Home / Romansa / When I Me(e)t You / 24 Komitmen dan Tanggung Jawab

Share

24 Komitmen dan Tanggung Jawab

Author: Ans18
last update Last Updated: 2025-04-27 21:37:03

-London, lima tahun lalu-

Caraka melepas cengkeramannya di leher Arga. Ia sadar apa yang dikatakan Arga adalah sebuah kenyataan yang harus dihadapinya. Melibatkan diri dengan keluarga Bestari adalah anugerah sekaligus musibah.

Keduanya kini bersimpuh di lantai hotel, Caraka bersandar pada kaki sofa sementara Arga bersandar pada kaki ranjang. Pergulatan mereka memang hanya berlangsung sebentar tapi sudah berhasil membuat keduanya kehabisan tenaga.

Arga terkekeh melihat keadaannya dan Caraka yang berantakan. Kalau Arka tahu ia sadu jotos (lagi) dengan orang lain, adiknya itu pasti akan mengomelinya dua hari dua malam. Dia tidak akan peduli siapa yang salah, yang Arka pedulikan hanya keadaan kakaknya yang sering mendaratkan pukulan ke orang lain.

"Eyang tau kamu di sini deket sama cewek. Kamu nggak sebodoh itu kan? Nggak mungkin kamu nggak tau kalo Eyang nyuruh orang buat ngawasin kamu. Kamu beruntung, aku bisa meyakinkan Eyang biar aku aja yang ngurus kamu. Karena kamu nggak bakal tau a
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
firly edogawa
lanjut kak.. semangat........
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • When I Me(e)t You   91 Caraka yang Dulu

    “Arka, makan siang bareng mau nggak?”Arka tersenyum simpul sambil melirik Putri yang melambaikan tangannya melalui jendela mobil.“Boleh, Mbak. Tapi aku hari ini bawa mobil sendiri. Mau makan di mana?”“Terserah kamu, Ka. Aku ngikut aja.”“Di deket sini ada café yang ada area bermain buat anak. Mau ke situ aja? Mbak tinggal ngikutin mobilku.”Niken mengangguk. Ia baru melajukan mobilnya ketika melihat Arka sudah melajukan mobil lebih dulu.Arka yang lebih dulu tiba di Niji Café, menunggu sesaat sampai Niken memarkirkan mobilnya dan mengajak Putri turun.“Kita makan siang sama Bu Arka, Ma?”“Iya.”“Horeee.” Putri berlari menghampiri Arka yang berdiri tidak jauh dari pintu masuk café dan menggandeng tangannya.“Putri mau makan apa? Chicken katsu? Bento?”“Nggg … itu apa, Bu?”“Nanti lihat fotonya dulu ya, biar Putri bisa milih.” Arka hanya terkekeh geli, kemudian mengajak dua wanita beda generasi itu untuk masuk dan duduk di sudut café—bagian terdekat dengan area bermain anak—hingga me

  • When I Me(e)t You   90 Keinginan Resign

    "Papa sama Mama sukanya apa, Ka? Abang pengen ngasih sesuatu ke Mama sama Papa." tanya Caraka sambil mengusap bibir Arka yang terlihat basah karena ulahnya."Papa ... suka ikan. Dikasih sesuatu yang berhubungan sama ikan dan kolam ikan pasti seneng. Kalo Mama, nggak ada yang spesifik sih. Dikasih voucher salon sama spa massage setahun juga pasti seneng. Dalam rangka apa Abang mau ngasih sesuatu ke orang tuaku?""Ucapan terima kasih."Arka menahan senyumnya sebisa mungkin. Ucapan terima kasih karena melahirkan dan membesarkannya kan? Pasti itu. How sweet he is."Terima kasih untuk?" Ah Arka ingin mendengarnya langsung dari mulut laki-laki yang dicintainya itu.Beberapa hari ini ia meminta Caraka untuk tidur terpisah bukan karena ia tidak cinta lagi, justru ia ingin membuktikan seberapa besar cintanya, apakah ia merindukan lelaki itu saat tengah malam terbangun, dan apakah hatinya telah siap lagi untuk menerima Caraka."Karena Papa sama Mama pulang dadakan. Kalo nggak, Abang sekarang ma

  • When I Me(e)t You   89 Kepulangan Mendadak

    “Kalian udah berapa lama nginep di sini?” tanya Hadi Wijaya yang mendadak kembali ke Jakarta tanpa pemberitahuan. Walau ia senang dengan kehadiran anaknya di makan malam itu, tapi entah mengapa ia tetap ingin memastikan firasatnya.“Tiga apa empat hari ya, sekitar itu, Pa,” jawab Arka berusaha santai.Sore itu, Arka yang sedang menonton televisi di lantai dua rumah orang tuanya terkejut dengan kepulangan papa mamanya yang tiba-tiba. Diam-diam, selagi orang tuanya istirahat di kamar, Arka membawa barang-barang Caraka yang berada di kamar tamu ke kamarnya. Kecuali malam ketika Arka sakit, Caraka memang tidur di kamar tamu, karena permintaan keenam Arka.“Aku boleh tidur sendiri dulu nggak, Bang? Permintaan keenamku.” Dan begitu permintaan itu terucap, Caraka hanya bisa menghela napas berat dan menurutinya, mungkin memang itu hukuman untuknya. Yang penting ia masih diperbolehkan datang ke rumah orang tua Arka untuk melihat keadaan Arka, itu saja sementara cukup baginya.“Kamu nggak lagi

  • When I Me(e)t You   88 Tidak Sama Rasanya

    "Kamu nangis, Ka?" Arga sampai memicingkan mata demi melihat lebih jelas.Rupanya sejak tadi Arga duduk di sofa yang ada di depan kamar Arka karena penasaran apa yang akan terjadi. Bisa saja adiknya yang sering labil itu berteriak dan mengusir Caraka. Karena itu, untuk berjaga-jaga, Arga hanya duduk, menunggu dengan pasrah di depan kamar Arka.Dan betapa kagetnya Arga saat melihat Caraka—yang baru keluar kamar Arka—menutup pintu sambil mengusap matanya.Caraka tidak menjawab pertanyaan Arga. Ia langsung menggulir layar ponselnya, mencari nomor telepon dokter keluarga yang pernah diberikan olah Arga."Arka demam tinggi, Mas. Ada memar juga di pinggangnya. Aku panggil dokter keluarga yang waktu itu ya.""Hah? Pasti karena seharian bolak-balik berendam di kolam renang," gerutu Arga sambil melangkah menuju kamar adiknya, membiarkan Caraka menelepon dokter."Dek." Arga masuk ke dalam kamar setelah mengetuk pintu beberapa kali. Ia menghela napas kesal begitu memegang kening Arka yang terasa

  • When I Me(e)t You   87 Boleh Marah Asal Jangan Panggil Pengacara

    “Kenapa sih semua orang hari ini mempertanyakan perasaanku? Segitu nggak kelihatannya?” Caraka mengacak rambutnya dengan frustasi.“Memang nggak. Ya buktikan dong ke Arka kalo gitu.”“Aku ke sini kan memang untuk ngejelasin ke Arka, Mas. Boleh aku naik ke kamarnya?”“Terserah. Tapi kalo dia sendiri yang ngusir kamu, ya … aku nggak ikut-ikut.”Mengabaikan tatapan tajam Arga, Caraka memilih langsung beranjak menuju kamar Arka yang terletak di lantai dua.Semula ia ingin mengetuk pintu, tapi mengingat kalau kakak iparnya berkata bahwa Arka sedang tidur, Caraka memilih langsung membuka pintu dan mendapati istrinya yang memang sedang tertidur.Demi tidak membangunkan Arka, Caraka berjalan tanpa menimbulkan suara kemudian duduk di lantai bersandar pada nakas yang ada di sisi Arka tidur.Baru sekitar setengah jam kemudian Arka terbangun. Tenggorokannya terasa kering. Masih dalam posisi belum benar-benar membuka mata, Arka mencoba meraih botol minum yang biasanya ia letakkan di atas nakas."H

  • When I Me(e)t You   86 Lepaskan Arka!

    "Abaaaang!""Hei, masuk sini."Wanita itu langsung mengernyit bingung melihat luka memar di wajah Caraka. Ia meraih tangan Caraka dan mencium punggung tangan kakaknya sambil mempertahankan reaksi penasarannya."Abang kenapa? Berantem sama siapa?"Caraka bangkit dari kursi kerjanya, mengajak Oshi pindah ke sofa agar lebih santai."Kamu dari mana?" tanya Caraka mencoba mengalihkan perhatian Oshi."Dari jalan-jalan aja sama temen di mall deket sini, makanya kepikiran mampir, mau lihat kantor Abang." Oshi mengulurkan tangannya, menyentuh pipi Caraka yang berwarna kebiruan. "Serius deh, Bang. Abang abis berantem sama siapa?""Jangan bilang ke Ibu, nanti Ibu khawatir.""Aku bakal bilang ke Ibu kalo Abang nggak mau cerita," ancam Oshi."Dih, anak ini, main ngancem. Nggak Abang kasih uang jajan kamu." Caraka balas mengancam Oshi."Ya sekalian aku lapor ke Ibu kalo Abang nggak ngasih uang jajan."Caraka mengacak pelan puncak kepala adiknya. Ia tahu kalau Oshi sebelas-dua belas dengan dirinya,

  • When I Me(e)t You   85 Dianggap Apa Arka?

    "Mas Arga, ini Non Arka agak aneh, Mas,” lapor salah satu ART di rumah itu yang dititipi pesan Arga untuk memantau kondisi adiknya itu.Sebenarnya Arga tidak tega meninggalkan Arka sendiri di rumah, tapi ia juga tidak bisa mengabaikan pekerjaan yang diserahkan papanya sebelum papanya berangkat ke Solo. Kalau saja papanya tidak pergi ke Solo, Arga bisa saja bekerja dari rumah, tapi sebagai pengganti papanya, ia terpaksa mengikuti ritme kerja di kantor papanya, termasuk dengan deretan meeting yang sangat melelahkan baginya.“Aneh gimana, Bi?”“Udah lima atau enam kali berendam di kolam renang.”“Hah? Gimana, Bi?” Arga sampai kebingungan mencerna ucapan ART-nya. “Kan Arka memang begitu kalo lagi banyak pikiran.”“Tapi ini udah berkali-kali, Mas. Bibi takut Non sakit. Si Non berendem di dalem kolam renang kayak biasanya kalo mood-nya lagi jelek, Mas, sekitar setengah jam. Abis itu mentas, naik ke kamar. Nggak lama, sekitar sejam-an, turun lagi, berendem lagi, trus mentas lagi. Begitu teru

  • When I Me(e)t You   84 Permintaan Kelima

    Arka mengerjap pelan, berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina matanya. Dari bau yang diciumnya dan dari tirai di sekelilingnya, ia tahu kalau dirinya sedang berada di rumah sakit, klinik, atau ... entahlah, yang jelas sebuah fasilitas kesehatan.Ia melirik ke tangan kanannya yang dilingkupi kehangatan, berbeda dengan tangan kirinya yang ada di sisi tubuhnya.Raut wajah Arka terlihat kesal saat ia melihat tangannya sedang digenggam Caraka yang merebahkan kepalanya di atas kasur, sepertinya lelaki itu tertidur."Arka, udah sadar?"Kelegaan yang luar biasa terlihat di wajah Arka saat Yasmin menyibak tirai dan mendekat ke arahnya. Setidaknya ada orang lain di situ, bukan hanya dirinya dan Caraka.Arka mengangguk pelan sambil menarik tangannya yang digenggam Caraka, dan hal itu langsung membuat Caraka terbangun."Sayang, udah bangun? Ada yang sakit?"'Hatiku!' Tapi alih-alih menjawabnya, Arka memilih mengabaikan keberadaan Caraka termasuk dengan usapan lelaki itu di keningnya.Ma

  • When I Me(e)t You   83 Satu Jam Penuh Siksaan

    Apa rasanya melihat suami sendiri duduk di sebelah seorang anak kecil yang begitu menggemaskan, dan keduanya tampak begitu menikmati permainan yang ada di depan mereka?Sayangnya anak itu bukan anaknya, melainkan anak wanita yang pernah dicintai suaminya.Oh, God! Mereka tampak seperti keluarga sempurna.Arka berusaha tidak mengacuhkan 'keluarga kecil' itu, pun ia juga harus membagi fokusnya dengan 19 keluarga lainnya. Tapi sial, matanya sering kali berhianat untuk melirik ke arah mereka.Jangan tanyakan rasanya. Hati Arka rasanya sedang menjadi talenan, di mana ada orang yang sedang mencincang bawang di atasnya. Hatinya terasa diiris-iris.Padahal tadi pagi ia sedikit merasa lega ketika Caraka pergi di pagi hari buta karena harus mengurus kecelakaan kerja di proyeknya.Setidaknya Arka bisa menghindar sampai ia menemukan momen yang pas, atau sampai mulutnya mampu menyuarakan kebingungannya.Melihat Caraka di dalam ruang kelasnya dan berperan sebagai ayah Putri, tidak pernah ada dalam

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status