--
Jane turun dari lantai atas, berjalan menggunakan kaki yang berbalut sepatu hak berwarna hitam. Rambut hitam yang baru keramas itu dikuncir separuh.Jane menggunakan kaos putih yang pas badan, yang dimasukan kedalam celana kulot jeans yang ia pakai berpadu dengan belt kulit berwarna hitam juga.
Sesimple itu penampilan Jane.
Tidak menggunakan aksesoris apapun. Dan hanya menyemprotkan sedikit pewangi tubuh beraroma vanilla dan juga memakai make up tipis.
Tetapi Jane sudah terlihat amat cantik dan fashionable.
Jane menggunakan motor matic milik Serin untuk pergi ke tempat janji temunya dengan Theo yang tidak terlalu jauh dari rumah.
Mungkin hanya butuh waktu tujuh menit untuk Jane sampai disana.
Duduk disalah satu meja tak bertuan, memainkan handphone dengan santai serta mengabaikan tatapan-tatapan mata lapar yang terang-terangan menuju padanya.
Tidak berapa lama. Mungkin hanya sekitar lima menit dari waktu Jane pert
Malam ini seperti biasa seperti kebiasaan malam-malam Jane sebelumnya sejak Jane kembali ke rumah, ia duduk diruang keluarga dengan televisi menyala bersama ibunya, menonton sinetron Indonesia di stasiun televisi swasta yang katanya sedang booming sekali ini. Jane memejamkan mata bosan. Seseorang di sebelahnya masih saja dengan semangat mengomentari apapun yang dilakukan oleh pemeran utama di sinetron. “Ini tuh pemeran utamanya yang cewek dituduh bunuh orang, trus dia dipenjara, tahunan kan tuh, pas keluar, ada tuh kakaknya cowok yang mati, yang dikira udah dibunuh sama si pemeran utama, dia mau balas dendam ceritanya sama si ini cewek.” Jane menghembuskan napas lelah. Sudah satu minggu lebih Jane mendengar cerita yang sama dari mulut ibunya. Tentang alur penceritaan pada sinetron itu. Jane sudah hapal, meski masih bundet karena menurut Jane kisah hidup si pemeran utama kelewat rumit. “Iya, trus mereka nikah. Tapi jadi cinta, trus gitu
Berdasarkan janji yang sudah dibuat semalam, Jane berserta Lili dan juga Maria akan bertemu di mall kota lantai pertama pada jam tiga sore. Dan ternyata, tanpa disangka Jane adalah orang yang pertama kali datang. Menunggu pada kursi berderet yang hanya ada dirinya. Setelah kemarin malam sedikit berbincang dengan ibunya, membicarakan tentang pertemuan dengan laki-laki yang ingin dikenalkan oleh eyang, Jane langsung menaiki tangga untuk kembali ke kamarnya. Tidak ingin membahas hal seperti itu lebih jauh. Tak apa. Jane hanya perlu menghadiri satu pertemuan lalu menolak lelaki itu, membuat ilfeel dan juga mengatakan hal-hal yang bisa menyebabkan hilangnya rasa tertarik seseorang. Karena tidak seperti sebelumnya. Kali ini Jane benar-benar tidak ingin terlibat dengan lelaki manapun selain Theo. Suasana mall tidak terlalu ramai, mungkin karena hari ini bukanlah hari libur hingga tak banyak orang yang datang mencuci mata. Jane menyibak surain
“Saya bawain belanjaanya.” Jane tidak bisa melakukan apapun, karena saat Theo mengucapkan kalimat yang terdengar seperti kalimat ijin itu tangan Theo juga sudah mengambil belanjaan yang ada di tangan Jane. Dan berhubung Jane juga sedang lelah. Dan merasa amat berterima kasih karena Theo mengurangi beberapa persen lelahnya maka Jane diam saja. Menerima niat baik dari mantan tetangganya itu. Tidak lama. Mungkin hanya beberapa menit, mereka sampai di tempat parkir bawah tanah. Jane bisa mengenali dengan jelas dimana Mendes diantara mobil-mobil mahal yang mengepungnya. Jane berlari kecil menuju mantan mobilnya. Sementara Theo sedikit tersenyum melihat itu, satu tangan lelaki itu yang bebas menekan kunci. Dan kemudian meletakan belanjaan Jane dikursi belakang. Jane duduk dikursi penumpang depan, menunggu Theo yang tengah bersiap-siap dikursinya, memasang seat belt dan juga memasukan kontak pada tempatnya Theo memutar kunci dan kemudian mene
Sudah mampir ke swalayan membeli bahan-bahan masak untuk membuat carbonara seperti yang direncanakan. Sudah pulang kerumah Jane juga berniat memasak makan malam itu karena kebetulan Jane membawa kunci rumahnya di tas. Namun Jane tidak jadi memasak. Kenapa? Karena gadis itu tiba-tiba teringat dengan fakta bahwa Theo yang kekurangan nutrisi hingga tumbang dan harus diinfus beberapa hari yang lalu. Jane tidak jadi masak pasta. Jane harus membuatkan sesuatu yang bergizi untuk Theo. Namun Jane hanya membeli bahan untuk membuat carbonara saja dan tidak dengan bahan yang lain, kulkas di rumahnya sudah mati dan tidak ada apapun didalamnya. Gas juga sudah Jane lepas. Maka Jane memutuskan untuk memesan menu diet dari salah satu akun terpercaya yang sudah pernah dicobanya. Theo juga hanya mengiyakan tanpa banyak protes. Lelaki itu dengan anteng menyetujui apa saja yang Jane mau. Tidak berapa lama. Pintu rumah Jane diketuk
Pasrah dengan apa yang dilakukan lelaki penuh pesona di depannya. Bahkan ketika tangan Theo mulai meninggalkan area larangan dari Jane dan perlahan naik menyelusup kedalam atasan yang gadis itu pakai sembari masih mencumbu keras, Jane hanya bisa menikmatinya. Memejamkan mata dan sesekali desah lirih mengudara, meremas bahu keras Theo ketika Jane merasakan tangan besar merajai kulit perutnya, mengusap lembut lalu memainkan piercing di pusar Jane. Gila! Theo memang gila. Dan Jane mengakui kalau dirinya tidak lebih waras dari itu. “Theo,” Jane mengucapkannya dengan suara selirih desau angin, namun pada jarak sedekat ini, pada keadaan dimana keduanya tak lagi punya ruang privasi, Theo jelas dapat mendengarnya. Mengalun merdu, dan seakan meniup sejuk segenap telinganya yang terasa panas. Theo masih mencumbu Jane seakan-akan Jane adalah nikotin yang pernah dicicipinya saat masa remaja, amat candu, dan sulit untuk berhenti, ga
Pagi-pagi sekali. Jane terbangun dari lelapnya tidur dan juga mimpi indah yang rasanya hanya berlangsung selama dua detik. Semalam Jane memutuskan untuk tidur di sofa setelah memeriksa kamar tidurnya yang tidak bercover, dan Jane rasa sudah terlalu malam untuk memasang seprei hanya untuk tidur satu malam, atau tepatnya Jane terlalu malas, jadi ia tidur di sofa sempit dari pada mau repot-repot. Seperti sudah rutinitas, Jane memejam sembari diam beberapa saat mengumpulkan nyawa, setelahnya gadis itu meraih ponselnya yang tergeletak di atas meja, memeriksa benda yang ada dalam mode silent itu, Jane mengerjap beberapa kali, ada missed call dari Serin, Mama bahkan Maria. Jane tidak tau ada apa namun yang pasti melalui pesan singkat yang juga sudah sempat ia baca, orang rumah ingin Jane segera pulang. Kemungkinan besar memang ada hal penting yang harus disampaikan, namun dari pada menebak-nebak Jane akhirnya menelfon kembali nomor Ratna.
Jane kembali kerumahnya ketika Theo memasuki kamar mandi dan menutup pintu, Jane bahkan tidak mempermasalahkan scrub, sabun, dan semua alat mandinya yang dirampas oleh Theo. Apa tadi katanya? Saya mandi dulu nanti kita ke Maldives? Bisa ikutan sinting kalau Jane mendengarkanya terus menerus. Apalagi dengan kondisi jantung Jane yang disuguhi pemandangan indah dari pahatan tubuh Theo. Jane benar-benar harus menyingkir. Sebelum niatan untuk mengikuti Theo masuk ke kamar mandi itu merayap di otaknya. Oke. Sekarang berhenti membicarkan seberapa bagusnya tubuh orang lain. Jane mengutip selimut dan bantal yang ia gunakan untuk tidur tadi malam, mengembalikan semua barang-barang itu ketempat masing-masing, kemudian ia menuju dapur, melihat piring sisa makan dan juga gelas kotor disana. Jane menghela napas kecil, air sedang tidak nyala. Jadi mau bagaimana lagi. Jane mengambil sepasang sarung tangan plastic kemudian ia pasang pada dua ta
“Itu Jeje udah sampe.”Kata-kata itu yang pertama kali Jane dengar setelah langkah kakinya baru mengijak ambang pintu.Saat sedang sarapan dengan Theo tadi, ia langsung meminta cepat kembali karena ditelfon oleh Ratna, meski makanan mereka belum habis, tetapi karena Theo mendengar sendiri suara Ratna yang menyuruh putrinya untuk segera pulang, lelaki itu pun langsung berdiri dan mengantar Jane.Netra madu Jane memicing kaget.Siapa yang tidak.Jika tanpa ada angin atau hujan sedikitpun tiba-tiba ada keluarga besar dari Jogja sudah berkumpul di rumahnya, dengan pakaian yang rapih, begitu juga dengan orang tua Jane dan Serin. Padahal di halaman rumahnya tidak terlihat mobil lain selain milik ayah Jane.Sepertinya memang benar ada acara penting.Dua bibi Jane langsung mendekat, merangkul dua tangan Jane hingga gadis itu tak berkutik di tengah dua orang wanita dewasa itu.Jane menoleh bingung pada dua bibinya seca