Share

Wanita yang Kau Sakiti
Wanita yang Kau Sakiti
Penulis: Farid-ha

Cara Melawan

  Wanita yang Kau Sakiti 

"Nasi goreng lagi. Lagi, lagi, nasi goreng. Memangnya Kamu tidak bisa masak menu lainnya untuk sarapan? Aku bosan tahu!" Arik menatap malas nasi goreng yang masih mengepul.

"Kalau mau makan enak kasih uang yang banyak!" bantah Hayana sambil menyendok nasi tersebut.

"Kalau cuman beli sayuran lima belas ribu juga cukup!" Arik tak terima dibantah istrinya.

"Mas, coba sehari saja jadi bapak rumah tangga, biar tahu pusingnya ngatur uang belanja lima belas ribu perhari. Kamu pikir yang dibeli itu hanya sayurannya doang? Bumbunya minta orang? Aku sangat pandai masak menu lainnya.

Sayangnya, duitmu tidak mampu membeli bahan makanan yang lain! Memangnya kamu sendiri yang bosan? Aku sangat bosan dengan semua ini!" sahut Hayana panjang kali lebar kali tinggi. Dia membalas tatapan nyalang suaminya. Nasi dalam piringnya diabaikan begitu saja.

"Masih bagus aku kasih nafkah segitu, daripada tidak sama sekali. Tidak bersyukur! Seharusnya segitu cukup untuk biaya dapur. Kamu itu belum ada anak saja boros, gimana kalau sudah punya anak pasti tambah boros lagi!" umpat Arik.

"Lima belas ribu kamu bilang boros? Kupingku tidak salah dengarkan? Mulai besok kamu belanja sendiri semua kebutuhan dapur!" Hayana sudah hilang kesabarannya. Suaranya meninggi, emosinya sudah memuncah di pagi hari.

"Ogah! Kamu pikir aku pria macam apa suruh belanja sendiri? Memangnya aku duda? Bisa turun harga diriku, tahu!" tolak Arik.

"Memangnya kamu masih punya harga diri? Dengan memberi nafkah lima belas ribu per hari sudah hilang harga dirimu di hadapanku! Paham!"

Hayana yakin suaminya pasti tidak suka mendengar ucapannya itu, karena harga diri pria itu merasa diinjak-injak egonya merasa tersakiti. Namun, Hayana tak peduli, sudah cukup dirinya diam saja selama ini.

"Kamu, ya! Membantah terus sama suami. Mau jadi istri durhaka? Ingat kunci surgamu itu ada di tangan suami. Paham?" 

Hayana terdiam. Dia merasa mati kutu oleh ucapan suaminya. 

"Kamu itu harus bersyukur. Di luaran sana banyak istri yang mencari nafkah sendiri, sedangkan suaminya memilih jadi pengangguran." Bu Sastro tiba-tiba masuk rumah mereka dan ikut campur urusan mereka.

"Bu. Kalau mau membandingkan itu dengan orang yang lebih baik dari Mas Arik, bukan dengan orang yang pemalas dan tidak bertanggung jawab!" sergah Hayana.

"Dasar menantu nggak punya sopan santun! Mertua ngomong dijawab terus! Wajar kalau tidak bisa punya anak. Sama orang tua aja ngelawan terus! Ya Allah ... apa salahku? Sampai punya menantu seperti dia? Coba saja dulu kamu mau menikah dengan Diana pasti sudah punya anak. Dia kan anaknya sopan!" cicit ibunya Arik.

"Memangnya aku seperti apa, Bu? Ibu berharap punya menantu yang baik? Ibu sendiri sudah menjadi mertua yang baik belum?" jawab Hayana tenang, tapi ucapannya sangat menjengkelkan bagi mertua dan suaminya.

"Haya! Berani kurang ajar kamu sama ibuku. Rasakan ini!" Arik mengangkat tangannya ke udara bersiap melayangkan tamparan.

"Memangnya kenapa? Nggak terima ibumu disebut mertua tidak baik? Mertua yang baik tidak akan mengatakan menantunya mandul pada orang lain! Mau tampar aku? Ini tampar!" Hayana memberikan pipinya. "mau yang kiri atau yang kanan?"

Arik terkesiap mendengar ucapan istrinya. Tangannya segera diturunkan, Arik melayangkan pandangan ke arah ibunya.

"Benar yang dikatakan Haya, Bu?" 

"Memangnya ibu salah kalau bilang istrimu mandul? Tersinggung? Sakit hati? Memangnya kenyataan dia mandul! Buktinya sudah lima tahun pernikahan belum ada tanda-tanda kehamilan!" nyinyir Bu Sastro tanpa merasa bersalah.

"Ibu, tahu kan aku sudah berapa kali melakukan pemeriksaan? Mereka semua bilang aku baik-baik saja. Memang belum dikasih saja sama Allah, Bu. Jadi tolong jangan pernah mengatakan aku mandul!" tegas Hayana. 

"Halah! Kalau kamu baik-baik saja tidak mungkin sudah lima tahun tapi masih kosong," bantah Bu Sastro.

"Bu. Jangan pernah mengungkit lagi tentang anak. Semua itu hak prerogatif Allah." Arik menjadi penengah.

"Haya! Puas kamu melihat Arik memarahi aku? Puas? Dia sudah mulai berani, itu semua gara-gara kamu! Dasar menantu kurang ajar!" oceh Bu Sastro sambil menunjuk muka Hayana sebelum melangkah pulang ke rumahnya.

Sakit hati karena ditunjukkan mukanya itu tak seberapa, dibandingkan mandul yang disematkan oleh mertuanya.

Kata itu bagai sembilu yang menusuk kalbunya. Sehingga menorehkan luka yang dalam di hati Hayana. Namun, dia berusaha terlihat baik-baik saja. Hayana tidak ingin terlihat lemah di depan mereka

Rasa lapar yang tadi menguasai perut Arik dan Hayana kini telah menguap. Nasi goreng sudah tidak lagi menggugah selera Hayana. 

Wanita itu memilih pergi ke kamarnya, kemudian menghubungi nomor temannya.

~~~~~~

"Mas. Mulai hari Senin besok aku mau kerja," ucap Hayana sebelum tidur.

"Aku tidak mengizinkan kamu kerja."

"Aku sedang tidak minta izin. Aku hanya memberitahu saja."

"Kamu itu istriku kalau mau bekerja itu harus atas izinku." 

"Baiklah kalau itu maumu. Izinkan aku bekerja. Aku bosan dijatah lima belas ribu setiap harinya." 

"Itu alasanmu bekerja? Aku tidak mengizinkan! Kamu itu tidak boleh kecapean biar cepat hamil," sergah Arik. 

"Kamu pikir orang yang bekerja itu tidak bisa hamil? Banyak teman-temanku yang hamil ketika masih bekerja. Itu artinya kecapean tidak mempengaruhi kehamilan." 

"Pokoknya kamu tidak boleh bekerja! Ini perintah yang tidak boleh dibantah!" 

"Kalau begitu kasih aku uang lima puluh ribu sehari! Ini permintaan yang tidak boleh ditolak!" tegas Hayana.

"Kamu gila, ya? Kira- kira dong masak minta lima puluh ribu sehari. Memangnya gajiku sebulan itu berapa? Gajiku itu hanya UMR."

"Aku tidak bodoh, ya, Mas! Kamu lupa kalau aku ini bekas Admin di tempatmu bekerja. Kamu pikir aku tidak tahu posisimu sekarang adalah seorang supervisor? Seharusnya uang lima puluh ribu itu kecil bagimu."

"Ka –kamu tahu dari mana kalau aku menjadi supervisor?" Arik gelagapan mendengar pengakuan istrinya.

"Kenapa mukanya jadi pucat pasi begitu? Kamu kaget? Jujur aku juga kaget dan tak percaya mendengar penjelasan seseorang tadi. Namun, yang lebih membuatku kaget itu ketika mengetahui gaji kamu, Mas. Gaji lima juta, tapi hanya mampu memberiku nafkah lima belas ribu sehari. Selebihnya kamu kasihkan ke siapa? Ke mantanmu itu? Heh?" 

"Ka –kamu jangan ngasal nuduh, ya. Mana ada aku selingkuh." Arik terlihat gugup. Hayana mengangkat kedua alisnya.

"Yakin? Percuma kamu bohong sama aku, Mas. Ingat cepat atau lambat pasti akan kebongkar semuanya sama aku!" ancam Hayana. 

~~~~~~~~

"Apa ini, Mas?" Hayana yang sedang menyapu lantai teras kaget saat diberi uang dua lembar sepuluh ribuan. 

"Uanglah, masak daun! Segitu aja dulu kan belum gajian," jawab Arik.

"Uang untuk apa maksudku?"

"Untuk belanjaan kamu lah!"

"Mas. Tunggu di sini. Sebentar lagi tukang sayur lewat. Sekalian belanjain, ya. Aku mau nyuci dulu. Terserah mau beli apa saja. Yang penting cukup uangnya segitu." 

"Hay! Yang benar aja kamu! Masak aku disuruh belanja!"

"Kalau tidak mau belanja jangan harap aku akan masak!" ancam Hayana dari dalam rumah. 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Hallo author ijin baca ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status