan sopir yang gak jelas asal usulnya. Astaga. Mau di taruh di mana muka ini.

"Apa yang salah dengan Fatih? Hanya karena dia sopir? Gak punya keluarga lalu gak bisa menikahi anak Pak Lurah Desa Kemuning? Kalian ini anak muda tapi pikiran kalian ternyata kolotnya luar biasa!" Semua terdiam tak lagi berani membantah bapak.

"Aku memandang tinggi kehormatan seseorang bukan dari harta dan keturunannya tapi dari akhlak dan adabnya. Kamu pikir derajatmu lebih tinggi dari Fatih yang hanya sopir?" Damar tak menjawab saat bapak menunjuk wajahnya.

"Pulang! Katakan pada orang tuamu jika kau menginginkan Meta untuk menjadi istrimu... Jika tidak...aku akan mengatakan pada orangtuamu tentang hari ini!"

Damar tak lagi membantah. Ancaman bapak kali ini benar-benar membuatnya tak berkutik. Dengan langkah lesu, Damar ijin pulang tanpa melihatku. Ada yang hilang saat melihat Damar berjalan menjauh. Mimpi yang kurajut bersamanya bertahun-tahun lalu hancur karena cara berpikirnya yang pendek. Andai saja Damar mau menahan diri, segala hal akan kulakukan untuk bisa membuatnya bahagia.

"Dan kamu, Meta!" Aku mendengar suara helaan nafas berat yang keluar dari mulut bapak.

"Aku benar-benar kecewa dengan sikapmu! Segera kabari orang tuamu karena aku tak mau jadi walimu!" Meta hanya mengangguk lalu kembali ke kamarnya.

Kini, tinggal aku yang hanya terdiam menatap bapak dan Fatih bergantian.

"Bapak, yakin mau nikahin aku sama Fatih?" Bapak mengedikkan bahunya lalu menatap.Fatih.

"Memangnya kenapa kalau kamu bapak jodohin sama Fatih? Fatih, kamu mau gak nikahin anak saya?" Fatih menggaruk tengkuknya sambil tersenyum.

"Mau, Pak!" Fatih mengangguk mantap.

"Eh, jangan asal mau aja dong. Gak pake mikir dulu gitu?" Celetukku.

Entah kenapa tiba-tiba saja aku menyesali keputusan bapak. Kupikir bapak akan menjodohkanku dengan laki-laki yang lain karena kupikir masih banyak yang lebih pantas untuk menjadi suamiku dibanding Fatih.

"Ini tawaran terbaik di waktu terbaik. Saya sangat bersyukur Pak Atmojo berkenan memilih saya jadi menantu!" Bapak tampak tersenyum senang. Cuma aku yang berdecak sebal. Gayanya udah kayak Pak RT menyambut tamu kelurahan yang bawa bantuan!

"Pak. Bapak yakin? Masih banyak loh Pak laki-laki di luar sana yang....!" Aku tetap mencoba agar bapak merubah keputusannya yang ini.

"Kamu tetap akan menikah Safira. Dengan Damar atau dengan Fatih, kamu sendiri yang putuskan!" Bapak menatao Fatih dengan ragu, "Kau akan menikahi Safira. Punya mahar untuk menikahinya?" Dadaku kini berdegup kencang mendengar pertanyaan bapak yang bernada menginterogasi.

"Alhamdulillah punya, Pak.. Tapi....!"

"Baik!" Fatih belum selesai menjawab bahkan mengatakan apa maharnya, bapak sudah memotong cepat.

"Siapkan dengan segera!" Fatih hanya mengangguk.

"Kamu, gimana sih. Main mau aja. Gak bisa ya kamu nolak saya?" Sepeninggal bapak, aku melampiaskan kekesalanku padanya.

"Gak. Saya gak bisa nolak Mbak Safirai!" Fatih tertawa memamerkan giginya yang berderet rapi. Aku mendelik mendengarnya.

Secara fisik, Fatih memang gak jauh beda dengan Damar bahkan kulitnya lebih bersih dan terawat di banding Damar. Tapi bagaimanapun penampilannya, sopir tetaplah sopir. Masih jauh di bawah Damar.

"Ya Tuhan. Mimpi apa aku semalam!" Aku meraup wajahku kasar dan berjalan sambil memghentak kaki menuju kamar.

*****

Keputusan ini, tentu saja membuat heboh dua keluarga malam ini. Semua berkumpul tanpa terkecuali. Fatih. juga Meta. Mereka juga ada di tengah-tengah pertemuan.

Orang tua Damar juga ibu, sangat terkejut dan tak bisa menerima. Tentu saja, mereka tak tahu menahu apa yang terjadi pada keputusan yang tiba-tiba berubah jelang pernikahan yang tinggal menghitung hari.

Semua menyalahkan Damar, tanpa mengerti alasannya karena Damar juga tak berani menceritakan yang sesungguhnya. Pengecut bukan? Dia hanya bersikukuh ingin menikahi Meta. Aku dan bapak berpura-pura terlihat berhati besar dengan keinginan Damar. Benar-benar ayah dan anak yang kompak, dan pantas untuk mendapatkan piala Oscar, hahaha! Senang sekali melihatnya kebingungan!

"Karena Damar sudah memilih Meta, maka aku akan menikahkan Safira dengan Fatih!" Mereka lebih terkejut lagi.

"Apa, Pak. Kamu gak salah? Kamu biarkan Damar menikahi Meta? Lalu, anakmu kau nikahkan dengan sopir?" Ibu seketika berdiri tak terima.

"Pak Atmojo? Apa Bapak ndak salah?" Pak Laksono, ayah Damar terlihat tak setuju.

"Yah, bagaimana lagi. Damar ngotot mau menikahi Meta. Lalu, Safira? Saya gak bisa biarkan Safira menanggung aib karena batal dinikahi anak Pak Laksono!"

"Dasar anak tak tahu diri!" Bu Dewi berdiri dan menampar Damar emosi.

"Kami saling mencintai, Bu!" Cih. Aku ingin muntah saat Meta menangis melihat Damar yang sudah ditampar beberapa kali sehari ini.

"Cukup. Jangan ribut. Keputusan selesai!" Bapak menengahi.

Aku hanya mendelik ke arah bapak. Sayang kan, atraksi ini di hentikan begitu saja? Sayangnya, bapak hanya menggeleng pelan.

"Besok, kita akan menikahkan Meta dengan Damar, sedang Safira dengan Fatih. Di rumah ini!" Semua mendengus sebal. Kecuali, Meta dan Fatih!

Tak ada yang membantah. Bahkan ibu dan orang tua Damar hanya bisa menatapku iba. Bagi semuanya, perintah bapak adalah keputusan yang tak bisa diubah. Tapi tetap saja, mereka tak bisa sepenuhnya menerima keputusan Damar yang tiba-tiba. Mereka sepertinya tahu, jika Damar telah melakukan sebuah kesalahan yang fatal sehingga membuat bapak murka meski tak kentara. Sayangnya, mereka tak bisa meraba, kesalahan apa yang telah Damar lakukan hingga membuat bapak memberi keputusan yang sulit diterima akal.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terpaksa Menikahi Sopir Bapak   113. Terluka tapi Bertahan

    Sekembalinya dark klinik, aku mendapati Isna dan Tante Arini yang telah bersiap-siap. SementaracDipta bermain di ranjang dengan beberapa mainannya. Seperti biasa, Dipta akan tertawa riang saat melihatku lalu berusaha turun dari ranjang dan menghampiriku. "Sudah beres semua, Safira?" Aku mengangguk mendengar pertanyaan Tante Arini sambil terus bermain dengan Dipta. Sesekali tangannya menepuk pipiku pelan laku tertawa lebar. "Bram sudah siap?" Kali ini, Tante Arini mengulurkaj tangannya untuk menggendong Dipta. "Barangkali sedang merapukan barangnya di kamar sebelah. Sebentar lagi pasti datang bantu kita bawa barang!" Tante Arini urung menggendong Dipta karena aku sudah lebih dulu memberikan Dipta pada Isna. Benar saja, saat aku sedang membenahi pashminaku, terdengar pintu kamar yang di ketuk. Bram masuk setelah Tante Arini membuka kamar. "Sudah siap? Saya bawa barang-barang ke mobil sekarang?" Tanya Bram sopan. "Sudah, Mas. tinggal bawa aja!" Isna segera menunjuk dua koper dan t

  • Terpaksa Menikahi Sopir Bapak   112. Mengurai Benang

    Pagi seperti biasa. kami sarapan di kamar tanpa banyak bicara. Tante Arini cukup gesit membantu Isna menjaga Dipta. Beberap hari ini, aku memang sering meninggalkan Dipta dengan Tante Arini dan Isna saja. Baru sebentar aku menyusui Dipta, anak itu sudah ribut ingin turun dan bermain di balkon. Aku yang berniat mengikuti anakku, segera di cegah oleh Tante Arini yang segera menyudahi makannya demi bisa menjaga Dipta."Sudah, biar sama Tante dan Isna. Kamu lanjutin makan aja!" Aku mengangguk lalu meneruskan makanku yang tertunda. Baru saja satu suap, ponselku berdering cukup nyaring. Nama Bayu terpampang di layarnya. "Iya, Bayu?" Tanyaku sambil mengunyah makanan. "Safira, sepertinya aku sudah menemukan orang yang sabotase proyek kita di Indramayu!" Suara Bayu terdengar tegang di seberang. Aku tercekat, jemariku otomatis mengepal. “Kau yakin?!” “Sangat yakin, Safira. Lewat beberapa orang yang menutupi pekerjaannya. Ada baiknya kamu segera balik di Jakarta. Lagian Kakek dan Ayah

  • Terpaksa Menikahi Sopir Bapak   111. Luka yang Tersayat

    Sejak pertemuanku dengan Fafih, pikiranku tak pernah lagi bisa tenang. Sosok Fatih yang kini mengenalkan dirinya sebagai Raka terus saja menghantuiku setiap detik. Tatapan matanya yang kosong dan penuh kebingungan seperti menggoreskan luka baru di hatiku. Aku tak bisa hanya diam dan menunggu. Aku harus mendapatkan kepastian. Jika benar dia adalah Fatih, maka aku harus tahu sejauh mana hubungannya dengan Aryani. Sore itu, setelah urusan di klinik milik dokter Aryani selesai dan para pekerja sudah diperbolehkan untuk pulang, aku memberanikan diri untuk berjalan-jslsn sebentar di area klinik hingga di ujung belakang. Udara yang terasa panas dan sedikit lembab yang bercampur aroma debu membuat Jantungku semakin berdeguo tak karuan saat langkahku semakin dekat. Di halaman belakang, aku melihat Fatih yang sedang duduk sendirian sambil merapikan beberapa kardus. Wajahnya tampak lelah, tapi tetap saja memancarkan pesona yang selalu kurindukan. Aku menarik napas panjang, mencoba menguatka

  • Terpaksa Menikahi Sopir Bapak   110. Langit yang Redup

    Dengan berbagai pertimbangan, aku segera menenggelamkan diri dalam pekerjaan pembangunan kembali proyek di Indramayu. Selain aku bisa memantau perkembangannya, aku juga ingin lebih dekat dan mengetahui sosok laki-laki yang aku yakini sebagai Fatih. Hingga kesempatan itu datang saat aku merasa lelah setelah seharian menemani pekerja yang akan pulang. dari klinik. Karena lelah, aku memutuskan ke warung depan klinik untuk mencari segelas kopi. Dan.. di sanalah aku melihatnya. Fatih. Nafasku tercekat. Dia memang Fatih. Suamiku. Aku mengenalnya. Sangat mengenalnya. Ia duduk sendirian di sebuah bangku kayu panjang, menghadap ke jalanan yang ramai. Dengan hanya mengenakan kaus oblong polos dan celana kargo, ia masih saja tampan seperti dulu. Saat pertama kali ia datang bersama Bapak untuk menjadi sopir. Meskipun dengan penampilannya yang begitu sederhana, tetap saja tak mampu membuang aura mahal yang biasa tampak dengan stelan berkelasnya. Secangkir teh hangat masih mengepul di

  • Terpaksa Menikahi Sopir Bapak   109. Selesaikan satu-satu

    Pak Asep, manajer lapangan yang selama ini setia mendampingi para pekerja yang di rawat, ternyata sudah menunggu di pintu klinik saat mobil yang kutumpangi berhenti. Begitu melihatku turun, ia langsung berlari kecil menghampiri sambil merapikan helm proyek yang masih dikenakannya. Wajahnya tampak lelah, tapi sorot matanya penuh rasa hormat.“Assalamualaikum, Bu Safira,” sapanya sambil menunduk sopan.“Waalaikumussalam, Pak Asep,” jawabku sambil tersenyum tipis. “Bagaimana kondisi para pekerja, Pak?” Tanyaku membuka percakapan. “Alhamdulillah, sebagian besar sudah membaik dan pulang ke rumah masing-masing, Bu Safira. Tinggal beberapa yang patah tulang saja yang masih dirawat di sini,” jelasnya sambil mempersilakan aku masuk. “Mereka sangat senang karena Ibu langsung turun tangan menangani semua administrasi dan biaya. Mereka tak menyangka perusahaan benar-benar peduli seperti ini.” Ulangnya berkali-kali.Aku mengangguk kecil, tersenyum dan .encoba menahan rasa haru. Fatih pasti juga a

  • Terpaksa Menikahi Sopir Bapak   108. Mencoba Mencari Cara

    Aku terdiam sepanjang perjalanan menuju hotel.Mobil yang kami tumpangi terasa begitu sesak, bukan karena ruangnya yang sempit, tetapi karena pikiranku yang penuh dengan pertanyaan dalam kepalaku. Jika hanya sekali aku melihatnya, mungkin saja itu halusinasu. Tapi aku melihatnya hungga dua kali. Tak mungkin kan jika halusinasi sejelas itu? Bram sesekali melirikku melalui spion tengah, tampak khawatir melihatku hanya duduk terpaku sambil menggenggam tangan Dipta erat-erat. Tante Arini duduk di sampingku, berkali-kali mencoba mengajakku bicara, tapi aku hanya mengangguk atau menggumam pendek tanpa benar-benar mendengar ucapannya.Bram sepertinya juga tak ingin banyak bicara. Namun, dari tatapan sekilas yang sesekali kulihat melalui cermin, jelas ia ingin bertanya atau menyampaikan sesuatu. Tidak mungkin salah. Itu Fatih. Aku mengenal cara dia berjalan, cara dia menoleh… bahkan dari kejauhan pun aku bisa merasakan jika laki-laki itu adalah Fatih.Air mataku hampir jatuh lagi, tapi kuu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status