MasukRania menatap Mila dengan tatapan penuh kelembutan. "Ayo, Kak Nathan sialan, sekarang saatnya aku mengukuhkan posisiku. Lena, kau juga ikut kami," ujar Alana tegas, yang disambut anggukan pelan Alena dengan pipi merah dan tawa cekikikan dari tiga lainnya. … Siang harinya… Nathan sudah selesai mandi, sementara Alana dan Alena masih terbaring di ranjang Nathan dengan raut wajah puas. Keduanya tersenyum malu seperti sepasang buah persik yang sedang matang sempurna. Nathan benar-benar memberikan mereka kenikmatan luar biasa yang belum pernah mereka bayangkan sebelumnya, tetesan darah perawan kedua gadis itu, benar-benar mengukuhkan kepemilikan Nathan pada mereka. Nathan duduk dan membelai pipi kedua gadis itu lembut. "Sekarang keinginan kalian sudah kupenuhi. Sekarang bersiap-siaplah, malam ini kita akan menginap di tempat kakek, dan kalian bisa bertemu ibu. Kakak juga akan mengikuti ujian penyetaraan, setelah itu kakak bisa kuliah di universitas yang sama dengan kalian." "Benar, K
"Tunggu, Mila… jaket hoodie yang kamu pakai…" Kalimat Rania terhenti, dia seolah mengenali jaket hoodie merah itu. Seketika mata Alana dan Alena melebar, seolah mereka juga menyadari sesuatu. "Itu… itu kan jaket kesayangan Kak Nathan, kenapa kamu bisa pakai itu?" tanya Alana dengan nada sedikit kesal. Mila menunduk dengan wajah yang sedikit takut, mendapati dirinya sama sekali tak memiliki jawaban yang masuk akal dari pertanyaan Alana. Sementara Nasha yang mendengarkan perkataan Alana juga mulai terpancing. Dia mengerutkan dahi dan hendak ikut mencecarkan pertanyaan kepada Mila, namun Rania segera menarik tangan Nasha. "Kak Nathan, tidakkah seharusnya kamu menceritakan apa yang terjadi sebenarnya agar kami tidak penasaran dan menduga-duga?" saran Rania. "Rania benar, Kak. Kita ini keluarga, jadi apakah masih ada yang perlu ditutupi di antara kita?!" lanjut Alena mempertegas pernyataan Rania. Nathan menatap ke arah Mila, dengan lembut ia bertanya, "Mila, apa kamu sudah pu
Setelah beberapa waktu berada di taman, empat gadis itu masuk, sementara Bela sudah di jemput oleh Richard untuk bertemu orang tuanya. Mereka berempat mencari keberadaan Mila, namun mereka hanya menemukan sebuah kamar tamu yang terkunci. Malam itu Mila mengurung diri di dalam kamar, dia bahkan tak mau pulang kerumahnya, dia juga tak mau menemui siapapun. Alena dan Rania yang polos hanya mengira Mila langsung ketiduran setelah mandi. Sementara Alana dan Nasha merasakan sesuatu yang aneh, tapi mereka belum bisa memikirkan apa itu. Nathan sendiri tak mengatakan apapun. ... Keesokan paginya... Pagi itu vila terasa lebih bising dari biasanya. Bukan karena suara orang, melainkan karena degup jantung Mila yang seakan menggema di telinganya sendiri. Ia berdiri kaku di ruang tengah, memakai hoodie Nathan yang masih terlalu longgar, rambutnya dikuncir seadanya. Setiap langkahnya terasa seperti menyeret beban. Karena di hadapannya… Semua kekasih Nathan sedang duduk lengkap.
Di dalam kamar tidur vila yang sunyi. Tidak ada suara selain detak jam dan napas Mila yang masih belum stabil. Nathan berdiri beberapa langkah di depan pintu, sementara Mila duduk di tepi ranjang dengan handuk tipis melilit tubuhnya. Rambutnya masih basah, meneteskan air ke lantai kayu. Bahunya gemetar, meski ia berusaha keras terlihat tegar. Nathan menatapnya… dan untuk pertama kalinya sejak ia lahir, ia merasa benar-benar bersalah pada seorang gadis. “Pakai ini dulu.” Nathan meletakkan jaket miliknya, tebal, hangat, di sisi Mila tanpa memaksanya. Mila menunduk, mengambil jaket itu perlahan, dan mengenakannya tanpa suara. Tangannya bergetar halus menyiratkan kebingungan, sesuatu yang tidak pernah Nathan bayangkan akan ia lihat dari gadis sekuat itu. ... “Kenapa kamu masih di sini?” suara Mila lirih. “Bukankah kamu sudah bilang mau bertanggung jawab? Itu cukup. Kamu… kamu nggak perlu berada dekat aku.” Pipinya memerah, ia masih teringat desahan manja yang keluar da
Di dalam kamarmandi vila mewah itu, sepasang pria dan wanita sedang bersenggama, membagi kenikmatan dalam penyatuan yang tak pernah mereka rencanakan. Tubuh Mila kini sepenuhnya mengimbangi gerakan Nathan, matanya terpejam merasakan seluruh kenikmatan itu. Mereka berdua benar-benar berbagi kenikmatan dari setiap Moment sampai mereka berdua kehilangan kendali. Suara desahan lirih Mila, membaur dengan suara gemericik air dan suara tepukan dua kulit yang terus saling bertabrakan. Saat Nathan akan mencapai puncak, dia membalikkan wajah gadis itu untuk mencium bibirnya. Alangkah terkejutnya ia, saat gadis yang terpejam itu membuka matanya, karena ternyata gadis itu bukanlah Alena, melainkan gadis yang selama ini selalu mengganggunya. Namun Nathan benar-benar sudah berada di ujung, dan ia pun tak bisa lagi bertahan dan melepaskan semua cairan kenikmatannya kedalam mahkota kehormatan milik Mila dengan brutal. Mila yang akhirnya sadar langsung meraih handuk dan terduduk di lantai
"Karena kalian sudah paham, maka kalian bisa kembali dan mulai menjalankan peran kalian masing-masing. Ingat, aku tidak ingin kalian tampil mencolok," perintah Nathan mengakhiri pertemuan itu. "Baik, Bos," jawab dua orang itu serempak. Dengan penuh rasa hormat dan kagum, Braga dan Richard menatap punggung Nathan yang mulai berlalu, seraya berpikir mungkin ini merupakan langkah awal bagi mereka untuk menguasai dunia. Mereka tidak menyangka jika pertemuan mereka dengan monster misterius bernama Nathan akan menjadi berkah tersendiri. Seketika mereka memikirkan nasib Anton, Rian, dan Elang, lalu mereka berdua langsung bergidik ngeri. Jika bukan nasib baik memihak pada mereka, mungkin mereka juga akan bernasib sama. Terutama Richard yang sudah sangat dekat dengan bencana itu. Ia langsung mengingat gadis cantik yang hampir ia sia-siakan, yang bukan hanya menyelamatkan hidupnya, tapi juga menunjukkan jalan yang sangat cerah bagi masa depannya. Sejak saat itu, Richard berjanji pada dir







