Share

Makan Siang

Author: Srirama Adafi
last update Last Updated: 2022-09-23 13:04:42

"Mas, kalau istrimu enggak masak, makan malam di rumahku, ya!" ucap Mas Ardian sambil menirukan gaya bicara Siska.

"Kamu jawab gimana?"

"Ya aku jawab, maaf, Bu, istriku selalu masak."

"Kamu panggil dia Bu?" pekikku.

"Iya. Emang dia ibu-ibu, kan?" jawab Mas Adrian dengan wajah tanpa dosa.

Aku terbahak mendengarnya. Wanita seusia Siska, tentu keberatan dipanggil Bu. "Hahahahaha. Benar, benar! Terus dia gimana?"

"Aku disuruh panggil dia Siska aja. Aku bilang, itu enggak sopan. Apalagi kita, kan, pendatang baru."

"Terus, dia bilang gimana lagi?"

"Terus, terus!" sungut Mas Ardian. "Entar ujung-ujungnya kamu cemburu! Ngambek!"

"Tuh, kan, menghindar! Enggak mau jujur?" tuduhku.

"Heh! Dasar, Nyonyah! Awas, loh, kalau sampai akhirnya cemburu!"

"Ya, tergantung kamu, bikin aku cemburu apa enggak!" Aku tak mau kalah.

"Iya, deh, iya. Perempuan emang enggak pernah salah dan enggak mau kalah!"

"Udah! Enggak usah mengalihkan pembicaraan, deh! Dia ngomong apalagi?" tanyaku.

"Dia enggak percaya kalau kamu beneran masak."

"Kenapa?"

"Kamu, kan, bekerja. Biasanya perempuan bekerja, kan, jarang masak, kata dia."

"Terus kamu jawab gimana?"

"Hhm, rahasia!"

"Ih, Mas Ardiaan!" seruku sambil memukul lengannya. "Awas, ya!"

Mas Ardian terbahak-bahak. Dia terlihat puas sekali membuatku kesal seperti ini.

"Udah, ah, Mbem! Aku mau makan, lapar, nih!" keluhnya.

"Enggak boleh!" ketusku.

"Jahat banget, deh, Mbem!" Mas Ardian pura-pura merajuk.

"Habisnya ditanya serius malah gitu!" sungutku.

"Ya udah, deh, aku makan di rumah Siska aja."

"Mas!" teriakku panjang. "Awas kamu, ya!" Kucubit pinggangnya dengan keras.

"Auw! Sakit, Mbem! Kejam banget, deh!"

"Mas nyebelin!" Akhirnya aku merajuk meninggalkan Mas Ardian di meja makan.

Kuabaikan Mas Ardian yang memanggilku berkali-kali. Bagaimanapun ada perasaan galau mengetahui ada perempuan yang berusaha menggoda Mas Ardian.

Terlebih itu tetanggaku sendiri. Walaupun perempuan itu sudah punya anak, tetapi badannya masih bagus. Wajahnya juga cantik, mirip Zaakia Gotik.

Tiba-tiba perasaan minder datang begitu saja. Sebagai wanita aku merasa tidak sempurna. Karena sudah lima tahun menikah, belum dipercaya mengandung juga. Sedang Siska, dia sudah terbukti bisa punya anak.

"Mbem! Kok malah ngambek beneran, sih?" Mas Ardian mengekoriku ke kamar.

Aku masih diam berusaha mengatasi kegalauan yang datang tiba-tiba ini.

"Mbem!" Mas Ardian mambalik tubuhku yang sudah berdiri di depan ranjang. "Kok, malah ngambek, sih? Jelek, deh! Aku, kan, cuma bercanda!"

Bibirku masih terkunci. Tiba-tiba saja aku jadi merasa lemas.

"Mbem, maaf!" rengek Mas Ardian. "Aku, loh, cuma bercanda. Mana mungkin aku mau makan di rumah Siska. Udah, dong, Mbem, ngambeknya! Aku lapar, nih!"

"Udah, ah! Aku mau tidur." Aku menyingkirkan tangan Mas Adrian yang memegangi bahuku. Kemudian menuju ranjang. Kutarik selimut untuk menutupi tubuhku.

Mas Ardian ikut naik ke ranjang. Kemudian memelukku dari belakang. "Mbem, kamu tega, deh!" rengeknya.

"Ya udah, sana kalau kamu mau makan. Kan, udah aku siapin juga di meja." Akhirnya aku berbicara juga.

"Aku maunya makan sama kamu, Mbem. Enggak enak makan sendiri," rengeknya lagi.

"Ya udah, telpon Siska aja suruh nemenin!" ketusku.

"Yah, Mbem! Kok, kamu gitu, sih? Aku, kan, tadi cuma bercanda. Ayo, lah, Mbem!"

"Gah!"

"Ya udah, kamu tega, nih, ya, biarin suami tidur kelaparan?" rengek Mas Ardian.

"Tinggal makan, loh, ah! Ribet banget, sih!" sungutku.

"Aku maunya makan sama kamu, Mbem!"

Aku diam malas menanggapi. Karena aku tahu, Mas Ardian tidak akan menyerah sebelum aku luluh.

"Mbem, aku ambil makanan bawa ke sini, ya? Tapi kita makan sama-sama. Sepiring berdua, gimana?" rayunya.

"Hm."

"Asyik! Tunggu, ya?"

Mas Ardian langsung melesat mengambil makan malam kami. Maklum saja, begitu sampai rumah kami memang belum makan apa-apa. Karena kalau ngemil dulu, biasanya jadi malas makan.

Sejurus kemudian, Mas Ardian datang dengan sepiring penuh nasi, sepiring ayam goreng lengkap dengan lalapan, dan dua gelas besar air putih.

"Nah ...," ucapnya sembari menaruh nampan yang dibawanya ke kasur. "Aku suapi, ya, Mbem?"

Aku beringsut bangun dari posisi berbaring. Kemudian kami makan sepiring berdua sambil bercanda.

***

Pagi hari aku membuat roti bakar untuk sarapan. Kami menikmatinya dengan segelas susu.

"Mas, gimana besok, ya? Kira-kira siapa ya yang bisa bantu-bantu kita?"

Aku membahas soal persiapan buat acara tasyakuran menempati rumah ini. Walaupun sudah kami tempati satu mingguan ini, tetapi kami belum mengadakan acara tasyakuran, karena belakangan ini cukup sibuk. Jadi rencananya besok Sabtu malam Minggu kami akan adakan tasyakurannya.

Namun, ternyata Sabtu besok aku harus lembur karena akan ada pertemuan para pemegang saham hari seninnya. Padahal segala sesuatunya sudah kami pesan untuk hari itu.

"Emh, gimana kalau minta bantuan Bu Pur aja buat atur semuanya?" usul Mas Ardian.

"Boleh, deh. Nanti pulang kerja, kita langsung ke sana, ya!" ajakku.

"Siap!"

Seperti biasa, kami berangkat kerja bersama. Namun, pagi ini Siska tak ada di terasnya seperti sebelumnya.

Lucu, aku malah jadi ikut-ikutan memperhatikan wanita itu. Namun, memang harus, sih. Aku tak mau sampai kecolongan.

Begitu tiba di kantor, aku berkutat dengan pekerjaan seperti biasa. Lalu jam istirahat, Lisa mengajakku makan siang di resto seberang kantor.

Sebelum keluar kantor, seperti biasa kami ke toilet untuk merapikan diri. Kusapukan lagi lipstik warna nude ke bibir tipisku. Kemudian menempelkan tisu wajah, agar wajah glowingku tak berminyak.

Perpaduan blazer warna merah cabe dan celana panjang warna hitam serta pasmina hitam, membalut tubuh padatku. Kakiku terlihat semakin jenjang dengan sepatu runcing depan dengan hak 3 cm.

Sebenarnya secara berat badan aku tak gemuk. Berat 58 kg ideal saja kalau dibandingkan tinggiku yang sekitar 165 cm. Hanya saja memang pipiku agak cuby makanya Mas Ardian suka gemas dan memanggilku "Mbem" singkatan kata tembem versi Mas Ardian.

"Yuk, Lis!" ajakku setelah merasa penampilanku sempurna.

"Yuk!"

Kami berjalan kaki menuju resto tersebut. Begitu tiba langsung memesan makanan yang menjadi primadona resto tersebut, yaitu berbagai olahan seafood.

Aku mendengarkan cerita Lisa yang sedang membicarakan Pak Ganesha. Manager kami yang berstatus duda di usia yang cukup muda. Namun, suara Lisa seolah tak terdengar lagi saat aku melihat Siska memasuki resto bersama Pak Abas, suami dari Bu Mirna tetanggaku juga. Mereka tampak begitu mesra. Pak Abas tersenyum lebar sembari merangkul pundak Siska.

"Ya ampun, Siska!" Aku benar-benar tak menyangka.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tetangga Penggoda   Ending

    "Mas! Tunggu! Mas!" teriak Siska sembari mengenakan pakaiannya. Wanita itu seolah sudah tak peduli berapa banyak pasang mata yang menyaksikan tubuh polosnya. Setelah mengenakan seluruh pakaiannya, Siska berlari hendak mengejar Mas Guntur. Namun, Bu Mirna menghalanginya. "Mau ke mana kamu?" Bu Mirna mencekal lengan Siska. "Lepas! Bukan urusanmu!" ketus Siska. Plak! Siska mengelus pipinya yang terasa pedih dan panas oleh tamparan Bu Mirna. Kontan mata Siska melotot pada Bu Mirna. Aku benar-benar baru tahu kalau pelakor lebih galak dari istri sah. Bahkan Siska sama sekali tak merasa takut atau bersalah pada Bu Mirna. “Apa? Mau apa kamu?” tantang Bu Mirna. Sementara Siska melotot pada istri selingkuhannya sembari memegangi pipinya.“Bawa mereka berdua!” titah Bu Mirna pada warga yang berbondong-bondong di kamar hotel Pak Abas dan Siska. “Jangan gila kamu, Bu!” seru Pak Abas sembari memegangi selimutnya agar tidak lolos dari tubuh polosnya. “Lepas!” teriak Pak Abas lagi. Tanganny

  • Tetangga Penggoda   Kamar Hotel

    Mas Adrian membuka kunci pintu pagar. Bu Mirna langsung mendekat saat pintu telah terbuka."Mbak Nana!" panggilnya."Iya, Bu. Maaf, ini ada apa, ya?" tanyaku sembari memandangi beberapa tetangga yang sudah berkumpul di depan rumahku."Mbak, saya mau minta tolong." Kali ini Mas Guntur yang bicara."Iya, Mas, mau minta tolong apa?" tanyaku sembari menoleh pada Mas Adrian. Aku takut kalau apa yang kulakukan pada Siska berbalik ke arahku."Boleh kami masuk, Mbak? Biar enggak di pinggir jalan gini," pinta Mas Guntur."Oh, iya, iya. Silakan masuk!" perintah Mas Adrian.Para tetangga berbondong-bondong masuk sampai memenuhi halaman rumahku yang tak begitu luas. Mas Guntur, Bu Mirna, Pak RT, Bu RT, Pak RW dan Bu RW berdiri di teras rumahku."Ada apa ini, Mas Guntur?" tanya Mas Adrian."Maaf sekali, Mas, sebelumnya. Mas Adrian pasti kaget, ya?" tanya Mas Guntur.Aku dan Mas Adrian kompak mengangguk. "Iya, ada apa?" tanya Mas Adrian lagi."Jadi, tadi aku dan Bu Mirna ngobrol-ngobrol. Intinya te

  • Tetangga Penggoda   Bel Malam Hari

    "Mas, kita jahat banget apa enggak, sih?" tanyaku pada Mas Adrian saat kita sudah bersiap tidur."Ke Siska?" tanya lelaki berkaos putih itu.Aku mengangguk. "Kayaknya tadi dompetnya terkuras, deh. Dia sampai rela nebeng kita padahal sempit gitu.""Udahlah, biarin aja." Mas Adrian langsung memelukku dan memejamkan mata.Sementara Mas Adrian tidur, mataku tak juga bisa terpejam. Akhirnya aku mengambil ponsel Mas Adrian, ingin melihat hasil kerjanya tadi pada Siska.Rupanya Mas Adrian berhasil menyadap WA Siska. Segera kulihat percakapan wanita itu di WA.Terlihat baru saja dia mengirim pesan untuk Pak Abas. Dia mengadu tentang kejadian traktiran tadi. Namun, dia tak mengatakan yang sebenarnya. Siska bilang, aku yang memintanya mentraktir sebagai balas budi Mas Adrian telah membantunya mendapatkan pekerjaan. Karena hal itu, sekarang uang gajinya ludes. Sehingga dia meminta uang pada Pak Abas. Aku salut, sih. Dia pintar sekali merayu untuk meminta uang seperti itu. Namun, balasan Pak Ab

  • Tetangga Penggoda   Makan Malam

    Gara-gara membaca pesan Siska yang berusaha mengadu domba aku dengan Mas Adrian, aku jadi penasaran ingin melihat status WA-nya. Apakah dia menyindirku, atau seperti apa?Kuatur WA Mas Adrian agar tak muncul namanya saat melihat status orang lain. Setelahnya baru kucari status Siska.Status pertama di-posting kemarin sore.[Dasar enggak punya attitude! Bermesraan di depan umum! Wanita rendahan, ya, begitu! Dicium di mobil, kok, mau!]Dahiku mengernyit membaca status itu.Kira-kira dia ngatain siapa, ya? Ternyata dia enggak cuma penggoda, tetapi suka julid juga.Ck! Dasar!"Apaan, Mbem?" tanya Mas Adrian."Ini, Siska bikin status kemarin. Ngata-ngatain orang ciuman di mobil.""Oh, ya? Jangan-jangan kemarin dia lihat kita?" tebak Mas Adrian."Kita?" tanyaku bingung."Iya, pas di garasi, loh, Mbem!" Mas Adrian mengingatkan."Masa, sih? Emang bisa kelihatan dari luar?""Mungkin aja. Garasi kita kan lebih tinggi dari halaman, jadi orang bisa lihat dari balik pagar.""Tapi, kan, pasti engga

  • Tetangga Penggoda   Adu Domba

    "Mas, kita udah melangkah, Siska udah masuk ke perangkap. Kalau kita mundur, Siska enggak mungkin mau keluar dari perangkap kita. Yang ada dia akan semakin menjadi-jadi," ucapku sembari meyakinkan diri sendiri."Jadi, kita lanjutin, Mbem?""Harus!" jawabku mantap. "Masalah salah paham ini, nanti bisa diluruskan saat rencana kita berhasil.""Ya udah, Mbem. Bismillah." Mas Adrian tersenyum hangat."Makasih, ya, Mas!""Makasih, doang? Ogah, ah!""Ish! Ngelunjak!" ketusku."Oh, awas kamu, Mbem!"Mas Adrian menarikku dan menghujaniku dengan ciuman. Aku menjerit-jerit sembari tertawa menahan geli.Malam hari saat kami bersantai sembari menonton televisi, terdengar suara bel berdentang."Siapa, ya, Mas?" tanyaku. Karena tak biasanya kami kedatangan tamu. "Jangan-jangan Siska lagi!""Coba aku lihat."Mas Adrian beranjak dari sofa kemudian berjalan menuju pintu pagar. Aku mengikutinya dari belakang.Dari teras aku bisa melihat siapa yang bertamu. Bukan Siska, tetapi seorang laki-laki. Karena c

  • Tetangga Penggoda   Salah Paham

    Mas Adrian menyetujui rencanaku untuk memberi pelajaran pada Siska. Semoga dengan apa yang nanti aku lakukan, bisa membuat perempuan itu jera."Kamu harus janji, loh, Mbem, enggak boleh cemburu! Kalau kamu ribut sendiri, aku enggak mau," ucap Mas Adrian."Iya, yang penting kamu turuti aku."Kemudian kubalas pesan dari Siska, seolah-olah Mas Adrian yang membalasnya.[Iya, Bu.]Tak berselang lama Siska membalas.[Jadi Mas terima tawaran makan dariku? Tapi, Mas jangan panggil aku bu terus, dong!][Iya.] balasku.[Wah, senang banget aku, Mas. Makasih, ya. Mas benar-benar baik. Mas adalah laki-laki terbaik yang pernah aku temui.]Aku menatap balasan dari Siska tanpa bisa berkata-kata.Ya Allah, gini banget ini perempuan!"Kenapa, Mbem?" tanya Mas Adrian.Mungkin dia bingung melihat ekspresiku setelah membaca pesan dari Siska. Segera saja kutunjukkan pesan itu padanya.Di luar dugaan, Mas Adrian malah terbahak-bahak."Apanya yang lucu?" tanyaku sembari menatapnya aneh."Hahahaha. Ada, ya, M

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status