Share

BAB 43

Author: Atdriani12
last update Last Updated: 2025-07-31 20:15:00

Callista masih memeluk lengan Adrian erat-erat, seolah ada ketakutan bahwa jika ia sedikit saja melepaskan, dunia akan merebut pria itu darinya. Jantungnya berdetak pelan, tapi mantap. Sama seperti keyakinannya yang, untuk pertama kalinya, tidak goyah.

“Aku tahu kita nggak sempurna,” katanya lirih. “Tapi aku juga tahu… kita nyata.”

Adrian mengangguk. “Dan aku akan tetap ada… selama kamu masih mau melihat aku.”

Mereka tetap di sana. Dalam sunyi yang bukan pelarian. Dalam ruang yang tak lagi menyesal. Dan di antara napas yang tenang dan detak jantung yang tak saling mendesak, Callista tahu satu hal:

Ia tidak akan menyerah.

Bukan pada Adrian.

Bukan pada perasaan ini.

Karena tidak semua cinta datang dalam bentuk sempurna. Tapi yang benar-benar bertahan adalah yang tetap memilih, meski tahu bisa hancur kapan saja.

Dan ia memilih.

Sentuhan kecil di jemari mereka terasa lebih jujur daripada ratusan
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Terperangkap Dalam Gairah Dosen Muda   BAB 56

    Callista duduk di meja makan, tangan memegang cangkir teh yang belum sempat ia teguk. Tatapannya jatuh ke atas meja, tapi pikirannya tidak diam di sana. Di dalam dadanya, ada ribuan kemungkinan yang berseliweran—tapi tak satu pun mampu membuatnya mundur. Adrian berdiri tak jauh darinya. Membaca gerak-gerik Callista seperti membaca puisi yang sudah lama ia hafal. “Kamu takut?” tanyanya pelan. Callista mengangguk, jujur. “Tapi lebih takut kalau harus pura-pura nggak takut.” Adrian berjalan mendekat, duduk di kursi seberangnya. Ia meraih tangan Callista, mengusapnya lembut. “Kita nggak akan pura-pura. Kita nggak perlu.” “Mereka akan bilang aku mahasiswa murahan. Mereka akan bilang kamu manipulatif.” “Mereka akan bilang banyak hal. Tapi yang kita tahu—cuma kita yang tahu.” Callista tersenyum lemah. “Aku siap kalau ini har

  • Terperangkap Dalam Gairah Dosen Muda   BAB 55

    Ketika Adrian dan Callista turun ke ruang tamu, suasana tetap tenang. Tapi bukan lagi tenang yang rapuh. Ada semacam lapisan keberanian yang melapisi setiap langkah mereka. Callista menarik napas, lalu duduk di sofa, sementara Adrian menuangkan dua gelas air.“Gimana rasanya bangun dan tahu kita nggak sembunyi lagi?” tanya pria itu sambil menyodorkan gelasnya.Callista menerima, menatapnya. “Rasanya… kayak akhirnya bisa napas panjang tanpa takut tiba-tiba dicekik kenyataan.”Adrian duduk di sampingnya, menautkan jari-jarinya ke tangan Callista. “Sekarang kita harus mikir lebih jauh. Tentang kampus. Tentang reaksi orang-orang. Tentang… Amelia.”Callista menegang sedikit. “Dia akan serang kita?”“Pasti.” Adrian mengangguk pelan. “Dia nggak akan diam. Tapi aku juga nggak akan diem.”“Aku nggak butuh kamu lindungi sendirian.”Adrian menatapnya, tegas. “Tapi aku tetap akan berdiri paling depan.”Callista tak menjawab. Ia hanya menggeser tubuhnya, menyandar

  • Terperangkap Dalam Gairah Dosen Muda   BAB 54

    Adrian merespons setiap sentuhan Callista dengan sabar, dengan kehangatan yang tidak terburu-buru. Mereka saling mengenal tubuh satu sama lain bukan karena ini baru, tapi karena setiap kali bersama, ada versi lain dari cinta mereka yang muncul ke permukaan.Callista membuka kancing kemeja Adrian perlahan, seperti membuka lapisan-lapisan luka yang selama ini ditutupi rapat. Ia tak ingin tergesa. Ia ingin meresapi setiap detik, memastikan bahwa malam ini tak jadi pelarian—melainkan penerimaan.“Lihat aku,” gumam Adrian.Callista menatapnya. Matanya jernih. Tak lagi ragu.“Aku di sini,” balasnya.Adrian menunduk, mencium bibir gadis itu sekali lagi. Lalu turun ke rahangnya, ke lehernya, ke bahu yang kini terbuka. Callista mendesah pelan, tangannya meremas lengan pria itu, dan dalam desahan itu… ada keberanian. Bukan kelemahan.Tubuh mereka melebur seperti dua bagian dari sesuatu yang lama terpisah.Tak ada penyesalan.Tak ada penghindaran.Hanya napa

  • Terperangkap Dalam Gairah Dosen Muda   BAB 53

    Callista masih menggenggam lengan Adrian saat mereka berdiri di tengah ruangan. Hening. Tak ada kata-kata yang segera muncul, tapi napas mereka terasa berat, padat oleh semua yang baru saja dihadapi. Adrian belum melepaskannya. Dan Callista belum ingin beranjak dari pelukannya. “Retak itu… parah?” tanya Callista, masih menempelkan kepalanya di dada Adrian. “Retak itu bikin gemetar,” bisik Adrian. “Tapi aku nggak pecah. Karena kamu di sini.” Callista mengangguk kecil. Ia memejamkan mata, mencoba meredakan detak jantungnya sendiri. Dan dalam dekapan itu, ia tahu: pria ini tidak hanya bertahan—dia sedang berjuang. “Dia bilang kamu akan kehilangan semuanya?” tanya Callista pelan, hampir takut. “Dia bilang begitu.” Adrian menarik napas dalam. “Tapi yang aku rasa… justru ini pertama kalinya aku benar-benar punya sesuatu.” Callista menatap matanya. “Kita nggak bisa pura-pura lagi, ya?” “Enggak.” Tatapan Adrian

  • Terperangkap Dalam Gairah Dosen Muda   BAB 52

    Callista menatap Adrian lama, seolah ingin menghafal raut wajah itu sebelum badai benar-benar datang menghantam. Lalu ia menarik napas dalam-dalam, menunduk sebentar, dan ketika menatap lagi, matanya tidak lagi gemetar.“Kalau ada apapun yang terjadi… kamu tetap pulang ke aku, ya?”Adrian mengangguk. “Kamu rumahku.”Itu kalimat sederhana. Tapi di dada Callista, terasa seperti janji yang diukir dengan darah dan nyawa. Ia memejamkan mata, menenangkan dirinya sendiri—bukan untuk menghindari rasa takut, tapi untuk menerimanya dengan kepala tegak.Adrian menggenggam tangan Callista dan mengecup punggungnya. “Jangan takut. Kita udah terlalu jauh untuk mundur.”Callista menggigit bibir, lalu mengangguk pelan. “Kamu tahu kan… dia nggak akan diam.”“Aku tahu.”“Dia akan bikin segalanya kelihatan seolah kamu penghianat.”“Aku siap.”“Dia akan jadi korban yang pura-pura disakiti.”Adrian tersenyum tipis. Tapi tak ada lagi getir di sana. Hanya kelelahan.

  • Terperangkap Dalam Gairah Dosen Muda   BAB 51

    Adrian memeluk Callista erat, seolah ingin melindunginya bahkan dari pikiran sendiri. Jari-jari gadis itu mencengkeram punggung kemejanya, wajahnya tertanam di dada pria yang kini menjadi satu-satunya tempatnya pulang.“Kalau dia datang padaku… kalau dia buatku jatuh di depan semua orang…” Callista menarik napas gemetar. “Kamu nggak akan diam aja, kan?”“Aku nggak akan diam.” Adrian menunduk, mencium ubun-ubunnya. “Amelia sudah terlalu lama memainkan peran jadi korban, padahal dia yang paling dulu menghancurkan semuanya.”Callista menatapnya. “Kamu yakin?”“Aku yakin. Dia bisa menuduh apa pun. Tapi aku juga punya suara. Dan kali ini… aku akan bicara.”Callista terdiam. Tapi sorot matanya berubah—lebih kuat, lebih tegas. Seolah keberanian Adrian mengalir ke dalam dirinya, menguatkan fondasi yang selama ini retak.Adrian menggenggam tangannya. “Aku tahu kamu takut. Tapi kamu nggak sendiri. Kalau dia cari perang… aku juga udah siap berdiri paling depan.”Cal

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status