Melalui malam panas dengan seorang pria tidak dikenal membuat Qiana berada dalam sebuah masalah besar. Dia yang saat itu mabuk tidak menyangka jika melakukan hubungan dengan pria asing. Tapi, siapa sangka jika pria itu merupakan atasan barunya, Jack James yang terkenal begitu angkuh dan penuh dengan kesombongan. Saat itu, Qiana berusaha untuk menjauh dari Jack, tapi siapa sangka, nasib berkehendak lain. Dia harus terikat bersama Jack dalam hubungan yang begitu rumit. "Aku benar-benar tidak ingin bersamamu, Jack. Jadi, lepaskan aku." "Sayangnya, kamu tidak memiliki hak untuk berdiskusi denganku, Qiana. Kamu hanya akan tetap di sisiku. Selamanya."
View More"Bajingan!" maki Qiana selagi membanting gelas berisi whisky ke atas meja bar. Wajahnya yang cantik tampak merah merona, efek alkohol yang tercampur dengan rasa marah dan kekecewaan mendalam.
Qiana tahu tindakannya itu menarik perhatian banyak orang. Akan tetapi, dia tidak peduli. Hatinya terlalu sakit untuk bisa memikirkan tanggapan orang lain terhadap dirinya.
Beberapa saat lalu, Qiana tengah mengunjungi apartemen sang kekasih guna memberikan kejutan di hari ulang tahun pria tersebut. Namun, saat wanita itu masuk ke dalam, tidak dia sangka dia malah akan diberikan kejutan yang luar biasa.
"Jangan seperti ini, kamu terlalu nakal.” Seorang wanita bertubuh seksi dan berdada besar tampak sedang berada di pangkuan seorang pria dan mendorong wajah pria tersebut, menolak ciuman dengan manja dan menggoda. "Bagaimana kalau sampai Qiana datang ke sini? Kamu tidak takut Qiana datang dan memergoki kita?”
Pria itu tersenyum meremehkan dan mengeratkan pelukannya pada pinggang sang wanita. “Aku sudah bilang padanya hari ini aku sibuk dan akan pulang malam. Jadi, tidak mungkin dia datang untuk mengganggu kita," ucapnya seraya mulai menciumi leher wanita dalam pelukan dengan penuh nafsu. Dia bahkan meninggalkan bekas di leher sang kekasih.
"Ha ha, dasar pria kejam! Kamu bilang kamu mencintainya, tapi kenapa tega bermain dengan wanita lain di belakangnya?"
"Nafsu dan cinta itu beda urusan. Kalau bisa memuaskan nafsu denganmu selagi mendapatkan cinta darinya, kenapa harus menolak?" balas pria tersebut tanpa sedikit pun merasa berdosa. "Sudah, Jess. Aku tidak tahan lagi!" Pria itu pun mulai melepaskan kancing kemeja wanita di depannya.
Saat itu, Qiana merasa dunianya seakan berhenti. Seumur-umur, tidak pernah wanita itu sangka bahwa Alvan, pria yang sudah menjadi kekasihnya untuk dua tahun, akan berakhir mengkhianatinya dengan begitu tega seperti ini. Bukan dengan wanita lain yang tidak Qiana kenal, melainkan dengan teman baiknya sendiri, Jessica!
Awalnya, Qiana dan Jessica sudah merupakan teman semenjak kuliah, dan karena hobi serta kesukaan mereka begitu mirip, mereka pun menjadi sangat dekat.
Usai lulus, Qiana dan Jessica pun bekerja di kantor yang sama, di mana Qiana menjadi sekretaris CEO, sedangkan Jessica menjadi bagian dari tim keuangan. Di saat itulah, Qiana mulai mengenal Alvan, manager departemen keuangan dan atasan langsung dari Jessica.
Karena keramahan dan ketampanannya, juga usaha pria tersebut untuk mengejar Qiana, pada akhirnya keduanya pun mulai berpacaran secara sembunyi-sembunyi di kantor. Hanya Jessica yang mengetahui hubungan tersebut dan membantu mereka menyembunyikannya, membuat Qiana terharu dengan dukungan sang sahabat.
Namun, siapa yang menyangka kalau ternyata Jessica dan Alvan memiliki rahasia lebih besar di belakang Qiana?!
"Dua pengkhianat, aku sangat membenci kalian!" maki Qiana yang sekarang sudah berada di bar untuk melampiaskan amarah dan kesedihannya. Dia meneguk bergelas-gelas minuman keras dan kembali berseru, "Lihat saja nanti, akan kubalas kalian semua!"
BUK!
Di tengah Qiana masih berusaha menenggelamkan diri dengan alkohol, dia terkejut saat seseorang yang sedang berjalan menabrak bahunya. Belum mendengar permintaan maaf karena hampir menjatuhkan gelas di tangannya, Qiana dengan cepat menoleh galak, bersiap menegur orang tersebut.
Namun, seketika wanita itu membeku.
Sorot mata hitam tajam, hidung tinggi mancung, dan rahang tegas berwibawa. Wajah pria itu begitu tampan dan memesona hingga Qiana tak mampu bersuara!
"Maaf," ucap pria bertubuh tinggi dan tegap tersebut dengan suara dalam yang menggelitik jiwa.
Selagi Qiana mematung di tempat seperti orang bodoh, pria tersebut pun berbalik dan berniat melanjutkan perjalanannya lagi menuju area dalam kelab. Melihat pria itu mulai berjalan pergi, terbersit sebuah pikiran gila dalam benak Qiana. 'Kalau dua orang itu bisa berselingkuh di belakangku, maka aku juga bisa melakukannya, bukan?'
Demikian, Qiana berdiri, lalu menggenggam tangan sang pria, membuat pria tersebut kaget dan langsung menautkan alis. "Ada yang bisa kubantu, Nona?"
Meneguk ludah melihat wajah dingin itu, Qiana memberanikan diri untuk lanjut berkata, "Kamu ... mau tidur denganku?"
“Bayi dalam kandunganmu baik-baik saja, Qiana. Dia juga sehat dan tumbuh dengan baik.”Qiana yang mendengar ucapan sang dokter pun tersenyum lebar. Dia merasa bahagia dengan kabar yang diterimanya. Harapannya supaya yang anak tumbuh di rahimnya dengan baik pun seakan terwujud. Dia yang bahagia membuat bayi dalam kandungannya bisa berkembang dengan cukup baik.“Aku akan berikan resep obat buat kamu,” ucap sang dokter kembali.Qiana hanya menganggukkan kepala. Bibirnya masih tersenyum lebar, menatap ke arah gambar janin di depannya. Sudah terbentuk kepala dan bagian tubuh yang lain. Beratnya juga sudah tampak. Terlihat di sana bayinya mulai bergerak, membuat Qiana yang begitu menantikan semakin tidak sabar. Padahal dia tahu setelah ini dia akan berpisah dengan James.Namun, Qiana seakan tidak peduli sama sekali. Dia tetap mengharapkan anaknya segera lahir. Rasanya tidak sabar untuk menggendong bocah mungil yang saat ini hanya bisa melihatnya melalui monitor USG. Hingga sang dokter membe
Qiana mengenakan dress panjang semata kaki dan mengatur rambutnya. Dia menatap beberapa kali, takut kalau sampai ada yang salah dengan penampilannya. Make up tipis membuatnya tampak semakin menawan. Entah kenapa, Qiana merasa kalau setelah kehamilan ini, dia terasa jauh lebih cantik dari sebelumnya.Qiana mulai melangkahkan kaki setelah merasa sudah puas dengan penampilannya. Dia menuju ke arah pintu dan keluar. Kakinya menuruni satu per satu anak tangga. Sebelah tangannya memegang pembatas tangga, takut kalau dia kenapa-kenapa. Perutnya sudah lebih besar dari sebelumnya, tetapi masih bisa untuk melihat kakinya melangkah. Hingga Qiana yang sudah sampai di bawah pun segera menuju ke arah pintu depan.“Qiana, kamu mau kemana?” tanya Siska dengan tatapan lekat.Qiana pun berhenti dan menjawab, “Aku mau periksa kandungan, Ma. Hari ini memang sudah jadwalnya.”“Loh, kok gak bilang sama James,” ucap Siska.Qiana yang ditanya pun diam. Dia memang sengaja tidak mengatakan hal ini dengan James
“Diminum dulu, Jessica.”Jessica yang mendengar hal itu pun terdiam. Dia menatap ke arah Qiana dan Emily yang ada di depannya. Ada perasaan canggung saat melihat keduanya yang sudah menolong dirinya. Padahal jelas kalau dia sudah berbuat buruk dengan Qiana. Hingga dia menelan saliva pelan dan mengambil gelas di depannya. Jessica mulai meneguk pelan, berusaha menghilangkan ketakutan dan perasaan canggung yang tiba-tiba muncul.“Bagaimana kamu bisa berurusan dengan mereka, Jes? Kamu memiliki masalah atau memiliki hutang?” tanya Emily.Jessica baru saja selesai menghabiskan minuman yang ditawarkan Emily. Dia mulai meletakkan gelas di meja dan balik bertanya, “Bukannya itu orang suruhan kalian?” Sebenarnya Jessica tahu kalau tidak mungkin mereka menyuruh orang untuk menyakitinya, tetapi Jessica sudah terlanjur malu. Dia enggan mengakui kesalahannya yang sudah berbuat jahat dengan Qiana. Mendengar itu, emosi Emily pun langsung meningkat. Dengan tegas dia berkata, “Jaga omonganmu, Jessica.
Qiana membuang napas lirih. Pagi ini dia memilih berjalan-jalan di taman yang jauh dari rumahnya. Tidak lupa Qiana mengenakan masker, takut kalau ada yang mengenali dirinya. Dia takut kalau kejadian beberapa hari yang lalu membuat banyak orang mengenal dirinya. Ditambah dengan perutnya sudah sedikit lebih membesar, membuat Qiana mau tidak mau harus lebih giat dalam melakukan aktivitas. Padahal kalau dulu dia hanya akan berbaring cantik dan tidak melakukan apa pun.Qiana yang sudah berjalan beberapa putaran pun membuang napas lirih. Dia memilih untuk duduk di tanah dan menyelonjorkan kedua kaki. Manik matanya menatap sekitar. Ada beberapa ibu hamil juga yang tengah berjalan-jalan seperti dirinya. Bedanya, mereka ditemani suami. Sedangkan Qiana harus berjalan-jalan sendiri. Ada rasa iri setiap kali melihat pasangan yang begitu bahagia. Qiana juga menginginkan hal yang sama.Namun, Qiana harus cukup sadar diri. Dia tidak mungkin mendapatkan hal semacam itu. Kalau sampai dia mendapatkanny
Hening. Alvan dan James hanya diam. Keduanya duduk saling berhadapan, tetapi tidak ada yang membuka suara sama sekali. Keduanya seperti tengah asyik menikmati pikiran masing-masing. Hingga Alvan yang tidak sabar menunggu pun membuang napas lirih. Dia mendongakkan kepala, menatap ke arah James dan bertanya, “Kenapa kamu kesini, James?”James yang awalnya dia pun langsung mendongak. Sebenarnya dia tidak bermaksud untuk diam. Dia juga tidak takut dengan Alvan. Hanya saja, sejak tadi dia diam tengah memikirkan kalimat yang pas untuk melarang Alvan selain karena Qiana adalah istrinya. Dia ingin membuat Alvan takut dan menurut dengannya.“Tidak biasanya kamu datang ke rumahku,” imbuh Alvan karena tidak juga mendapat jawaban.James membuang napas lirih dan berkata, “Aku kesini karena aku melihat kamu bersama dengan Qiana beberapa hari yang lalu, Alvan.”Mendengar itu, Alvan terdiam sejenak. Dia merasa bahagia karena James yang ternyata terpancing dengan rencananya. Dia yakin, James pasti ten
Alvan melangkah pelan, keluar dari mobil dan memasang wajah datar. Sorot matanya menunjukkan keseriusan. Tidak ada senyum yang terlintas di bibirnya. Bahkan beberapa sapaan dari karyawan tidak dibalasnya sama sekali. Hari ini mood-nya tidaklah baik, membuat Alvan tidak mau bersikap ramah dengan siapa pun.Alvan terus melangkahkan kaki, menuju ke arah lift yang akan membawa ke ruangannya. Mulutnya masih bungkam. Padahal biasanya dia masih mau menyapa para karyawan yang bersikap baik dengannya. Hingga pintu lift terbuka, membuat Alvan kembali melanjutkan langkah.Alvan segera memasuki ruangan, sesekali menatap ke arah sang sekretaris yang belum datang. Padahal sudah siang, tetapi sekretarisnya malah tidak berniat untuk bekerja sama sekali. Bahkan dia yang merupakan atasan malah jauh lebih dulu sampai di kantor. Hingga Alvan memasuki ruangan dan siap melangkah ke arah meja kerja.Namun, niatnya terhenti karena manik matanya melihat seseorang yang cukup dikenalnya. Menyadari kesabarannya
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments