Akibat kecelakaan yang menewaskan kedua orang tua dan saudara sulungnya, Refara Namira terpaksa menerima ajakan kerja sama Zayn untuk memenuhi semua biaya hidup yang tidak sedikit. Tak disangka kerja sama mereka berdua melahirkan kisah yang cukup rumit. Penuh intrik, dendam dan rahasia di balik kecelakaan kedua orang tuanya.
View MoreHappy Reading
***** Mengenakan stelan blazer dengan rok pendek di atas lutut. Seorang gadis berambut sebahu dan sedikit bergelombang memasuki sebuah vila yang cukup megah. Matanya menyapu seluruh ruang tengah yang langsung mengarah pada kolam renang. Di sana, terlihat lelaki tampan dengan kulit putih tengah duduk sendirian. Kepulan asap dari zat nikotin yang dikeluarkan sang lelaki hampir membuat Refara tersedak. "Sudah datang rupanya?" tanya sang lelaki ketika mendengar Refara terbatuk. Seluruh tubuhnya, kini menghadap perempuan ramping tersebut. "Apa yang membuat Anda memanggil saya ke vila ini?" tatapan Refara begitu tajam. Di dunia bisnis, siapa yang tak mengenal lelaki di depannya. Sukses di usia muda dengan menyandang gelar kejam dan dingin. Lelaki itu melangkah mendekati Refara, memegang dagunya dan menariknya ke atas. "Siapa kamu berani bertanya seperti itu?" Rasa sakit akibat perbuatan si lelaki membuat Refara mendelik. "Maaf." Suaranya terjepit karena lehernya yang terangkat tinggi. Lelaki pemilik nama Zayn Aldari Rafiq itu melepas tangannya dari dagu Refara. Berbalik dan kembali duduk, tetapi tatapannya masih tajam pada lawan bicaranya. "Mari berbisnis denganku. Kamu tidak akan pernah rugi." "Bukankah perusahaan Anda sudah memiliki konsultan keuangan yang pastinya lebih baik dibanding saya." Refara masih berdiri tegak dengan tangan kiri memegang tas mungil kesayangannya. "Tawaran ini tidak berlaku dua kali. Tiga puluh juta akan menjadi milikmu setiap bulan. Tambah bonus 20.juta jika bisa menyelesaikan setiap misi yang diberikan." Memutar gelas berisi minuman beralkohol, Zayn benar-benar mendominasi dalam setiap perkataannya. Terdiam, Refara membayangkan kondisi keluarganya saat ini. Bayang-bayang percakapannya dengan sang dokter terlintas jelas. Saat ini, keadaannya terhimpit masalah keuangan. "Operasi dan biaya administrasi lainnya harus segera kamu bayarkan jika dia ingin sembuh," ucap seorang dokter kala Refara menemuinya di ruang konsultasi. "Berapa besar biayanya, Dok?" "Kurang lebih 65 juta. Semua itu termasuk biaya operasi dan perawatan selama satu bulan ke depan. Ini rinciannya." Membaca kertas yang disodorkan dokter muda di depannya, Refara meremas roknya. Merasa gagal menjadi seorang kakak karena tidak bisa membayar biaya pengobatan sang adik dengan segera. Tabungan yang dia miliki kurang. Semua aset keluarga juga sudah lepas dari genggaman. Kariernya hancur akibat perbuatan orang yang tak bertanggung jawab. "Segeralah mencari uang itu, Re. Kita tidak bisa menunggu dan membiarkannya seperti ini terus," ucap sang dokter kembali menyadarkan. "Saya akan segera mendapatkan uang itu, Dok." Perempuan itu berdiri. Menjabat tangan lelaki yang berprofesi dokter di depannya. "Satu menit berfikirmu, sudah selesai. Tidak akan ada kesempatan kedua untuk tawaran ini," ucap Zayn menggelegar di telinga Refara. Gadis itu tersadar dari lamunan panjang. Dia menatap lelaki yang masih menikmati minuman keras itu dengan tatapan tajam. "Mari kita mulai kerja sama ini. Tugas apa yang harus saya kerjakan untuk pertama kali?" Refara diam belum beranjak dari tempat semula. Berdiri tegak bak patung karena sang pemilik vila belum memintanya duduk. Mendengkus, Zayn tersenyum meremehkan sikap gadis di depannya. Lalu, lelaki itu mengulurkan tangan kanannya untuk berjabat. "Tidak ada kata gagal dalam hidupku," ucap Zayn dengan sorot mata mengintimidasi lawannya. "Belum pernah terjadi dalam kamus hidupku kegagalan," jawab Refara mantap. Tangannya terulur menyambut jabat tangan lawannya. "Katakan, apa yang harus saya lakukan!" "Baca ini! Waktunya tiga hari dari sekarang." Zayn menyerahkan map berwarna hitam. Membaca isi map tersebut, kening Refara berkerut dengan mata terbuka sempurna. "Buktikan jika tidak pernah ada kegagalan dalam hidupmu!" Zayn tersenyum miring menatap keterkejutan perempuan dengan beberapa bagian tubuh yang terlihat sangat menonjol di depannya. Kembali berdiri dan mendekati Refara, Zayn berkata tepat di telinga kanan lawannya. "Kutunggu kabar baik itu. Tidak ada kata takut dan gagal," bisiknya. Refara tidak berani bergerak karena jarak Zayn begitu dekat hingga embusan napasnya saja dapat dirasakan pada bagian leher. "Baik," ucap Refara. Maju satu langkah, menjauh dari lelaki tersebut. "Kirim nomor rekeningmu." "Untuk?" "Uang muka, misi pertamamu." Zayn menyodorkan ponselnya yang tertera barcode sebuah aplikasi chat terpopuler. Refara segera memindai barcode tersebut. "Terima kasih," ucap Refara setelah menerima notifikasi transfer masuk. ***** Menunggu giliran interview, perempuan berkemeja ketat warna putih itu mengedarkan pandangannya. Sesuai informasi yang dia dapatkan, target yang harus dia dekati akan berjalan melewati tempat itu untuk menuju ruangannya. Sekali lagi melirik jam tangannya, Refara menghitung mundur kedatangan lelaki yang ditunggunya. Tepat pada hitungan satu, langkah sang lelaki terdengar. Refara tersenyum puas. Melirik seseorang yang berdiri tak jauh darinya, netra si perempuan memberi kode. Bruk .... Suara orang terjatuh, terdengar cukup keras. "Maaf, Mbak. Saya tidak sengaja," kata perempuan berseragam kaos, khas office girl di gedung tersebut. "Nggak papa, Bu," ucap Refara. Dia berusaha berdiri, tetapi kakinya terasa begitu sakit hingga kembali terjatuh. Baju yang dikenakan juga tersiram kopi dari tangan perempuan paruh baya di depannya hingga nodanya tercetak secara nyata tepat di bukit kembarnya. Lelaki dengan tinggi sekitar 170 cm itu mendekati Refara. "Siapa kamu?" tanyanya sinis. Dia terlihat begitu waspada. "Saya salah satu orang yang dipanggil untuk interview di kantor ini," ucap Refara berusaha menampilkan wajah takut. Suaranya juga dibuat segugup mungkin. "Interview karyawan baru bukan di sini tempatnya. Kenapa kamu bisa ada di sini apalagi terlihat akan menggunakan lift khusus presidium? Apa tujuanmu?" sentak lelaki berambut tebal warna hitam di belakang lelaki yang tadi bertanya pada Refara. Refara berusaha kembali berdiri, tetapi lagi-lagi tidak bisa. "Maaf, saya nggak tahu kalau lift ini khusus untuk jajaran presidium. Saya berniat kembali ke ruangan interview setelah dari kamar mandi." Refara menunjuk arah toilet yang tak jauh dari tempatnya sekarang. "Tapi, ternyata saya salah lift," lanjut perempuan yang masih berusaha untuk berdiri. Lelaki pemilik nama Firhan Rafiq tersebut menatap penuh selidik pada Refara. "Kamu yakin tidak memiliki tujuan apa pun?" Refara mengangguk mantap, dibantu office girls yang menabraknya tadi, dia akhirnya bisa berdiri. "Lalu, kenapa kamu memberinya kode untuk menabrak dirimu sendiri?" Terkejut, jelas Refara alami saat ini. Ternyata, Firhan benar-benar lelaki yang teliti.Happy Reading*****Pagi menyebalkan bagi Refara karena telepon dari Zayn yang membuatnya harus pergi ke vila sebelum bekerja. Entah apa yang membuat lelaki tersebut, tiba-tiba memintanya datang.Sepuluh menit perjalanan, Refara sudah sampai di vila yang ditinggali Zayn. Baru menekan bel di pintu gerbang, suara si lelaki sudah terdengar."Langsung masuk aja, Re," pinta Zayn. Suaranya terdengar lemah, tidak arogan seperti sebelum-sebelumnya.Refara melangkahkan kakinya masuk dan saat itulah sosok Zayn yang tengah tidur menelungkup terlihat. Punggung lelaki itu menggeluarkan banyak darah."Anda kenapa, Pak?" tanya Refara. Segera menghampiri Zayn di sofa panjang, tempat lelaki tersebut berbaring."Tidak usah banyak tanya. Ambil kotak obat. Mulailah obati luka-lukaku itu," perintah Zayn. Walau badannya tengah terluka seperti sekarang, tetapi sifat kejam dan suka memerintah masih sama seperti biasanya. Refara paling benci dengan sifat Zayn yang seperti ini. Marah, perempuan tersebut mengh
Happy Reading***** "Kamu?" tanya Harri. Keningnya berkerut dalam, tatapannya tajam menghunus jantun lelaki yang ada adi belakang Refara."Mas kenal sama Pak Ilham?" tanya Refara. Lalu, perempuan itu mengajak sang asisten duduk di sebelah ranjang saudaranya."Kenal dekat tidak, Re. Kami pernah bertemu ketika sistem keamanan komputer Warna Jaya diretas seseorang," jelas Ilham, "Apa kabar Pak Harri? Lama tidak bertemu sejak saat itu." Tangan lelaki berkemeja abu-abu itu terulur."Seperti yang Anda lihat, Pak." Harri memberikan senyuman. "Kok, kalian bisa kenal?""Kebetulan, Pak Ilham ini asisten atasanku, Mas. Jadi, kami dipertemukan oleh pekerjaan.""Oh," sahut Harri. Lalu, tatapan lelaki itu mengarah pada jam tangan yang dikenakan Ilham. Seperti mengingat sesuatu, tatapan Harri lurus ke depan. Sampai-sampai pertanyaan sang asisten tidak diindahkannya."Mas." Refara menyentuh lengan saudaranya, menyadarkan."Ada apa, Re?" Menatap ke arah saudaranya, Harri ingat kejadian kecelakaan itu
Happy Reading*****Refara jatuh terlentang di sofa. Dia semakin membenci lelaki di hadapannya kini. Apa yang dilakukan Zayn benar-benar kelewat batas. "Apa sebenarnya maumu, Pak?" tanya perempuan itu dengan tatapan penuh kebencian. Refara berusaha keras menghindari serangan lelaki mesum itu.Seakan tuli, Zayn memaksa mencium perempuan itu pada bibir. Kedua tangannya mencengkeram lengan Refara. "Mmm," gumam Refara tidak bisa menyuarakan kekesalannya. Zayn bahkan kini menyesap kuat bibir si perempuan karena tak kunjung diberi akses. "Mmm," ucap Refara sambil memukul-mukul dada lelaki di hadapannya itu. Tak sabar, Zayn menggigit bibir Refara. Perempuan itu mengaduh dan hal itu tak disia-siakan olehnya. Perang bibir pun terjadi tanpa keikhlasan hati sang sekretaris. Cukup lama mereka lelaki itu melakukannya hinga sebuah ketukan terdengar."Re, apa kamu di dalam? Ada berkas yang harus kamu kerjakan karena Firhan memintanya cepat," ucap seseorang yang tak lain adalah Ilham.Bukannya me
Happy Reading*****"Apa kamu lupa siapa aku?" Suara lelaki itu begitu dekat di telinga Refara. Embusan napasnya bahkan terasa hangat menyapa kulit wajah.Meremang, Refara tidak bisa memungkiri jika dia sangat mengenal suara lelaki tersebut. Siapa lagi yang berani menerobos batasan demi bisa melecehkannya. "Pak, jangan main-main. Kalau ada yang melihat dan melaporkannya pada Bu Elvira, Anda sendiri yang repot." Suara Refara bergetar hebat. Bukan karena takut, tetapi dia sedang berusaha menahan rangsangan yang diberikan Zayn pada bagian sensitif tubuhnya. Zayn mendengkus, tetapi tangannya masih bergerak aktif meremas gundukan Refara. Entahlah, mengapa lelaki itu selalu saja ingin melakukan hal-hal mesum pada perempuan yang dia tugaskan untuk menggoda saudaranya. Apalagi ketika Zayn melihat sendiri adegan romantis keduanya dengan mata kepala sendiri. "Kamu kira aku takut dengan ancamanmu? Sama seperti hubunganmu dengan Firhan, maka Elvira, hanyalah alat yang aku gunakan untuk mend
Happy Reading*****Ilham melebarkan kelopak matanya ketika melihat Firhan sudah berada di hadapannya. Cepat-cepat memutuskan sambungannya dengan seseorang yang ditelepon tadi. "Sejak kapan kamu masuk, Fir?" tanya Ilham gugup."Tidak penting sejak kapan aku masuk. Siapa lagi cewek yang mau kamu lenyapkan? Ingat, Ham. Kamu tidak bisa terus menerus memukul mundur semua perempuan yang mendekatimu. Refara sudah bersedia menerima cintaku, jadi mulailah membuka hati untuk perempuan-perempuan yang mendekatimu termasuk si dia."Tawa Ilham menguar, "Jadi, sekali lagi kamu menggunakan kekuasaanmu untuk menekan Refara supaya menerima perasaanmu? Jangan naif, Fir. Kita sudah sepakat bermain sehat untuk mendapatkan hatinya.""Ayolah, Ham. Cewek mana yang akan memilihmu jika posisimu seperti sekarang. Jelas Refara lebih memilihku karena jabatan dan harta yang aku miliki sekarang. Tanpa perlu aku menekannya seperti yang aku lakukan pada Irene." "Aku rasa Refara bukanlah cewek seperti itu," sanggah
Happy Reading*****Beberapa menit Firhan melumat dan menyesap bibir ranum Refara hingga perempuan itu memberi kode supaya segera menghentikan aksinya dengan memukul pelan dadanya. "Pak, apa yang Anda lakukan?" tanya Refara dengan napas memburu. Walau tidak membalas ciuman sang atasan, tetapi perempuan itu sedikit kesulitan bernapas akibat ulah Firhan."Re, aku beneran tertarik padamu. Aku tidak bisa melihatmu fokus pada Mas Gandy. Sejak meeting berlangsung tadi, tatapanmu selalu tertuju padanya. Apa kamu memiliki perasaan pada Mas Gandy?"Refara menggoyangkan tangannya dengan cepat, kepalanya juga menggeleng demi meyakinkan sang atasan. "Bapak, jangan asal mengambil kesimpulan sendiri. Saya sama sekali tidak tertarik dengan Pak Gandy. Jika selama meeting saya terus saja mengamati beliau. Semua itu karena saya penasaran dengan jepit dasi yang beliau kenakan.""Kenapa dengan jepit dasi milik Mas Gandy?" Firhan memegang pergelangan sang sekretaris dan mengajaknya duduk di sofa. Perem
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments