Share

Perkenalan Anjani

"Ingat! lelaki tidak boleh cengeng!" ucap Zero menguatkan anak itu dengan mata yang berkaca-kaca.

Zero merasa dirinya sedang senasib dengan anak itu.

"Siapa nama kamu Nak?" tanya Zero berbisik dengan tangan masih memeluk lelaki kecil itu.

"Ken!" teriak Anjani mewakili jawaban anak kecil itu. "Kenzie namanya."

Anjani berjalan mendekat ke arah Zero dan anak itu dengan langkah yang terpingkal-pingkal.

Perlahan Zero pun berdiri nanar melihat wajah Anjani yang sangat lebam.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Zero kaku.

"Entahlah, aku sudah tidak tahu bagaimana rasanya baik-baik saja,"

"Maafkan aku!" Zero pun mulai membantu Anjani memapah langkahnya hingga sampailah di apartemennya.

"Tidah usah meminta maaf!" balas Anjani singkat.

Sepanjang perjalanan menuju apartemen Anjani, Anak kecil itu hanya menatapi wajah Zero. Alih-alih marah karena ibunya sedang bersama lelaki lain, Kenzie malahan terlihat sumringah. 

Baru kali ini Ken' nampak bahagia dengan wajah yang cerah.

Sampai di depan pintu apartemen, ia melepas rangkulan tangan Anjani. 

Zero lelaki tangguh yang sangat membenci wanita, terlihat berbeda.

Rasa canggung nampak jelas dari gerak geriknya. mulutnya seolah terkunci sulit berkata dengan semua pertanyaan di benaknya.

"Paman! ayolah mampir kedalam sebentar saja!" rengek Kenzie.

"Betul kata Ken, silahkan masuk?"

"Ach, tidak-tidak. Aku masih ada perlu," elaknya beku.

"Terima kasih sudah mengantar kami sampai sini."

Mata Zero terus terpaku pada senyuman bibir Anjani yang sedikit lebam.

Lorong apartemen yang sangat lenglang menjadikan suasana semakin intim. Tapi Zero tahu diri, siapa dia. Maka dari itu ia menundukan kepala untuk berpamit dari tempat itu.

Kring ...!

Suara handphone pun mengakhiri tatapannya terhadap Anjani.

"Hallo?"

"Hei! yey! dimenseu? ekeu nunggu yey di depan apertemen. Uh ... alemong ya?" 

Kalimat itu jelas menandakan isi telpon dari si monik yang isinya, 'Kamu dari mana? aku menunggu lama di depan apartemen. Huh lamanya,'

"Oke! oke! aku segera datang tunggu sebentar ya!" 

Tanpa basa basi Zero meninggalkan Anjani dan Pras. Ia berlari kencang menelusiri lorong apartemen yang bersebrangan dengan apartemennya.

Padahal sebelumnya Zero orang yang sangat tertutup. jangankan mampir ke sebrang, tetangga di sampingnya pun tak saling kenal.

Ia berlari sembari selengean. Ia tersenyum bukan karena di tunggui si Monik, namun ia merasa tidak menyangka bisa berpegangan langsung dengan wanita yang ada dalam bayangannya smalaman.

'Hallo! Zero Brijen, sadar woy! wanita itu sama, kali aja sekarang dia manis tapi dalamnya pahit?' bisik hatinya berusaha menyadarkan halusinasinya.

Sampai di jalan raya, ia menyebrangi jalanan sedikit menilik ke semua arah dengan liar.

Ia hanya takut anak buah Bos Dady masih berkeliaran di tempatnya.

Setelah aman, barulah ia masuk kedalam area loby apartemennya dengan santai.

"Hai Bro? LAMOSE!" cakap Monik sambil melipat kedua tangannya dan matanya berkeling jutek namun genit.

"Maaf! sedikit ada kendala. Ayo masuk!" ajak Zero setelah ia membuka kunci pintu apartemennya.

"Huft, so' sibuk." Monik merajuk seperti tak ingin tersaingi dengan kegiatan lainnya.

"Jangan cemberut gitu ...! ada kabar apa tentang bos kita hari ini?" tanya Zero sambil mengambil air es dalam kulkas.

"Eh, tau gak? dengar-dengar bisnis Bos kita sedang merosot, kayanya dia sedang pusing dengan semua kelakuan kucig-kucing kita yang sulit di atur," bibir Monik memang selalu bocor.

Zero menghentikan pergerakannya saat mendengar bocoran dari si Monik sahabat karibnya.

'Apa benar?' bisik hatinya gusar.

"Dari pagi si Bos terus nanyain si kamu!" lanjut Monik kompor.

"Huft, aku harus siap-siap," dnegkus Zero menarik nafas dalam.

"Emang ada apaan?"

"Rahasia ...!" Zero lempar kaosnya yang basah penuh keringat tepat di wajah Monik saking isengnya.

Ia cekikikan tertawa sambil meninggalkan Monik untuk segera membersihkan tubuhnya.

"Aeh ... aeh ... gak sopan yey!" bentak Monik mengepalkan tangannya sambil lemah gemulai.

"Hahaha!" Zero tertawa terbahak meledek Monik.

Sesaat setelah memasuki kamar mandi, ia berendam di bathub dengan busa yang membuih di atas dadanya yang berbidang dan penuh bulu.

Lagi-lagi bayangan wajah anjani hinggap dalam ingatannya.

'Wanita itu ada urusan apa dengan anak buah Bos Dadi ya? aku lupa menanyakan namanya. Ups, aku juga lupa mengucap terimakasih pada wanita itu. Padahal sudah dari lama aku mau bilang terimakasih atas sore itu,' gerutunya dalam hati.

Dan banyak lagi pertanyaan dalam benak Zero seakan meracuni pikirannya.

'Apa aku harus pergi ke tempat itu lagi?' lanjut pikirannya.

'Ach! malu-maluin doang! lagian urusanku lebih penting dari ini!'

Pikirannya melayang-layang hingga saat berendam pun menghabiskan waktu yang sangat lama. Sampai-sampai ia sedikit tertidur di atas bathub kamar mandinya.

Dor! Dor! Dor!

"Zer, kamu lama kali sih di dalem? mau nyaingin gue? selama apapun badan lo di gosok, tetap saja bakal putihan gue," teriak Monik membangunkan Zero yang sedikit terlelap.

"Ust! ya! ya! ya ...! aku selesai!" teriak Zero bangkit dari air, lalu membersihkan busa-busa yang menempel dalam tubuhnya yang berwarna sawo matang.

Seusai membersihkan tubuhnya, Zero menutupi bagian perut hingga bawah lutut hanya menggunakan sehelai handuk saja.

"Wih ... badan yey masih fresh aje," Monik sedikit genit melihat Zero keluar dari kamar mandi.

"Jangan Geer ya! kamu bukan levelku!" canda Zero sedikit merapikan janggut tipisnya.

"Oh, ya! tadi Bos Dadi nelpon yey lo!" celetuk Monik.

"Apa? aih ... kenapa gak bilang? tiga kali gak ke angkat lagi, masalah inimah!" Zero mengernyitkan keningnya.

"Sorry ... Monik lagi malas pegang handphone butut yey! lagian itu pintu udah di gedor-gedor kemane aja yey?" gerutu Monik sedikit menyindirnya.

"Waduh ... bahaya ini mah! aku ketiduran tadi."

Zero pun bergegas memasukan celana panjangnya sambil berjinjit-jinjit sedikit kerepotan. Dada bidangnya pun segera ia tutup dengan penampilan yang lumayan garang untuk kali ini.

Parfum yang ia semprot waktu itu hampir setengah botol, dan itu adalah hal yang sangat tak biasa.

Mungkin di sebabkan karena pertemuannya dengan Anjani. Zero pun sedikit berdandan di depan cermin dengan wajah sumringah saat menatap wajahnya sendiri.

Lepas berdandan, ia menyelinap ke sebuah ruangan kecil di dalam kamarnya tanpa di ketahui Monik.

Sebuah airsoftgun peninggalan dari sang ibu terpaksa ia sisipkan di celah celananya. Ia pikir berjaga-jaga lebih baik dalam setiap keadaan.

Lalu sekarang ia sudah siap untuk menemui Bos Dady dengan sebuah permintaan yang sudah di rencanakan sebelumnya.

Zero keluar dari kamar dengan wajah yang tidak mencurigakan.

"Ayo! waktunya aku beredar, antar aku ya Mon! mobil aku masih di sita Si Bos!"

"Tarik ... mang!" teriak Monik semakin menjadi.

Singkat cerita perjalanan antara apartemen dan rumah bordir itu menghabiskan waktu hampir satu jam dengan kecepatan mobil rata-rata, akhirnya mereka sampai di depan tujuannya.

Dengan gagahnya Zero membetulkan jaket hitamnya, dan mengusap rambut basahnya agar sedikit mengembang. Ia keluar dari mobil, berjalan dengan langkah yang sangat berkelas.

Sedang Monik mengiringi langkah Zero dari belakang dengan berjalan dengan berlenggak lenggok.

Sampai di daun pintu, Zero membuka lebar pintu tinggi dengan ukiran naga di bagian atasnya.

Ngieng ... BRAK!

Tubuh Zero hampir melayang terpental jauh dan hingga punggungnya menubruk dinding toko.

Sebuah tinjuan keras tepat bersarang dai tengah ulu hati Zero.

"Arrrg, aaah!" Mata Zero membelalak leber merasakan sakitnya sangat bulat sekali.

***

Mau tahu apa yang terjadi di tempat itu?

buka bab selanjutnya ya!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status