Share

DIANTARA DUA PEREMPUAN CANTIK

Jeni sampai mengucek kelopak matanya berkali-kali untuk memastikan bahwa ia memang tidak salah melihat.

Batinnya mulai berkecamuk, ia sebenarnya sangat merindukan Louis, tapi sisi lain hati Jeni sudah remuk tak bersisa lagi.

Jeni menarik nafas dalam-dalam, lalu melempar handphonenya sesuka hati. Apa yang ingin dibicarakannya dengan Louis? Sudah tidak ada, yang ada justru ia akan bertengkar lagi dengan Louis.

Jeni terlalu malas untuk berdebat kesekian kalinya dengan ayah biologis janin yang dikandungnya saat ini. Maka Jeni memutuskan untuk kembali merebahkan tubuhnya dan memejamkan matanya, ia sangat lelah. Terlebih ia baru saja muntah-muntah yang membuat hampir seluruh tenaganya habis terkuras. Mungkin lain waktu saja ia akan menghubungi Louis, pikirnya.

Baru saja ia akan memejamkan matanya, deringan handphone bernada khusus kembali mengusiknya. Lagi-lagi itu Louis, Jeni baru saja memeriksanya karena handphonenya terlempar tak begitu jauh darinya. Jeni lalu mendengus.

“Ada apa?”

“Kamu tahu? Jangan berpikir Steven lebih baik dariku, dia bahkan jauh lebih buruk. Jangan mudah percaya dengan orang yang baru kamu kenal, Jeni.”

Jeni mengerutkan kening, namun ia segera tahu bahwa Louis sepertinya cemburu dengan Steven.

“Apa itu artinya kamu cemburu Louis?”

“Aku hanya mengingatkanmu.”

Jeni tertawa kecil, terdengar mencemooh sanggahan Louis.

“Bukannya kamu tidak peduli lagi denganku? Apa yang kamu harapkan lagi? Urusi saja gadis manjamu itu,” bantah Jeni dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

“Bagaimanapun aku masih kekasihmu Jeni, aku tidak suka ada orang lain yang mendekatimu.”

Di sela isak tangis haru karena sedikit bahagia Louis masih mengakui sebagai kekasihnya, ada hati yang bagai teriris dengan pisau tajam karena mengingat bukan hanya dirinya yang ada di hati Louis saat ini.

“Lalu bagaimana denganmu?” tanya Jeni dengan suara bergetar dan penuh emosional.

“Aku minta maaf, aku...”

Louis tidak sanggup melanjutkan perkataannya, bagaimanapun ia tidak bisa memilih. Ia sangat menikmati hidupnya sebagai kekasih Renata yang sederajat dengannya, bahkan orang tua Louis yang bertahun-tahun bersikap buruk terhadapnya, berubah menjadi sangat baik saat mereka tahu Louis memiliki hubungan spesial dengan Renata.

“Cukup, aku sudah tahu kalau kamu tidak akan pernah bisa memilih, tolong biarkan aku sendiri.”

Jeni mematikan sambungan teleponnya, ia tak sanggup lagi mendengar suara Louis, laki-laki yang sampai saat ini masih menduduki tempat spesial di hatinya.

Jeni lalu menggulung tubuh mungilnya di dalam selimut tebal rumah sakit, ia berada di ruang VVIP, jadi semuanya serba diperhitungkan. Di dalam selimut itu ia menangis tanpa suara, hatinya kembali hancur.

Pada saat itu, Steven datang.

“Jeni, apa kamu sedang tidur?” tanya Louis dengan heran.

Pasalnya Jeni menutup seluruh tubuhnya dengan selimut, sementara Steven tidak berani mengganggunya, takut Jeni memang lebih nyaman tidur seperti itu.

“Baiklah kalau kamu tidur, aku akan kembali ke kantor. Jaga dirimu baik-baik, suster yang akan menemanimu. Aku akan kembali setelah urusan pekerjaanku selesai,” ujar Steven berbicara sendiri.

Jeni hanya diam, meskipun ia mendengar semua perkataan Steven dengan jelas padanya. Jeni hanya tidak mau lagi-lagi Steven melihat kesedihannya menangisi Louis.

Setelah itu, Jeni hanya mendengar langkah Steven yang mulai menjauh, sepertinya Steven sudah pergi dari ruangannya, berganti oleh suara pantofel perempuan yang mungkin itu adalah suster, meski begitu Jeni tetap tidak mau membuka selimutnya.

“Nona Jeni, tidak baik tidur dengan menutupi seluruh tubuh seperti itu, anda akan kesulitan bernafas,” ujar suster yang sambil mengguncangkan tubuh Jeni bermaksud membangunkannya.

Jeni lalu membukanya sambil melenguh nafas berat. Ia lalu berbalik berbaring ke arah lain membelakangi suster, hatinya sedang kacau, jadi ia tidak ingin bicara dengan siapapun.

Sementara di apartemen 'Elite City', Louis tampak murung, ia tidak menyangka keputusannya menjalin dengan dua perempuan akan berujung serumit ini, apalagi saat ia tahu bahwa Jeni telah mengandung buah cintanya.

Louis melenguh nafas berat, ia seperti terjebak dalam lingkaran kesulitan yang ia buat sendiri. Louis benar-benar bingung apa yang akan dilakukannya setelah ini? Mengaku kepada kedua orang tuanya bahwa ia telah menghamili Jeni adalah sebuah hal yang sangat mustahil.

Louis tidak akan pernah berani melakukannya, apalagi mereka sangat senang Louis menjalin hubungan dengan Renata, mereka berdua, mama-papa Louis mengira putranya sudah mengakhiri hubungannya dengan perempuan yang mereka anggap gembel itu.

Louis merasa dirinya akan gila setelah ini karena beberapa hari terakhir sibuk memikirkan permasalahan yang sampai saat ini belum menemukan titik terang, maka ia memutuskan untuk tidak memikirkannya terlebih dahulu, ia teringat sesuatu.

Jari Louis kembali menari di atas kiped IOSnya, ia menghubungi Renata.

[Maaf Sayang, aku janji tidak akan seperti itu lagi]

Louis mengirimkan pesan meminta maaf kepada Renata, sebenarnya ia ingin sekali menelfonnya tapi ia tahu Renata tidak akan mau menerima panggilan darinya. Renata, gadis manja yang selalu ingin diperhatikan, berbeda sekali dengan Jeni.

Lama menunggu, namun Renata tidak kunjung membalasnya. Hal itu membuat Louis lagi-lagi murung, entah kenapa dirinya merasa tidak bisa melihat Renata berlama-lama marah padanya. Louis lalu mengambil kunci mobil sportnya dan bergegas ke apartemen primadona kampus itu.

Sesampainya di apartemen Renata, Louis yang juga hafal password apartemen kekasihnya itu langsung nyelonong masuk tanpa permisi.

Perempuan dengan kecantikan yang nyaris sempurna itu terlihat sedang menangis sambil meringkuk di tempat tidurnya, Louis mendekat dan memeluknya.

“Aku minta maaf Sayang,” rayunya dengan suara yang lembut.

“Pergi!” bentak Renata frustasi.

“Aku tidak bisa berlama-lama musuhan denganmu Renata, please!”

Pinta Louis dengan wajah yang begitu memelas dan hal itu membuat Renata entah kenapa langsung luluh begitu saja, siapa yang sanggup menolaknya, Louis laki-laki yang dianugerahi wajah dengan ketampanan yang nyaris sempurna, apalagi ia mewarisi darah bule mamanya, sehingga wajah blasteran dan mata birunya seolah melengkapi karismanya.

Renata lalu mendekat ke arah Louis dan memeluknya, ia juga sangat mencintai Louis dan tidak mau kehilangannya, bahkan diam-diam Renata telah memikirkan rencana jahat untuk Jeni agar janin itu lenyap. Renata sangat membenci Jeni, meski ia tahu dirinya lebih segalanya daripada Jeni.

“Tolong jangan membuatku merasa kehilangan separuh jiwaku lagi Louis, aku sangat sedih kamu kembali memikirkan gadis itu,” aku Renata dengan gaya manjanya.

Louis melepaskan pelukan Renata, lalu mengusap air mata perempuan yang ada di hadapannya itu begitu lembut, entah kenapa Louis seperti kembali dihadapkan pada pilihan yang sangat sulit.

Maka ia hanya diam sambil tersenyum begitu manis pada Renata, hanya itu yang bisa ia lakukan untuk menenangkan gadis manja yang belum lama menjadi kekasih keduanya itu.

“Aku sangat mencintaimu, aku harap kamu akan segera memberi tanda untuk hubungan kita.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status