Share

BAB 145

Author: Atdriani12
last update Last Updated: 2025-09-04 20:00:00

Suasana ruang itu begitu berat, seolah dinding-dindingnya ikut menekan napas. Callista menatap surat pemanggilan yang kini terbuka di meja. Setiap kata terasa seperti cap merah di wajahnya: Sidang Etik Akademik.

“Aku merasa ini bukan lagi tentang aku, tapi tentang harga diri mereka,” bisiknya, jemari meremas pinggir kertas. “Amelia berhasil bawa masalah pribadi kita ke ranah yang seharusnya netral.”

Adrian bersandar di kursinya, menatap tajam surat itu lalu Callista. “Dia pikir dengan jalur resmi, kamu nggak akan punya ruang buat membela diri. Tapi justru ini kesempatan.”

“Kesempatan?” Callista menoleh cepat, wajahnya masih pucat. “Kalau aku gagal, aku bukan cuma kehilangan nama baik. Aku bisa kehilangan segalanya.”

“Dan kalau kita diam, kita pasti kehilangan segalanya,” jawab Adrian tegas. Ia meraih surat itu, mengangkatnya tinggi. “Biarkan mereka panggil. Biarkan mereka kira kita sudah kalah. Karena justru di ruang ini, kita akan tunjukkan wajah
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Terperangkap Dalam Gairah Dosen Muda   BAB 155

    Sorot kamera masih terbayang di mata Callista meski aula sudah lama mereka tinggalkan. Suara wartawan, teriakan, kilatan lampu, semuanya bercampur menjadi gema yang tak kunjung hilang. Di ruang belakang, ia duduk di kursi kayu dengan tangan saling menggenggam erat di pangkuan. Adrian berdiri di dekat pintu, tubuhnya tegap, wajahnya dingin. Bramanta duduk lelah, sementara Guntur menunduk dengan tangan yang gemetar.“Aku tidak menyangka bisa sampai mengucapkan namanya di depan umum,” gumam Guntur lirih. “Mulutku kering, jantungku hampir berhenti. Tapi begitu keluar… aku merasa lebih ringan.”Adrian menatapnya serius. “Karena kebenaran memang selalu seperti itu. Menakutkan sebelum diucapkan, tapi melegakan setelahnya.”Bramanta menyandarkan tubuh, menutup mata sejenak. “Pertanyaannya sekarang: bagaimana Amelia akan membalas?”Callista menggenggam jemari Adrian, suaranya pelan. “Dia sudah menyiapkan serangan. Aku bisa merasakannya.”Adrian me

  • Terperangkap Dalam Gairah Dosen Muda   BAB 154

    Ruangan penuh dengan kertas, papan tulis dipenuhi alur, dan udara menegang seperti sebelum ledakan. Adrian berdiri di depan meja, memegang map hitam yang kini menjadi pusat segalanya. Callista di sisinya, wajahnya pucat namun sorot matanya tidak goyah. Bramanta duduk di kursi, tubuhnya kaku, sementara Guntur mondar-mandir dengan gelisah.“Besok panggung itu bukan hanya milik kita,” ujar Adrian tegas, menatap satu per satu. “Begitu kita berdiri di depan media, Amelia akan menyiapkan serangannya. Kita harus pastikan bukti ini tidak hanya keluar, tapi juga diterima publik tanpa bisa dibantah.”Guntur berhenti berjalan, menatap Adrian dengan mata yang memantulkan rasa takut. “Aku masih bisa mundur kalau kalian mau. Biarkan aku jadi bayangan di belakang.”“Tidak,” potong Callista cepat. Suaranya bergetar tapi mantap. “Kalau Anda mundur, mereka akan bilang kita tidak punya saksi. Itu yang Amelia tunggu. Kita butuh Anda berdiri bersama kami.”Bramanta me

  • Terperangkap Dalam Gairah Dosen Muda   BAB 153

    Suara pena yang berlari di atas papan tulis terdengar cepat dan teratur. Adrian menulis daftar nama dan alur strategi, sementara Callista berdiri di sampingnya, mencatat ulang ke dalam buku kecil agar tidak ada detail yang terlewat. Bramanta duduk di kursi, tubuhnya condong ke depan, kedua sikunya bertumpu di lutut, pandangannya tak lepas dari papan.“Kita butuh lokasi yang cukup besar untuk menampung media,” ucap Adrian sambil menekankan garis di bawah kata konferensi pers. “Tapi juga aman. Tidak boleh ada celah Amelia menyusup.”Bramanta mengerutkan kening. “Dia pasti akan coba mengirim orang. Bahkan mungkin menyusup sebagai wartawan.”“Karena itu kita butuh panitia yang bisa dipercaya,” lanjut Adrian. “Aku akan hubungi rekan lamaku di biro hukum. Mereka terbiasa mengurus acara seperti ini.”Callista menulis cepat, lalu menatap Adrian. “Bagaimana dengan undangan? Kalau media yang datang sudah dipengaruhi Amelia, berita bisa dipelintir lagi.”

  • Terperangkap Dalam Gairah Dosen Muda   BAB 152

    Suara kertas yang dibolak-balik memenuhi ruang sempit itu. Adrian duduk di kursi, tubuhnya condong ke depan, matanya tak lepas dari lembaran-lembaran bukti transfer. Callista duduk di sampingnya, kepalanya nyaris menempel di bahu pria itu. Di meja, lampu kecil menyoroti angka-angka yang semakin lama semakin terasa seperti teka-teki besar yang siap dipecahkan.“Kamu lihat tanda tangan ini?” Adrian menunjuk salah satu halaman. “Nama yang dipakai berbeda, tapi garis tangannya sama persis.”Callista memperhatikan dengan seksama. “Itu berarti semua jalur ini berasal dari satu orang. Amelia.”Adrian mengangguk. “Ya. Tapi bukti di atas kertas saja tidak cukup. Kita butuh suara yang menguatkan.”Nama Guntur kembali terlintas di kepala Callista. Auditor yang menyerahkan dokumen itu dengan tangan gemetar. Lelaki yang jelas ketakutan, tapi juga terlihat lega bisa melepas sebagian beban yang ia simpan selama bertahun-tahun.“Kita harus temui Pak Gunt

  • Terperangkap Dalam Gairah Dosen Muda   BAB 151

    Udara di ruang kerja Adrian dipenuhi aroma kertas tua dan tinta printer. Tumpukan dokumen berserakan di atas meja, sebagian sudah penuh coretan merah dari tangannya. Callista duduk di kursi seberang, matanya mengikuti setiap gerakan Adrian yang sibuk menandai bagian-bagian penting. Sorot matanya tajam, seolah setiap angka, setiap nama yang tertulis bisa mengantar mereka menuju celah yang selama ini tersembunyi.“Semakin kulihat,” ujar Adrian tanpa mengangkat kepala, “semakin jelas pola yang dia pakai. Dana itu tidak pernah hilang begitu saja. Ada jalur yang sengaja dibentuk untuk memutarnya keluar.”Callista memeluk map di dadanya, suara lirih keluar, “Kalau semua ini terbongkar, Amelia bisa jatuh. Tapi apa dia akan tinggal diam?”Adrian berhenti menulis, mengangkat wajah, menatapnya serius. “Dia sudah tidak diam sejak lama, Call. Dia bergerak lebih dulu. Sekarang giliran kita.”Callista menarik napas panjang, menenangkan degup jantung yang tak te

  • Terperangkap Dalam Gairah Dosen Muda   BAB 156

    Ruang kerja Adrian dipenuhi tumpukan kertas, papan tulis penuh coretan, dan udara berat yang nyaris bisa dipotong dengan pisau. Callista berdiri di sisi meja, tangannya menekan map hitam berisi dokumen. Bramanta menatap jendela dengan wajah muram, sementara Guntur duduk gelisah, kakinya mengetuk lantai tanpa henti. Adrian menutup laptop keras-keras. “Kita tidak bisa hanya bertahan. Serangan Amelia sudah langsung menyasar Callista. Kalau kita diam, dia akan menginjak lebih jauh.” Callista menatapnya, suara lirih tapi jelas, “Aku sanggup. Jangan berhenti hanya karena aku diserang. Biarkan mereka bicara apa saja, selama kita tahu kebenaran.” Bramanta menoleh, alisnya terangkat. “Kau benar-benar kuat, Callista. Tidak banyak orang yang bisa berdiri setelah difitnah begitu.” “Bukan aku yang kuat,” jawab Callista, menatap Adrian. “Tapi karena aku tidak sendirian.” Adrian menyentuh bahunya, lalu kembali menatap Brama

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status