Masuk
“Itu pakaianmu!” Topan melempar kotak berwarna merah dengan merek ternama ke atas ranjang.
Wanita dengan piyama berbahan sutra itu menoleh ke samping dan mengangguk pelan. “Untuk apa?” Tidak terima dengan pertanyaan Helena yang terkesan tidak menghargainya, Topan mendekat dan mencengkram dagu istrinya kuat. “Jangan banyak tanya. Nanti malam, supir akan menjemputmu. Ingat jangan ada alasan untuk tidak menghadirinya.” “Lepaskan!” Helena menyingkirkan tangan Topan dan berdiri, ia mendengus dan mengusap dagunya yang terasa panas. Dengan tangan berada di kantong, Topan menatap malas pada wanita di hadapannya, “Andai saja buka ibu yang memaksa untuk mempertahankan pernikahan ini, aku tidak tersiksa melihatmu berkeliaran di rumahku,” makinya sinis. “Topan, aku ini istrimu tidak bisakah kau bersikap sedikit lembut padaku?” kesal Helena selalu saja dianggap tidak penting. Mereka telah menikah selama dua tahun, tetapi Topan tidak sekalipun menjadikannya istrinya, bahkan di malam pertama mereka, Topan sudah mencacinya dan mengatakan bahwa dirinya bukan wanita baik-baik. Mendengus kasar, Topan menatap remeh padanya, “Jangan bermimpi menjadi bagian dari hidupku. Aku tidak akan tunduk meski kau adalah wanita terkaya pun. “Tapi, Topan—” Sebelum menyelesaikan ucapannya, Topan telah berlalu dengan ponsel yang sudah melekat di telinga. “Dia benar-benar tidak menganggapku ada,” desah Helena menatap hampa kepergian lelaki yang dicintainya. Ia melirik ke atas ranjang, sebuah kotak bermerek telah terbungkus rapi. “Apalagi rencananya sekarang? Helena menghela napas pelan, ia kembali mendudukkan diri dengan nyaman di pinggir ranjang seraya tersenyum tipis. “Ini yang kamu inginkan, Helena, jalani saja.” Ia melirik ponselnya yang berdering, sebuah nama yang mengembalikan rasa sakitnya menjadi senyum yang manis. “Aku akan datang,” jawabnya dengan sumringah. “[Ajak juga suamimu, Ibu sudah menghubunginya, tetapi sepertinya dia sedang sibuk sampai tidak bisa menerima panggilan,]” “Topan memang ada proyek baru, Ibu, setelah ini aku akan periksa apakah putra ibu memiliki waktu untuk menyapa atau tidak.” Terdengar desahan panjang, “[Kalian sudah menikah lama, cobalah untuk memintanya jangan terlalu lelah, kau bisa minta seseorang untuk menggantikan pekerjaannya sebentar, kan? Ibu sudah ingin memiliki cucu dari kalian.]” Helena meremas ponselnya, bayangan bagaimana Topan menghinanya kembali terbayang di pelupuk mata. Bagaimana bisa memiliki seorang anak, mereka bahkan belum pernah bersama. “[Halo Helena, kau mendengar Ibu?” “Ah, ya Bu. Aku tutup dulu, tunggu aku di rumah.” __________________ “Mau kemana?” Topan menyingkirkan tangan Hani yang tangan meraba dadanya dengan sensual. Ia berdiri dan menahan Helena yang tampak berbeda. “Pakaian apa yang kau pakai?” tanyanya, ia bisanya melihat Helena dengan penampilan bisa, tetapi wanita yang telah menikah dengannya itu mendadak berubah. Hani berdiri, ia merangkul tangan Topan dengan erat. “Sayang, aku pikir dia ingin menggodamu dengan pakaian itu?” “Cih, bahkan jika dia tak mengenakan kain sehelai pun, aku tidak akan tergoda,” ejek Topan. Hani terkekeh, ia semakin mengeratkan pegangan pada lengan Topan untuk membakar cemburu Helena. “Ada baiknya kau sadar diri. Topan hanya mencintaiku, nyonya Helena.” Tertawa pelan, Helena melipat tangan di dada, ia maju selangkah ke arah Topan dan Hani. “Kalau begitu, minta dia menceraikan aku dan menikahimu.” “Apa maksudmu?” Topan mendorong Helena karena tidak suka dengan perkataan istrinya. “Jangan pernah berpikir aku akan menceraikanmu, karena kau ditakdirkan untuk mengabdi pada keluarga Mahendra seumur hidup, mengerti.” “Sayang, lalu aku bagaimana?” Hani menghentakkan kaki, ia kesal dengan ucapan Topan yang enggan menceraikan istrinya. “Kau egois,” hardik Helena, “seharusnya jika tidak tahan denganku, kau nikahi selingkuhanmu dan kita berpisah.” Helena menutup mata tatkala tamparan keras kembali ia dapatkan. Ia menatap Topan yang terlihat marah padanya, “Kau puas?” “Kau ….” “Sayang sudahlah, biarkan saja dia,” kata Hani menarik Topan agar tidak kembali terpancing, “lebih baik kita lanjutkan yang semalam, bagaimana?” Helena mengepalkan tangan, kedua orang tidak tahu malu itu bahkan dengan berani bermesraan di rumahnya di siang hari. “Aku berjanji akan membuatmu menyesal, Topan.” _______________________ Di kediaman keluarga besar Mahendra, Helena disambut dengan baik oleh semua orang. Ia bahkan sudah seperti seorang putri di rumah itu. “Selamat siang, Ibu.” Helena memeluk Dewi—ibu kandung Topan dengan hangat. “Senang karena akhirnya kamu datang menemui Ibu, Helena,” balas Dewi dengan senyum hangat, “duduklah, Nak.” Helena mengangguk dan duduk tidak jauh dari ibu mertuanya. “Bagaimana kabar Ibu? Kudengar beberapa hari Ibu sakit?” Dewi meraih tangan menantunya dan menepuknya pelan. “Ibu ini sudah tua, Helena. Kapan kamu dan Topan memberikan penerus untuk keluarga Mahendra?” Helena tersenyum kecil, menepuk tangan mertuanya dengan salah satu tangannya. “Bu, bukankah Ibu sudah tahu bagaimana putramu, dia tidak mencintaiku.” “Kamu menyerah?” tanya Dewi yang seperti tidak terima dengan keluhan Helena, “dia itu dijebak oleh wanita murahan itu. Ibu adalah wanita yang melahirkannya, jelas sekali terlihat jika dia mencintaimu, Helena.” ‘Kenapa Ibu Dewi tidak melihat dari sudut pandang yang benar?’ batin Helena mulai jenuh. “Ibu akan minta Topan memecat sekretarisnya, setelah itu tolong bujuk dia agar mau memberikan penerus untuk keluarga, ya,” mohon Dewi dengan sungguh-sungguh. “Kenapa tidak Ibu yang mengatakannya?” Helena melepas pegangan mertuanya dan mulai serius dengan obrolan mereka. Dewi mendengus dingin, ia berdiri dari duduknya dan berdiri ke tengah ruangan. “Bagaimana cara membujuk anak nakal itu. Dia bahkan dengan tega memutuskan hubungan denganku.” “Ibu.” Helena mendekati Dewi dan mencoba menenangkan mertuanya. Ia tahu hubungan antara Dewi dan Topan memang tidak sebaik yang orang lain lihat. Mereka hanya tampak harmonis jika mengadakan pertemuan atau tak sengaja bertemu dengan orang lain di luar rumah. “Tolong, Helena. Anggap saja ini adalah permintaan terakhir Ibu darimu. Setelah kalian memberikan keturunan untuk keluarga Mahendra, Ibu berjanji tidak akan memaksa kalian untuk sama-sama bertahan,” pungkasnya panjang lebar. Helena akhirnya mengangguk untuk menyelesaikan obrolan yang mulai tidak disukainya. “Ibu, aku harus kembali,” katanya, “malam nanti Topan akan membawaku ke pesta, doakan saja yang terbaik untuk kami berdua.” Dewi mengangguk senang. “Lihatlah, Nak. Dia itu sebenarnya peduli padamu, pulanglah dan buat dia jatuh cinta dengan riasanmu nanti malam.” Helena meninggalkan kediaman Mahendra dengan tatapan datar, ia tidak akan bersusah payah membuat Topan peduli padanya, karena mulai hari ini, dia akan menjalani hidupnya seperti yang diinginkan. “Sudah kuputuskan, aku tidak akan termakan oleh kata-kata lembut ibu Dewi lagi. Dia bahkan tidak bertanya dari mana aku mendapatkan luka di wajahku,” desah Helena merasa hidupnya benar-benar hancur setelah menikah dengan Topan. “Kita lihat, pesta apa yang kau ingin tunjukkan padaku, Topan.” "Helena, bersiaplah!"Kening Helena mengkerut. Ia masih mencerna setiap ucapan Topan yang mengira dirinya adalah dalang dari kecelakaan Helena.Berdecak kecil, ia menghela napas setelahnya, “Aku tidak segila itu,” katanya, “sejujurnya aku sangat membenci mantan istrimu, dia memisahkan kita karena ikatan kalian,” jujur Hani dengan bibir mengerucut.Menghela napas pelan, “Tapi, jika aku memang berniat melakukan itu, tidak mungkin setelah kalian bercerai.”Topan terdiam sejenak, yang Hani katakan memang ada benarnya. Jika wanita ini di depannya memang berniat mencelakai Helena sudah pasti dilakukan ketika mereka tingga bersama.“Lalu siapa? Kenapa tuan Fandy begitu yakin jika kau–”“Aku tidak tahu, lagipula dia pantas mendapatkannya, dia jahat karena sudah memisahkan kita.”Hani memeluk Topan dengan erat, ia sekarang baru menyadari jika beberapa hari seperti diintai karena hal ini.Ia melepaskan pelukannya, lalu mendongak menatap Topan dengan penuh tanda tanya. “Kau bilang yang menuduh aku adalah tuan Fandy?”
Malam setelah kembali dari kantor, Reygan tidak langsung pulang kerumah. Ia membawa laju mobilnya ke tempat yang lebih sering membuatnya tenang.Di depan rumah Helena, rumah yang menurutnya lebih nyaman dibanding rumahnya sendiri.Matanya terbelalak ketika melihat Topan yang baru keluar dari rumah itu. Senyum pria itu terlihat lebar seperti telah terjadi hal membahagiakan sebelum dia datang.Ia menggenggam stang mobil dengan keras, lalu melihat dengan sinis kepergian mantan suami Helena itu.Setelah yakin Topan pergi, barulah ia keluar dari mobil dengan rasa marah yang besar.Ia menghalangi pintu yang hendak Helena tutup dengan kakinya. Tatapannya tajam menusuk hingga relung hati terdalam.“Kau di sini?” Helena masih menahan pintu agar Reygan tidak masuk ke dalam.“Apa yang kalian berdua bicarakan?” tanyanya serius, “bukankah seharusnya kau istirahat, kenapa masih menerima tamu semalam ini?”Tersenyum tips, Helena mendorong pintu kembali. “Kalau begitu, aku tidak perlu repot mengusirm
Helena yang baru selesai menghabiskan makan siangnya, dibuat terkejut dengan kehadiran Pratama.Pria itu dengan wajah panik menggeser Sinta agak ke pinggir.“Bagaimana bisa?” tanyanya langsung memegang kepala Helena yang masih diperban.“Tuan, singkirkan tanganmu.” Sinta dengan tegas, memindahkan tangan Pratama dari kepala bosnya. Ia begitu kesal, ketika mendengar cerita Helena jika pria ini memiliki tunangan.Memiringkan kepala sedikit, Pratama memicingkan mata pada Sinta yang langsung memalingkan wajah.Menghembuskan napas pelan, Pratama duduk dengan nyaman, lalu menatap lembut pada Helena yang melihat ke belakang. Ia tahu, di luar ada seseorang menunggu sahabatnya.“Kenapa tidak memintanya ikut masuk?” tanyanya masih lembut, “jika seperti ini, dia akan semakin salah paham dan marah padamu.”Pratama akhirnya menyerah, ia meminta wanita yang diminta menunggunya di luar. Lalu kembali fokus pada Helena yang tidak terlihat marah.“Kenapa tidak mengatakan jika tunanganmu begitu cantik,”
Fandy dan Topan sama-sama menutup mulut ketika mendengar suara langkah terburu mendekat ke arah mereka. Kedua terlihat tegang ketika Reygan muncul dengan tatapan tidak ramah kepada keduanya.“Di mana Helena?” tanya Reygan tanpa banyak basa-basi. Raut gelisah lebih dominan daripada rasa kesal pada kedua di depannya.Tersenyum canggung, Topan menghalangi Reygan yang hendak mendekati pintu ruangan Helena diperiksa.“Terima kasih Pak, tapi biar saya saja yang menjaga Helena, bagaimanapun saya adalah–”“Aku tahu kalian sudah bercerai. Jadi, aku dan kau tidak ada yang salah untuk menjaga.”Topan terhenyak karena ada orang lain yang mengetahui status hubungannya dengan Helena selain orang-orang terdekatnya.Ia tersenyum hambar ketika mengira jika Helena yang melakukan itu untuk mencuri perhatian rekan bisnisnya.“Helena yang mengatakannya? Tolong Tuan Reygan tidak terlalu menganggap serius ucapannya, dia hanya marah padaku.”Mengangguk pelan, Topan kini mulai sadar bahwa Helena benar-benar i
“Helena, tunggu!” Topan menarik tangan mantan istrinya dengan paksa. Membawa Helena ke tempat yang lebih sepi untuk mendengar penjelasan.“Katakan padaku, apa yang kau lakukan di sini?” Dengan sorot mata yang tajam, Topan meminta Helena untuk tidak berbohong.Ia merasa dipermainkan, tiba-tiba Helena ingin berpisah dengannya lalu membuat berita agar mereka masih berhubungan baik.“Kau benar-benar tidak keterlaluan, Helena,” katanya sengit, “hanya karena ingin balas dendam padaku, kau mendekati tuan Reygan agar terpikat denganmu.”“Jaga ucapanmu.” Helena yang tidak terima dikatakan sengaja mendekati Reygan kesal. Ia melepas tangannya dan menggosoknya untuk menghilangkan rasa sakit akibat digenggam terlalu keras.Mendengus kecil, Topan mendorong Helena hingga terpojok di dinding. “Aku tahu, kau sangat mencintaiku, tetapi masih tidak rela sebelum balas dendam hingga kau bermain sejauh ini.”Ia menatap wajah Helena yang semakin cantik, bagaimana kalau kita–”“Jangan bermimpi.” Dengan keras
“Bagaimana, kau suka?” Nyonya Sari meminta pendapat Alea tentang gaun yang Helena buatkan. Wanita itu memegang kain yang Helena pilihkan untuknya. Dari serat dan juga warna, Alea menyukainya.Di dalam hatinya, ia mengutuk Helena karena terlalu pandai merebut perhatian hatinya meski itu hanya setitik.Tersenyum kecil, Helena mengangguk untuk membuat nyonya Sari senang. “Ini sangat indah, Nek.”Wanita tua itu tidak hanya lega, tetapi di dalam hati, terbesit rasa bersalah karena telah merebut kebahagiaan cucunya.Bukan tidak ingin melihat Reygan bahagia, tetapi memutuskan menikahkannya dengan Alea jauh lebih baik.“Nenek senang karena kau suka,” katanya, “duduklah, aku akan memanggil Reygan untuk mencoba pakaian miliknya.”Alea menahan tangan nyonya Sari agar tidak mengusik Reygan di jam kerjanya dna hal itu kembali membuat wanita tua itu memujinya perhatian.Ia meminta Alea duduk, lalu dengan pelan-pelan menanyakan tentang perasaannya pada Reygan.“Aku sudah mencintai Reygan sudah lama







