WARISAN LUKA DARI BAPAK

WARISAN LUKA DARI BAPAK

last updateปรับปรุงล่าสุด : 2025-01-27
โดย:  lasminuryani92ยังไม่จบ
ภาษา: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
คะแนนไม่เพียงพอ
30บท
481views
อ่าน
เพิ่มลงในห้องสมุด

แชร์:  

รายงาน
ภาพรวม
แค็ตตาล็อก
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป

Perselingkuhan yang bapak lakukan di masa lalu, membawa luka hingga anak-anaknya. Anak yang tak punya salah apapun, menjadi korban kebencian istrinya. Anak-anak bapak terpaksa harus menanggung luka dari kesalahannya. Hingga berlarut-larut, anak yang dilahirkan di luar nikah, bahkan harus menanggung kesalahan yang sama.

ดูเพิ่มเติม

บทที่ 1

Chapter 1

[Hallo, apakah saya bisa bicara dengan Ibu Kumari?]

[Ya, saya sendiri.]

[Maaf, Ibu Kumari. Suami Anda mengalami kecelakaan. Beliau bersama seorang wanita hamil. Sekarang keduanya berada di rumah sakit Mayapada. Keadaannya kritis, jadi saya harap ada wali pasien yang bisa segera datang.]

[Ya.] Kumari merasa gugup. Ia sedikit bingung mendengar kabar itu. Lalu, melihat perutnya yang membuncit besar. "Siapa yang dimaksud wanita hamil itu?" gumamnya, karena wanita itu tidak mungkin dirinya.

[Bagaimana Ibu?]

[Ya. Ya, Pak. Saya akan segera datang.] Kumari segera mengambil tas selempeng kecil miliknya. Ia bergegas mengunci pintu dan berusaha menepis pikiran-pikiran buruk tentang kabar mengejutkan yang baru saja di dengarnya. Dalam hati Kumari saat ini, ia hanya ingin segera melihat keadaan suaminya yang 2 hari yang lalu izin untuk mengirimkan ayam ke luar kota.

Kumari sedikit kesulitan saat ia harus berdesakan dengan penumpang angkutan kota lainnya. Perutnya yang sudah besar menyulitkannya untuk duduk dengan nyaman. Belum lagi, tiba-tiba perutnya terasa tegang, mungkin karena perasaannya yang sedang gelisah, janinnya pun merasakan hal yang sama. Kumari hanya mengelusnya sesekali untuk menenangkan.

"Ibu Kumari?" Seorang pria menghampiri. "Mari ikut saya, Bu." Ajaknya pada Kumari saat ia bertanya pada suster penjaga di sana.

"Siapa, Anda?"

"Saya yang menghubungi Anda sebelumnya. Saya adalah saksi yang melihat kecelakaan tunggal yang terjadi pada Pak Jaka dan membawanya kemari," Jelasnya cepat.

"Apakah benar suami saya bersama seorang wanita hamil?" tanya Kumari ragu saat ia berjalan gamang mengikuti pria itu.

"Benar, Bu."

"Di mana dia?" tanyanya lagi sembari menarik lengan pria itu.

"Wanita itu langsung mendapat tindakan operasi secar dari pihak dokter, Bu," jelas pria itu lagi. Kumari melirik pada seorang pasien yang tengah di dorong oleh dua perawat. Seorang wanita yang sempat ia lihat dulu saat awal-awal menjadi istri dari suaminya sekarang.

"Itu, wanitanya, Bu," ujar pria itu yang juga ikut melirik. Kaki Kumari melangkah mengikuti ranjang dorong yang mengantarkan wanita itu. Kondisinya yang buruk akan segera dipindahkan pada ruangan ICU untuk mendapatkan perawatan lanjutan.

Kumari setengah berlari untuk mengejarnya. Menatap wanita itu dengan seksama, seorang wanita yang tengah terbaring pucat dengan mata terpejam. Tidak salah, dialah potret wanita yang pernah dilihatnya waktu itu.

"Foto siapa ini, Mas?" Kumari yang baru saja pindah ke rumah kecilnya bersama sang suami menemukan sebuah foto di dalam tas suaminya. "Apakah kamu masih menyimpan foto wanita lain padahal sudah menikah denganku?" Ia melihat jelas tanda love pada foto itu. Seorang wanita dengan rambut yang tergerai indah, cantik dan manis.

"Maaf, Sayang. Mas lupa membuangnya." Jaka langsung mengambil foto itu dan meremasnya. Membuang foto itu ke tempat sampah.

"Mbak Kumari." Tiba-tiba wanita itu membuka matanya. Kumari terperajat saat namanya dipanggil lirih. "Maafkan aku, Mbak." Kumari masih diam membisu, ia sulit menerima keadaan yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya, kalau suaminya masih menyimpan wanita itu tidak hanya potretnya, akan tetapi orangnya langsung.

"Mbak, aku titip putriku," lirihnya lagi. Dan Kaki Kumari terhenti di depan ruangan. Wanita itu menatap sayu pada Kumari yang hanya berdiri membeku.

"Keluarga Pak Jaka?" Seorang suster memanggil.

"Ya." Pria itu menyahut, lalu datang menghampiri Kumari. "Ayo, Bu."

Kumari yang masih belum bisa menerima itu semua hanya seperti patung yang menurut, ia ikut saja saat pria itu membawanya ke ruangan Jaka, tempat suaminya mendapat tindakan.

"Ini istrinya, Sus," ujar pria itu menyodorkan Kumari.

"Ibu, Pak Jaka harus segera di operasi untuk menghentikkan luka dalam yang di alaminya karena benturan. Silahkan untuk menandatangani ini!"

Kumari menerima lembara surat itu. Huruf-hurufnya terlihat pudar di pandangan matanya. Tapi, Kumari masih bisa melihat kalau itu adalah surat persetujuan tindakan terhadap pasien dan tidak ada tuntutan terhadap pihak Rumah Sakit, jika hal buruk terjadi.

"Di sini, Bu." Tunjuk Suster itu. Kumari bergetar saat membubuhkan tanda tangannya di sana. Suster itu langsung pergi membawa kertas yang sudah ditandatangani. Dan kumari hanya berdiri membeku.

"Mari, duduk, Bu." Ajak pria asing itu.

"Bu?"

"Argh!" Kumari melenguh kesakitan. Perut bawahnya terasa kencang. Janin di dalam perutnya seperti berontak ingin keluar.

"Bu. Apakah ibu ingin melahirkan? Tolong!" teriak pria itu saat tangan Kumari mencengkram erat bajunya. Beberapa perawat segera datang membantu. Kumari merasa lendir pecah dari jalan lahirnya dan berserakan di lantai. Ia segera di bawa ke ruangan bersalin oleh tenaga medis dan mendapatkan pertolongan.

"Dorong, Bu. Dorong! Bayi ibu hampir keluar," ucap satu perawat yang menolongnya melahirkan.

"Ayo, Bu. Dorong perlahan!" Ucapan-ucapan itu terasa gamang di telinga Kumari. Pikirannya penuh dengan bayangan suaminya dan wanita itu. Wanita yang mungkin telah melahirkan seorang anak dari perselingkuhan mereka.

"Bu, Ibu. Sadarlah!" Seorang suster menguncangkan tubuh Kumari yang tidak sadarkan diri. Wanita itu hanya mendengar samar beberapa perawat yang sedang sibuk menyelamatkan dirinya dan bayinya. Lalu, semuanya terasa kosong.

**

Kumari membuka matanya, melihat langit-langit rumah sakit yang terasa dekat. Ia melirik pada pintu yang berbunyi, seorang suster tersenyum menyambut kesadarannya.

"Bagaimana keadaannya, Bu?" tanyanya ramah.

"Sudah lebih baik, Sus. Di mana anak saya?"

"Ia masih di ruangan bayi, Bu."

"Bolehkah saya melihatnya?"

"Tentu saja, jika ibu sudah bisa turun dari ranjang."

"Bisa, Sus." Kumari menguatkan dirinya. Ia ingin segera melihat bayi yang dilahirkannya itu. Suster tersebut membawakan kursi roda. Perlahan Kumari bangun dan turun dari ranjangnya. Entah berapa lama dia tertidur, tapi tubuhnya masih terasa remuk.

"Suami ibu pun sudah sadarkan diri, beliau ada di ruangan itu," tunjuknya ke ruangan sebelah, tidak jauh dari tempatnya di rawat.

"Benarkah?" pertanyaannya semu, antara bahagia dan tidak.

"Mari saya antar." Suster itu mengantar Kumari ke ruangan sebelah khusus untuk pasien pria.

"Bagaimana keadaan Diana, dok?" Kumari mendengar suara suaminya berbicara dengan seorang dokter yang tengah memeriksa.

"Maaf, Pak. Ibu Diana tidak bisa kami selamatkan. Ia mengalami pendaharan pasca melahirkan."

"Bayinya?"

"Dia selamat. Bayinya seorang perempuan."

"Syukurlah, dok. Setidaknya Diana masih meninggalkan putri kami."

Sebuah belati terasa melesat dan menghujam tepat di hati Kumari. Ia yang tengah masuk ke dalam ruangan itu menjegalkan tangannya di pintu.

"Saya ingin melihat putri saya terlebih dahulu, Sus." Kumari menoleh pada suster yang mendorongnya. Suster itu hanya tersenyum menanggapi. Lalu, berbelok kembali menuju ruangan bayi.

"Di sana bayi Anda, Bu." Suster itu menujuk pada deretan boks di hadapan mereka. "Saya tinggal sebentar, ya."

Kumari mengangguk saat suster itu meninggalkannya. Ia mengelindingkan kursi rodanya dan masuk ke dalam sebuah ruangan bayi, di dalam terdapat beberapa bayi yang baru saja lahir. Ia pun bisa melihat nama bayinya yang tertera dalam boks maupun gelang kaki. Di samping bayinya, seorang bayi perempuan tengah menangis, ia terlihat lapar dan gelisah. Wajah mereka hampir sama, Kumari bisa melihat garis wajah suaminya di beberapa bagian wajah bayinya maupun bayi itu_ bayi nyonya Diana. Jelas terlihat kalau darah Jaka mengalir di keduanya.

Kumari melihat bayinya dengan senyum yang berurai air mata. Ia mengelusnya dengan luka. Menciumnya dengan putus asa.

Anak pertama yang ditanyakan suaminya bukan putri yang ia lahirkan, tapi putri dari Diana. Wanita selingkuhannya.

"Ayahmu mungkin akan lebih mencintainya, Nak. Kamu akan mendapatkan luka ini sama seperti ibu. Ayahmu lebih memilih wanita itu dan bayinya dari pada kita."

"Tidak! Ibu tidak akan membiarkan itu, Sayang. Kamu akan mendapatkan cinta ayahmu seutuhnya." Kumari menggenggam lengan kecil itu. "Ibu melakukannya untukmu." Wanita itu menciumnya perlahan, lalu melepas gelang di kaki putrinya.

"Tidak ada pengkhiatan yang berakhir bahagia. Kalian harus menuai apa yang telah ditanam!" Mata Kumari memerah, detak kebencian dan dendam mengalirkan darah ke seluruh tubuhnya.

Bersambung ....

แสดง
บทถัดไป
ดาวน์โหลด

บทล่าสุด

บทอื่นๆ

ถึงผู้อ่าน

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

ความคิดเห็น

ไม่มีความคิดเห็น
30
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status