Melalui malam panas dengan seorang pria tidak dikenal membuat Qiana berada dalam sebuah masalah besar. Dia yang saat itu mabuk tidak menyangka jika melakukan hubungan dengan pria asing. Tapi, siapa sangka jika pria itu merupakan atasan barunya, Jack James yang terkenal begitu angkuh dan penuh dengan kesombongan. Saat itu, Qiana berusaha untuk menjauh dari Jack, tapi siapa sangka, nasib berkehendak lain. Dia harus terikat bersama Jack dalam hubungan yang begitu rumit. "Aku benar-benar tidak ingin bersamamu, Jack. Jadi, lepaskan aku." "Sayangnya, kamu tidak memiliki hak untuk berdiskusi denganku, Qiana. Kamu hanya akan tetap di sisiku. Selamanya."
View MoreHening. James hanya diam, duduk di kursi sebelah ranjang. Manik matanya menatap ke arah Qiana yang masih berbaring dengan kedua mata terpejam. Saat di kantor, dia dibuat cemas karena Qiana yang sudah pingsan dengan wajah memucat. Hingga dia sampai di rumah sakit dan mengatakan kalau Qiana baik-baik saja, tapi kalau terus berlanjut, mungkin akan berpengaruh dalam kandungannya. James membuang napas kasar. Pikirannya terasa penuh karena masalah yang tidak ada habisnya. Dia yang harus menjadi mental dan pikiran Qiana, tetapi entah kenapa sang mama malah menghancurkan. Mamanya seakan tidak mengharapkan cucu darinya. Kalau terus berlanjut, bisa-bisa dia kehilangan anaknya, kan? “Ya Tuhan, sekarang aku harus bagaimana?” tanya James dengan diri sendiri. Ini pertama kali dia merasakan bimbang dan bingung harus berbuat apa. Pasalnya jika dia menegur sang mama, pasti akan terjadi pertengkaran besar. Bisa-bisa mamanya kembali mendatangi Qiana, tetapi kalau dia hanya diam, istri
“Mama, dengarkan Qiana dulu, Ma.” Qiana melangkah lebar. Dia yang biasanya tampil anggun dan penuh wibawa, kini tampak acak-acakan. Polesan make up yang sebelumnya tampak rapi, kali ini sudah tidak lagi terbentuk. Air matanya pun terus mengalir dengan langkah lebar, mengejar sang mama yang berjalan cepat. Tangannya berusaha meraih, tetapi beberapa kali gagal. Hingga akhirnya dia meraih pergelangan tangan sang mama, membuat wanita yang sudah melahirkannya berhenti. “Ma, dengarkan penjelasan Qiana dulu,” ucap Qiana dengan suara serak. Siska yang sejak tadi menahan kesal pun membuang napas kasar. Dia menatap ke arah Qiana dan berkata, “Apa yang ingin kamu jelaskan, Qiana? Kamu ingin menjelaskan kalau kamu sudah merusak rumah tangga orang lain atau kamu mau menjelaskan seberapa bahagianya menjadi benalu? Kamu bangga sudah bisa merebut suami orang lain?” Qiana langsung menggeleng dan berkata, “Tidak, Ma. Tidak sama sekali.” “Kamu itu sudah memb
Qiana yang melihat kehadiran Ishana langsung terdiam dengan kedua mata melebar. Bibirnya sedikit terbuka, terkejut karena melihat wanita yang tengah menatap tajam ke arahnya. Seketika, nyalinya menciut. Wajahnya berubah pucat. Bola matanya mengamati sekitar dan mendapati beberapa karyawan sudah memperhatikannya, membuat Qiana menelan saliva pelan. Tangan yang sejak tadi digenggam pun tidak bergerak sama sekali. Sedangkan Ishana yang melihat keduanya tampak lebih murka. Dia yang tidak menyukai Qiana menjadi semakin membencinya. Kakinya pun melangkah lebar dan langsung melayangkan tangan. Plak. “Mama!” bentak James refleks. Dia langsung menatap ke arah Qiana yang sudah menitikkan air mata. Terdapat tanda merah di pipi sang istri yang membuat emosi James semakin meningkat. Dengan tenang, dia menatap ke arah sang mama yang masih terbalut emosi. “Apa? Kamu mau membela wanita murahan ini?” Ishana yang baru ditatap pun langsung membuka suara. Rahangnya men
“Mama lagi apa?” Ishana yang tengah duduk di kursi dan fokus dengan ponsel pun langsung mengalihkan pandangan. Kedua sudut bibirnya tertarik, membentuk senyum manis yang ditunjukkan untuk sang menantu kesayangan. Sebelah tangannya terulur dan memberikan isyarat agar Deolinda duduk di sebelahnya. “Kamu dari mana?” tanya Ishana sembari menatap ke arah Deolinda. Deolinda malah membuang napas lirih dan duduk di sebelah Ishana. Wajahnya menunjukkan ekspresi berpikir, seperti sedang menimang sesuatu. Bibir bagian bawahnya juga digigit kecil, menandakan ada hal yang tengah mengganggu pikirannya. “Apa James melakukan sesuatu yang membuat kamu sedih?” tanya Ishana dengan sorot mata tama. Namun, Deolinda dengan cepat menggelengkan kepala. Dia berkata, “Sebenarnya James tidak melakukan apa pun, Ma. Hanya saja aku baru dari perusahaan dan ....” Deolinda menghentikan ucapannya, menunjukkan raut wajah meragu. “Kenapa, Deolinda
Qiana melangkah pelan. Manik matanya menatap ke arah dokumen di tangan. Wajahnya tampak serius, tidak memperhatikan jalanan di depannya. Hari ini akan ada rapat yang membahas mengenai kerjasama kedua perusahaan. Mereka yang akan memberikan modal jelas harus mengetahui seluk-beluk dari perusahaan tersebut. Itu sebabnya Qiana berusaha mempelajarinya. Hingga sebuah tangan terjulur dan menghalangi jalannya. Saat itu juga Qiana mendongakkan kepala. “Apa yang kamu lakukan, Jessica?” tanya Qiana dengan sorot mata kesal. Dia lelah mengurusi Jessica yang terus saja membuat masalah dengannya. Padahal Qiana sudah mencoba untuk menghindar, tidak menjalin kontak apa pun. Jessica yang ditanya menarik tangan dan berkata, “Jauhi Alvan. Kalau kamu masih tidak mau menjauhinya, aku akan katakan dengan seisi kantor mengenai kamu yang menjadi simpanan Pak James.” Qiana memutar bola mata pelan. Rasanya benar-benar kesal karena lagi-lagi mengenai Alvan. Qiana merasa tidak
Hening. Qiana yang mendengar hal itu pun terdiam dengan kedua mata melebar. Wajah yang semula menunjukkan ketenangan, perlahan berubah menjadi kaku dan pucat. Manik matanya melirik sekeliling, mendapati dirinya menjadi bahan tontonan saat ini. Semua karyawan yang sedang menunggu lift terbuka pun memperhatikan sembari berbisik, membuat Qiana mengepalkan kedua tangan. “Kenapa diam saja, Qiana? Kamu kira aku tidak tahu semua itu?” tanya Jessica dengan pandangan merendahkan. Namun, sebisa mungkin Qiana tetap tenang. Dia tidak ingin seisi kantor tahu mengenai masalahnya. Kalau sampai semua orang tahu dia adalah istri simpanan, martabatnya akan turun. Dia tidak lagi memiliki harga diri yang bisa dipertahankan. Hingga Qiana memilih membalikkan tubuh, tidak mempedulikan Jessica yang masih mengamuk. “Qiana, kamu itu benar-benar wanita murahan. Kamu tahu Alvan sudah tidak mencintaimu, tetapi masih tetap mengejarnya. Padahal jelas-jelas kamu sedang mengandung
“Kamu menemui Qiana lagi, Alvan.” Alvan yang baru saja sampai rumah pun menghentikan langkah. Manik matanya menatap ke arah Jessica yang sudah berdiri di hadapannya. Tampak kekesalan di wajah wanita itu, tetapi Alvan mengabaikannya. Pria itu malah memutar bola mata pelan dan kembali melangkahkan kaki. Dia bahkan tidak berniat sama sekali untuk menjawab pertanyaan Jessica. “Alvan, aku bertanya denganmu,” tegas Jessica kembali. Namun, lagi-lagi Alvan menunjukkan ketidakpeduliannya. Dia memilih melangkahkan kaki dan menjauh dari Jessica. Sayangnya wanita itu tidak sesederhana yang dipikirkan. Jessica masih terus mengikuti dan menatap tajam. Hingga Jessica yang sudah geram diabaikan pun menghentikan langkahnya. “Apa maumu, Jessica?” tanya Alvan dengan tatapan tajam. Dia tidak suka kalau ada yang menghentikan langkahnya. “Kenapa kamu masih bertemu dengan Qiana?” Jessica balik bertanya, merasa kesal karena Alvan yang masih mempedu
“Kamu dari mana, Deolinda?” Deolinda yang baru saja menginjakan kaki pun mengalihkan pandangan, menatap ke asal suara. Di sana sudah ada sang mertua yang duduk dengan tenang. Ditambah juga sang suami yang sudah memasang wajah datar. Bibirnya pun tertarik, mengulas senyum manis dan melangkah ke arah keduanya. “Kamu di sini, James?” Deolinda malah balik bertanya dan duduk di sebelah suaminya. Namun, James tidak menjawab sama sekali. Wajahnya masih menunjukkan ekspresi datar dengan mulut terkunci rapat. Dia bahkan enggan menatap ke arah sang istri yang masih bergelayut manja. Bahkan James tidak segan untuk menyingkirkan tangan wanita itu. “Dia datang karena permintaan mama, Deolinda.” Akhirnya Ishana yang angkat bicara. Dia yang melihat kebencian di mata sang anak menjadi kasihan dengan Deolinda. “Kenapa, Ma? Apa ada masalah?” tanya Deolinda kembali. “Mama menyuruhnya datang karena mau mengatakan agar James meninggal
“Makan, Qiana.” Qiana yang sejak tadi diam pun hanya melirik ke arah James. Kedua tangannya disedekapkan dengan mulut terkunci. Wajahnya menunjukkan ekspresi murung karena permintaannya kali ini tidak disetujui sang suami. Padahal dia hanya meminta hal yang menurutnya simple. Dia ingin berpisah dan biarkan James bahagia dengan istri pertamanya. “Qiana.” Qiana mendengar panggilan yang mulai terkesan memaksa, tetapi dia masih enggan untuk peduli. Beberapa pelayan yang datang pun tidak dipedulikan. Dia akan tetap mogok makan supaya permintaannya dituruti. Hingga saat ini James berada di hadapannya dan menatap tajam. “Kamu mau membunuh anakmu?” tanya James sembari meletakkan sendok berisi makanan. “Aku menyayanginya, James,” jawab Qiana dengan penuh penekanan. Tatapannya mulai tidak bersahabat. Meski anak dalam kandungannya ada karena hal yang tidak diinginkan, tetapi dia tetap menyayangi buah hati yang ada dalam kandungannya.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments