捨てられた聖女は、忘れられた真実と隣国の王子の愛を知る

捨てられた聖女は、忘れられた真実と隣国の王子の愛を知る

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-09-15
Oleh:  灰猫さんきちTamat
Bahasa: Japanese
goodnovel12goodnovel
Belum ada penilaian
23Bab
738Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

国のための道具として力を搾取され続けた聖女マリアンヌ。結果、彼女を待ち受けていたのは婚約者と家族からの無慈悲な裏切りだった。 「偽りの聖女め!」 絶望の淵で全てを失った彼女の前に、隣国の王子ヘンリーが跪く。 「僕があなたを奪うこと、お許しください」 甘く包み込むような彼の愛に戸惑いながらも、マリアンヌは国を出る。 隣国で出会ったのは、不思議な猫の精霊ルナ。ルナに導かれて、真の力と自らの手で掴む幸福を取り戻していく。 絶望から始まるハッピーエンドの物語。

Lihat lebih banyak

Bab 1

01:疲れ切った祈り

Maya memutar tubuhnya di depan cermin ruang tamu untuk kesekian kalinya. Blazer krem yang membalut tubuhnya masih sama elegannya seperti saat pertama ia beli dua tahun lalu, meski sekarang terasa sedikit lebih longgar. Enam tahun, bisiknya dalam hati. Enam tahun, dan tubuhnya malah makin kurus, bukannya tambah berisi... seperti yang seharusnya.

"Wah, cantik sekali, Bu." Pak Karyo muncul dari arah dapur, membawa secangkir teh hangat. Asisten rumah tangga yang sudah mengabdi sejak mereka pertama menikah itu tersenyum tulus. "Kayak foto pengantin yang di sana itu." Ia menunjuk ke figura yang tergantung di dinding—foto pernikahan Maya dan Irwan.

Maya tersenyum tipis. "Ah, Pak Karyo bisa aja." Ia menerima teh yang disodorkan, menyesapnya perlahan. Aroma melati yang familiar bikin tubuhnya agak rileks.

"Yang, dasi aku miring nggak?" Irwan keluar dari kamar, masih berkutat dengan simpul dasinya. Maya letakkan cangkir tehnya, lalu hampiri suaminya.

"Sini." Dengan lembut ia membenarkan dasi Irwan. Dari jarak sedekat ini, ia bisa mencium aroma aftershave yang familiar—masih sama seperti enam tahun lalu. "Sudah."

"Maya..." Irwan menangkap tangannya yang hendak menjauh. "Kamu oke?" Matanya menatap cemas.

Maya mengangguk, meski keraguan jelas di matanya. "Cuma... nervous. Biasa."

"Bu Maya, Pak Irwan," Pak Karyo berdeham pelan. "Udah jam setengah tujuh."

"Oh iya," Irwan melepaskan tangan Maya, mengambil kunci mobil dari meja. "Kita harus berangkat sekarang kalau nggak mau telat."

Maya mengambil tas tangannya, mengeluarkan lipstik untuk sentuhan terakhir. "Pak Karyo, tolong jaga rumah ya. Kita pulangnya mungkin agak maleman."

"Siap, Bu." Pak Karyo mengikuti mereka ke teras depan rumah. Langit Jakarta sudah gelap, tapi udara masih terasa hangat. "Selamat ulang tahun pernikahan. Semoga Allah selalu memberkahi."

Di mobil, Maya mengeluarkan ponselnya, mengecek alamat restoran untuk terakhir kali. Mereka memilih tempat Indonesia yang cukup berkelas di Menteng—tidak semewah hotel bintang lima, tapi cukup untuk menjaga gengsi keluarga besar mereka.

"Siap?" Irwan remas tangannya lembut sebelum nyalakan mesin.

Maya tarik napas panjang, ngerasain jemarinya gemetar. Dia tau banget apa yang nunggu mereka malam ini—tatapan penuh tanya, bisikan yang nggak keucap, harapan yang belum terpenuhi. "Siap," jawabnya, lebih buat yakinkan diri sendiri.

Dua puluh menit kemudian, mobil mereka berhenti di depan restoran. Bangunan kolonial yang direstorasi itu tampak hangat dengan pencahayaan taman yang lembut. Maya bisa melihat beberapa mobil familiar sudah terparkir—keluarga mereka sudah mulai berdatangan.

Maya merasakan genggaman Irwan mengerat. Mereka berdua tahu apa yang menanti di balik pintu kayu berukir itu—dua keluarga besar dengan ekspektasi yang lebih besar lagi.

Ruangan VIP itu dirancang mengikuti konsep pendopo modern—luas dan elegan dengan sentuhan Jawa yang halus. Dua meja bundar besar dengan lazy susan kristal mendominasi ruangan. Aroma rempah dan bunga melati bercampur di udara, menciptakan atmosfer mewah yang tetap akrab.

Di meja pertama, keluarga Maya sudah berkumpul. Papanya lagi diskusi serius sama Om Hadi soal harga properti di BSD, sementara Mamanya dan Tante Mira bahas rencana umroh tahun depan. Sepupunya, Andi, sibuk dengan iPad-nya—paling lagi closing another deal, pikir Maya. Typical keluarganya—bisnis nggak pernah berhenti, bahkan di acara keluarga.

Di meja satunya, keluarga Irwan mulai berdatangan. Mama mertuanya langsung hampiri Maya, peluk dia dengan kehangatan yang terasa sedikit beda dari biasanya. "Selamat ulang tahun pernikahan ya, Nak. Enam tahun... masya Allah, nggak kerasa ya?"

Justru kerasa setiap detiknya, Maya membatin, bales pelukan mertuanya dengan senyum profesional yang biasa dia pake di meeting.

Percakapan ngalir ke berbagai topik. Om Hadi dan Papa balik tenggelam dalam diskusi properti mereka. Di sisi lain meja, Tante Astrid lagi cerita dengan antusias soal gallery batik barunya di Kemang. Mama Irwan sesekali nimpal, tapi Maya bisa ngerasain tatapannya yang sesekali arah ke blazer krem yang bungkus tubuh rampingnya.

"Oh iya, Dik Linda udah masuk bulan ketujuh ya, Bu?" Tante Astrid beralih ke Mama Irwan. "Anak kedua..."

Maya merasakan jemarinya mencengkeram garpu lebih erat. Linda, adik Irwan, baru menikah dua tahun lalu. Tapi sudah hamil anak kedua, sementara dia....

"Alhamdulillah," Mama Irwan senyum bangga. "Semoga lancar kayak yang pertama." Matanya lirik sekilas ke arah Maya. "Sekarang tinggal..."

"Eh, soto konro-nya enak ya," Irwan motong cepat, tangannya di bawah meja remas lembut jari Maya yang mulai gemetar. "Tante mau tambah?"

"Eh, nanti dulu," Tante Astrid senyum, matanya beralih ke Maya. "Maya sendiri gimana? Udah coba program lagi?"

Maya merasakan jemarinya semakin dingin dalam genggaman Irwan. Ia memaksakan senyum profesional yang biasa ia gunakan saat presentasi sulit di kantor. "Lagi fokus kerja dulu, Tante. Project baru..."

"Aih, kerja melulu." Tante Mira dari seberang meja ikut nimbrung. "Lihat Linda tuh, baru dua tahun nikah udah anak kedua. Padahal dia juga kerja."

Maya teguk air putihnya pelan, berusaha tenangkan diri. Blazer krem yang tadi terasa pas kini kayak mencekik lehernya. Dari sudut matanya, dia bisa lihat Mama Irwan yang mulai gelisah dengan arah pembicaraan ini.

"Maya ini emang kebanyakan mikir," Papa coba cairkan suasana. "Semua mesti direncanain detail. Iya kan, Wan?"

"Iya, Pak." Irwan ngangguk, tangannya masih genggam erat jemari Maya di bawah meja. "Tapi bagus kan? Lihat aja pemilihan menu malam ini, semua—"

"Ah, menu mah gampang diatur," potong Om Hadi, "tapi ada hal-hal yang nggak bisa diatur pake Excel sheet. Iya kan, Maya?"

Tawa kecil menyebar di meja. Maya tersenyum tipis, merasakan keringat dingin mulai mengalir di punggungnya. Enam tahun, dan komentar-komentar seperti ini masih bisa menusuknya sedalam hari pertama.

"Bu Maya," pelayan datang di saat yang tepat, "hidangan utamanya udah siap. Rendang atau ayam bakar?"

Maya hampir menghela napas lega dengan interupsi ini, tapi Tante Astrid rupanya belum selesai. "Nanti coba tanya Linda ya, Maya. Dia pake dokter bagus di Menteng. Katanya ada program khusus buat... yang agak susah."

Kali ini, Maya merasakan tangan Irwan yang gemetar dalam genggamannya.

"Rendang saja," Maya menjawab pelan, bersyukur bisa mengalihkan pandangannya dari tatapan penuh arti Tante Astrid.

Hidangan utama disajikan dengan elegan di atas piring porselen putih. Maya menatap rendang di hadapannya, aroma rempah yang biasanya menggugah selera kini terasa mencekik. Dia bisa denger percakapan di sekitarnya mulai beralih ke topik lain—bisnis properti Om Hadi, rencana umroh Mama, gallery batik Tante Astrid—tapi telinganya masih berdenging dengan komentar soal Linda...

"Maya," Om Hadi tiba-tiba manggil dia dari seberang meja, suaranya yang berat bikin beberapa kepala noleh. "Kalo mau cepet hamil, kuncinya tuh posisi sama durasi."

"Om Hadi..." Maya usaha senyum, tapi jarinya yang gemetar hampir jatuhin garpu.

"Irwan ini kebanyakan kerja sih," Om Hadi nyendok rendangnya santai, matanya lirik penuh arti. "Minimal mesti tiga jam sehari, posisi yang tepat. Biar gravitasi bantu." Dia kedip mata. "Kalo cuma lima menit sebelum tidur, ya mana bisa?"

Bisikan tawa tertahan terdengar di sekitar meja. Maya merasakan wajahnya terbakar, teringat rutinitas malam mereka yang memang hanya berlangsung singkat—Irwan selalu terlalu lelah setelah lembur.

"Dan jangan lupa, posisinya harus yang dalem," Om Hadi lanjut dengan nada sok tau, seolah-olah dia ahli fertilitas. "Kalo cuma missionary standar gitu, susah nembus. Harus yang..." Dia bikin gerakan pake tangannya yang bikin Mama Irwan kesedak tehnya.

Maya menunduk, tangannya mencengkeram garpu semakin erat. Di sampingnya, ia bisa merasakan tubuh Irwan menegang, keringat mulai membasahi telapak tangannya yang menggenggam jemari Maya. Mereka berdua tahu persis semua yang disebutkan Om Hadi adalah kebalikan dari rutinitas intim mereka yang singkat dan mekanis.

Irwan berdeham keras. "Om Hadi, soal properti di BSD tadi—"

"Oh iya, Maya," Mama Irwan motong, suaranya melembut dengan cara yang bikin Maya pengen nangis. "Mama denger di Malaysia ada treatment baru. Temen Mama sukses setelah lima tahun nyoba. Mau Mama minta kontaknya?"

Maya merasakan pandangan semua orang tertuju padanya. Blazer kremnya yang sudah terasa longgar kini seolah menyusut, mencengkeram tubuhnya seperti tangan-tangan yang menuntut jawaban.

"Makasih, Ma." Maya denger suaranya sendiri jawab, tenang dan terkontrol kayak pas dia mimpin rapat direksi. "Nanti kita omongin."

Mama Irwan mengangguk, tapi Maya bisa melihat kekecewaan samar di matanya. Enam tahun, dan mereka masih menunggu. Enam tahun, dan setiap pertemuan keluarga masih berakhir dengan tatapan yang sama.

Sisa makan malam berlalu dalam gerakan-gerakan mekanis. Maya mengiris rendangnya menjadi potongan-potongan kecil yang nyaris tidak ia sentuh. Irwan di sampingnya berusaha keras menjaga percakapan tetap pada topik-topik aman—politik, bisnis, cuaca—apa saja selain bayi dan kehamilan.

Ketika hidangan penutup disajikan—es teler premium dengan kelapa muda Australia—Maya sudah tidak bisa merasakan apa-apa lagi. Setiap suapan terasa seperti abu di mulutnya.

"Udah jam sembilan," Irwan akhirnya umumkan, lirik jam tangannya. "Maya besok ada meeting pagi."

"Ah, masih sibuk aja," Tante Mira senyum penuh arti. "Padahal harusnya—"

"Iya, meeting sama client dari Singapore," potong Maya cepat, bangkit dari kursinya. Blazer kremnya yang longgar dia rapetin kayak armor. "Makasih semuanya. Maaf kita harus duluan."

Pelukan dan ciuman perpisahan terasa seperti siksaan. Setiap pelukan disertai bisikan "Sabar ya", "Jangan stress", "Coba konsul ke..." yang Maya tanggapi dengan senyum profesionalnya.

Di mobil, Maya melepas sepatunya dengan gerakan lelah. Irwan menyalakan mesin dalam diam, membiarkan AC mobil mengisi keheningan di antara mereka.

"Yang..." Irwan akhirnya ngomong setelah mereka keluar dari area parkir.

"Jangan sekarang," Maya potong pelan, matanya terpejam. "Please."

Irwan mengangguk, tangannya menggenggam kemudi lebih erat. Enam tahun, dan mereka masih belum menemukan kata-kata yang tepat untuk saat-saat seperti ini.

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya
Tidak ada komentar
23 Bab
01:疲れ切った祈り
 しんと静まり返った神殿の最奥、至聖所。 高い天井から差し込む月光が、床に刻まれた巨大な魔法陣を白銀に照らし出している。その中央で、マリアンヌは独り跪いていた。 月光を集めて編んだような、緩いウェーブのかかった銀髪。その輝きは今や色褪せ、痩せた肩にかかる様はひどく頼りない。祈りのために固く組まれた指は、骨が浮くほどに細い。伏せられた睫毛の奥にある、冬の空を思わせる青い瞳は虚ろで、何の感情も映してはいなかった。(また、今日が始まる) 唇から紡がれるのは、神への賛美でも民への慈愛でもない。ただ、古の契約に従い、自らの生命力を捧げるための詠唱。足元の魔法陣が淡い光を放ち、マリアンヌの体から魔力と生命力――マナをゆっくりと、しかし確実に吸い上げていく。全身の血を少しずつ抜き取られるような、鈍い苦痛を伴う儀式だった。 吸い上げられたマナは、目に見えない奔流となって天蓋へと注がれる。王都全体を覆い、かの「古代の厄災」を封じる大結界。その封印の「蓋」を維持することこそ、聖女である彼女に課せられた唯一の使命である。 もう何年、こうしているだろうか。 聖女として見出されたあの日から、マリアンヌの世界はこの至聖所だけになった。かつて抱いていた民を思う心や、聖女としての誇りは、終わりの見えない奉仕の中でとっくに摩耗しきっていた。 ――私は、国という器にマナを注ぎ続けるだけの、ただの道具だ。反抗する気力など、もうどこにも残ってはいない。 諦めだけが心を支配している。 長い祈りが終わりを告げ、魔法陣の光が収まる。ぐらりと傾いだ身体を、控えていた侍女が慌てて支えた。「マリアンヌ様、お疲れ様でございます」 その声すら、どこか遠くに聞こえる。侍女の肩に体重を預け、鉛のように重い足を引きずって回廊を進む。その先に、見慣れた二つの影が待ち構えていた。「マリアンヌ」 父であるガルニエ侯爵の、氷のように冷たい声だった。娘の体調を気遣う言葉はない。ただ値踏みするように、その全身を一瞥するだけだ。「今日の祈りはどうだった。近頃、結界の輝きに揺らぎが見られるとの報告だが、お前の力が衰えたわけではあるまいな?」「……問題、ありません。お父様」 かろうじて絞り出した声は、自分でも驚くほどにか細かった。「本当ですの? お姉様、お顔の色が優れませんこと」 父の隣で、妹のアニエスが
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-08-26
Baca selengkapnya
02:孤立無援
 翌朝、マリアンヌは重い身体を起こした。 その瞬間、世界の空気が昨夜とは決定的に違うことを感じ取る。陽光はいつもと同じように窓から差し込んでいるはずなのに、まとわりつく空気がひどく澱んでいた。まるで、世界から色彩が一つ失われてしまったかのようだ。 昨夜の亀裂は、気のせいなどではなかった。 その確信は、王命の使者が彼女を召喚しに来たことで、より一層強固なものとなる。 父と妹と共に通されたのは、神殿に併設された王族専用の謁見の間。磨き上げられた大理石の床が、居並ぶ人々の姿を冷たく映し出している。 玉座には国王と王妃、その傍らには婚約者であるジュリアス王太子が、腕を組んで苦虫を噛み潰したような顔で立っていた。ずらりと並んだ重臣たちの視線が、値踏みするように責め立てるように、マリアンヌ一人に突き刺さる。(これは、私を裁くための場なのだ) そう理解するのに、時間はかからなかった。 重々しい沈黙を破ったのは、妹のアニエスだった。彼女は一歩前に進み出ると、その美しい顔を悲痛に歪め、今にも泣き出しそうな声で訴え始めた。芝居がかった動きだが、誰も気づいた様子はない。「陛下、並びに皆様。まことに、まことに申し上げにくいのですが……昨夜、お姉様は祈りの最中に、お倒れになりました」 場がざわつく。 アニエスは濡れた瞳でマリアンヌを振り返り、慈しむような眼差しを向けた。一見すれば優しげな目だったが、マリアンヌにはわかる。優しさとは程遠い、蔑みと嘲笑の色がちらついている。「そして、その直後……聖女の血を引くわたくしには、確かに感じられたのです。我が国を守る大結界が、か細い悲鳴を上げるのを!」 待っていましたとばかりに、ジュリアスが床を靴音高く踏み鳴らした。「聖女ともあろう者が祈りの最中に倒れるなど、前代未聞! これは聖務に対する怠慢であり、国家への裏切りに等しい!」 怒りと侮蔑を込めて、彼はマリアンヌを指差した。「結界の揺らぎは、マリアンヌ、お前の力不足が原因ではないのか! この期に及んで、何か弁明はあるか!」 高圧的な声が、広い謁見の間に響き渡る。 マリアンヌは顔を上げることができなかった。俯いた視線の先には、自分のつま先が見えるだけだ。 意識を失ったのは、事実。 結界に異常が生じたのも、事実。 だが、その原因が長年の奉仕による疲弊であると、今ここ
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-08-26
Baca selengkapnya
03:断罪劇
 ジュリアスの放った「偽りの聖女」という言葉が、刃となって謁見の間の空気を切り裂いた。 マリアンヌへの疑念はもはや確定された事実として、その場にいるすべての者に受け入れられたようだった。重臣たちは侮蔑と憐れみの入り混じった視線をマリアンヌに向け、王と王妃はただ冷ややかに玉座からこの茶番を見下ろしている。(偽り……) マリアンヌの心の中で、その言葉が木霊する。この身を削り、魂をすり減らして捧げてきた祈りの日々。そのすべてが、偽りだったと断じられたのだ。 この好機を、妹のアニエスが見逃すはずもなかった。 これまでの悲劇のヒロイン然とした仮面をかなぐり捨て、隠しきれない優越感に唇を歪ませながら一歩前に出た。その瞳は、もはや姉を憐れむ色さえ浮かべてはいなかった。勝者が敗者を見下ろす、残酷な喜びに満ちている。「ああ、お姉様……! やはり、こうなる運命でしたのね」 その声は蜜のように甘いが、明らかな毒を含んでいた。「傍流の、しがない伯爵家の血を引くお姉様には、聖女の務めは荷が重かったのですわ。この国の未来を護る大任は、本流たる侯爵家の血を受け継ぐわたくしこそが担うべきだったのです!」 それは、アニエスがずっと抱き続けてきた歪んだ渇望の叫びだった。聖女の血が母方に宿っているかもしれないとは、露ほども考えない。彼女にとって重要なのは、自分が本流で、姉が傍流であるという事実だけ。それこそが、自らの正当性を証明する唯一の根拠なのだ。 アニエスの勝利宣言に、場の空気は完全に固まった。皆の視線が、最後に残された裁定者――一家の長であるガルニエ侯爵へと注がれる。彼が娘を庇うのか、それとも見捨てるのか。マリアンヌの心の片隅に、針の先ほどの淡い期待が生まれたが、それは父の次の一言で無残に砕け散った。 侯爵は、初めてまともにマリアンヌの顔を見た。だが、その目に親子の情など欠片も宿ってはいない。価値が暴落した資産を前に、どう処分すべきか思案するような、冷え切った眼差しだ。「……フン。お前の母親の血も、この代で終わりか」 吐き捨てるような声だった。「我がガルニエ家に何の益ももたらさぬとは、期待外れも甚だしい」 ああ、やはり。 マリアンヌの心に、最後のひびが入った。 私はただ、聖女の力をこの家に繋ぎ止めるための「資産」でしかなかったのだ。その価値がなくなった今、父親に
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-08-26
Baca selengkapnya
04:差し伸べられた手
 謁見の間に響いた静かな問いかけは、湖面に投じられた一石のように、その場の空気を揺るがした。婚約破棄が成立したかを問う確認。それは、この断罪劇を締めくくるはずだった誰の言葉とも違う、異質な響きを持っていた。「ヘンリー王子……!」 最初に我に返ったのは、ジュリアスだった。驚愕と隠しきれない苛立ちを声に滲ませて、彼は声の主を睨みつけた。「なぜ貴殿が口を出す! これは我が国の内政問題だ。他国のあなたが口を挟むことではない!」「隣国の王子……?」「ヘンリー王子が、なぜ……」 ジュリアスの言葉で青年の正体を知り、それまで傍観に徹していた重臣たちの間に激しい動揺が走る。外交問題に発展しかねない、予期せぬ闖入者だった。 だが、ヘンリーはジュリアスの苛立ちなど意にも介さない。彼は学友である王太子を一瞥もせず、ただ困惑する臣下たちに向かって、優雅に一礼してみせた。その所作はどこまでも穏やかで、しかし誰もが逆らえぬ王族の気品に満ちている。「ご存知ない方々のために。私は隣国より留学中のヘンリーと申します。どうぞ、お見知りおきを」 場の空気を完全に掌握したヘンリーは、穏やかな笑みを浮かべたまま、眼差しだけを氷のように凍らせた。断罪者たちを一人ずつ見据える。「王太子殿下。同じ学舎で論を交わした仲として忠告しますが、あなたのその浅慮さには心底失望しました」 静かな、しかしよく通る声が響く。「長年、貴国のためにその身を削ってこられた聖女を、憶測のみで『欠陥品』と罵り、公衆の面前で辱める。これが次期国王の裁定ですか。実に嘆かわしい」 次に、彼の視線がアニエスへと移る。恐怖に引きつる彼女に、ヘンリーは吐き捨てるように言った。「そしてそちらのご令嬢。実の姉を陥れてまで手に入れたい地位とは、それほど魅力的なものですか。その浅ましさ、見ていて胸が悪くなります」 最後に、彼はガルニエ侯爵へと視線を向けた。まるで路傍の石でも見るかのような、何の感情もこもっていない眼差しだった。
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-08-27
Baca selengkapnya
05:逃避行
 謁見の間を後にしてからのマリアンヌの記憶は、どこか夢の中のように朧げだった。 ヘンリーはマリアンヌの身体が誰にも触れられぬよう、まるで壊れ物を抱きかかえるようにして神殿を抜けて、予め手配していた隣国の紋章を掲げた豪奢な馬車へと優しく導いた。 重厚な扉が閉められ、車輪がゆっくりと石畳の上を転がり始めた瞬間、マリアンヌは自分がもう二度とこの国に戻ることはないのだと漠然と悟った。「さあ、行こう、マリアンヌ。君を傷つけた全てのものから、離れるんだ」 馬車の窓から流れていく故国の風景は、彼女の心を映したかのように重く、色褪せていた。空は常に薄曇りで、畑の作物もどこか元気がなく見える。 道端で王家の紋章とは違う馬車をいぶかしげに見る民の顔には、長年の困窮と抑圧からくる諦めの色が濃く浮かんでいた。この国は、聖女である彼女自身の生命力と共に、ゆっくりと活力を失っていたのだ。 灰色に染まった風景を見て、マリアンヌは知らず、体を震わせた。「寒いかい? 毛布を」 隣に座るヘンリーが、肩にそっと柔らかな毛布をかけてくれる。 マリアンヌの過去について、深く尋ねることはしない。物静かな態度のままに、傍らに寄り添っていてくれる。「喉が乾いただろう。果実水を飲んで」「いえ、私は」「遠慮の必要はない。君の助けになりたいんだ」 ヘンリーの優しさは、献身的だった。マリアンヌの心は戸惑いで揺れる。感謝と、見知らぬ男性にここまでされることへの言いようのない不安。感情が麻痺した心では、そのどちらも上手く整理することができなかった。 旅が始まって数日後、馬車は二国を隔てる国境の古い石門にたどり着いた。 何の変哲もない、ただの石造りのアーチ。だが、馬車がその下をくぐり抜けた瞬間、マリアンヌは息を呑んだ。それまで身体にまとわりついていた重苦しい空気が、嘘のように霧散したのだ。分厚い雲の切れ間から強い陽光が差し込み、ヘンリーの国の生き生きとした広大な森を照らし出す。 そして、マリアンヌの目にだけ、その奇跡は映った。 陽光の中を、無数の小さな光の粒がきらきらと舞い始めたの
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-08-28
Baca selengkapnya
06:初めての安息と
 ヘンリーに導かれ足を踏み入れた離宮は、陽光に満ち、花の香りが風に乗って運ばれてくる、夢のように穏やかな場所だった。故国の、天に聳える威圧的な神殿とはまるで違う。豪奢だが、住まう者のための温かみが感じられる調度品。そして何より、侍女たちの眼差しが違っていた。「マリアンヌ様、長旅でお疲れでございましょう。お部屋へご案内いたします」 侍女たちは「聖女様」とは呼ばなかった。畏怖でもなく、憐憫でもない。ただ心からの敬意と優しさで、一人の貴婦人として接してくれた。 通された部屋は、陽光がレースのカーテンを透かして柔らかく降り注ぐ、居心地の良い空間だった。隣の浴室に用意された湯船には花びらが浮かべられている。身に着けるよう渡されたドレスは、儀式用の重たいものではなく、ふわりと肌を撫でる絹でできている。 マリアンヌは生まれて初めて、誰かに「大切にされている」という感覚を味わっていた。(ここは、牢獄じゃない……) 窓辺に立ち、色とりどりの花が咲き乱れる庭園を眺める。常に全身を縛り付けていた鉛のような重圧が、少しずつ溶けていくのを感じる。張り詰めていた心の糸がぷつりと切れて、大きく深呼吸をした。花と緑の良い香りが胸を満たした。 その日から、穏やかな時間が流れ始めた。 ヘンリーは多忙な公務の合間を縫って、毎日必ずこの離宮を訪れた。その手にはいつも、彼女を喜ばせるための贈り物が抱えられている。美しい髪飾りやアクセサリー、異国の甘い菓子、退屈しないようにと選ばれた物語の本。「君の笑顔を見ることが、僕の一番の喜びだからね」 そう言って微笑む彼は、侍女任せにせず、自らマリアンヌの世話を焼こうとした。 その日の午後も、ヘンリーはマリアンヌの部屋を訪れていた。彼は手にした柘植(つげ)の木の櫛で、慈しむようにゆっくりと梳かしている。 マリアンヌの銀の髪は、ここしばらくの生活で輝きを取り戻しつつあった。月光を集めたかのような波打つ銀の髪は、高価な櫛でするすると梳かされていく。ヘンリーの指使いはどこまでも優しく、マリアンヌは心地よさにそっと目を閉じた。 ふと彼の動きが止まる。不思議
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-08-29
Baca selengkapnya
07:不思議な白猫
「ようやく会えたわね、アリアの末裔。あたしはルナ。初代聖女アリアの、ただ一人の友人よ」 時が、止まった。 マリアンヌは白猫を見つめたまま、凍りついたように動けない。愛らしい猫から発せられた言葉が、脳に届くことを拒絶している。 庭園は陽光に満ち、噴水は穏やかな水音を立て続けている。何も変わらない、平和な昼下がり。その中で目の前の出来事だけが、夢の中のようにふわふわとして非現実的だった。(猫が、喋った?) 疲労が見せた幻聴だ、とマリアンヌは思った。きっとそうだ。あれほどの絶望と緊張から解放されたのだから、心が悲鳴を上げていてもおかしくはない。あるいは、誰かが近くに隠れて、悪趣味ないたずらをしているのか。腹話術とか? マリアンヌは必死に考えて、警戒しながらゆっくりと周囲を見回した。しかし手入れの行き届いた庭園に身を隠せる場所はなく、そこにいるのは自分と、噴水の縁の上で何事もなかったかのように香箱座りをしている白猫だけだった。 マリアンヌの疑いを見透かしたように、ルナと名乗った猫はふわりと尻尾を振った。呆れたような口調で言う。「幻聴なんかじゃないわよ。まったく、呑気なんだから。あんた、自分の力の源がどこにあるか、本当に分かってる?」 その問いかけに、マリアンヌは息を呑んだ。「……どういう、意味ですか?」「言葉の通りよ」 信じられずにいるマリアンヌに、ルナは決定的な事実を突きつける。「あんたのその聖女の力は、ガルニエ侯爵家のものじゃない。あんたのお母様が受け継いだ、あの傍系の伯爵家こそが、初代聖女アリアの血を引く本当の家系。……そうでしょ?」 その言葉は、マリアンヌの心を貫いた。 それは侯爵家の中でもごく一部の人間しか知らない、固く封じられた真実だった。だからこそ父は傍流の伯爵家から母を娶り、だからこそアニエスは自分を「傍流の血」と蔑んでいたのだ。聖女の力という「資産」を侯爵家に取り込みながら、その出自を見下す。その歪んだ構図のすべてを、この小さな猫は理解している。 幻でもいたずらで
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-08-30
Baca selengkapnya
08:甘やかな日々
 リーンハルト王国の離宮で迎える朝は、いつも柔らかな陽光と小鳥のさえずりで始まった。 生まれ育ったダナハイム王国の、あの冷たく荘厳な神殿で迎えていた夜明けとは何もかもが違う。硬い石の床ではなくふかふかの寝台、祈りの義務ではなく侍女が運んでくる温かい朝食。マリアンヌは、自分が「聖女」という役割ではなく、一人の人間として扱われていることに、まだ慣れない心地よさを感じていた。 昼下がり、公務を終えたヘンリーが離宮を訪れるのが、日課となりつつあった。 その日、彼が手にしていたのは美しい装飾の施された小箱だった。開くと、可憐な旋律が部屋に流れ出す。オルゴールだ。「君の国の音楽とは少し違うかもしれないが、気に入ってくれると嬉しい」「何から何まで、ありがとうございます」 ヘンリーが微笑む。 マリアンヌが頭を下げると、いつの間にか足元で丸くなっていた白猫――ルナが、音楽に気づいたようにぴくりと耳を動かした。 猫を見つけて、ヘンリーの表情が微かに曇る。「マリアンヌ。その猫はどこの野良猫だ。侍女に言って、外へつまみ出しなさい」 彼の声は穏やかだったが、猫に向ける眼差しは冷たい。侍女が困ったように一歩前に出たのを見て、マリアンヌは慌ててルナを抱き上げた。「お待ちください、ヘンリー様。この子は……その、私にとって、心の慰めなのです。どうか、このままここにいさせてはいただけませんか?」 必死に訴えるマリアンヌに、ヘンリーは抗えない。深くため息をつくと、不承不承といった体で頷いた。「……君がそう言うのなら」 マリアンヌはほっとして、腕の中のルナの毛並みを優しく撫でる。ルナの毛は柔らかく艷やかで、触っていると気持ちが良い。 その様子を、ヘンリーがどこか羨望の入り混じった、複雑な表情で見つめていた。ルナはちょっと目を開けると、いかにも呆れた様子であくびをした。   ヘンリーの優しさは、マリアンヌの心を確かに癒していた。けれど夜になり一人に
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-08-31
Baca selengkapnya
09:初めての町
 離宮で迎えた、何度目かの朝。 侍女たちはマリアンヌのために、聖女の装束ではない、柔らかな若草色のドレスを用意してくれた。歩きやすくそれでいて優雅さを失わない、彼女が初めて身に着ける種類のものだった。 鏡に映るマリアンヌはまだどこか頼りなく、見慣れない。胸には未知の世界への期待と、小さな不安が入り混じっていた。「たまには外の空気を吸うのも悪くないわね。退屈しのぎに付き合ってあげるわ」 準備を終えたマリアンヌの肩に、ルナが軽やかに飛び乗る。ルナの体重は軽くて、負担にならない。かえって少しの重みが、不思議と心を落ち着かせてくれた。 ヘンリーが迎えに来た時、彼はマリアンヌの姿を見て、心から嬉しそうに目を細めた。 肩の上のルナを認めて一瞬だけ眉を寄せるが、すぐに笑顔に戻る。「とても、きれいだ」 まっすぐな称賛に、マリアンヌは頬を染める。彼が優雅に差し出した腕を、おそるおそる取った。 リーンハルト王国の城下町は、活気と色彩にあふれていた。 商人たちの威勢のいい声、子供たちの屈託のない笑い声、焼きたてのパンの香ばしい匂い、露店に並ぶ色とりどりの果物や布地。五感に飛び込んでくる情報の全てが、神殿の静寂しか知らなかったマリアンヌにとって新鮮で、胸が高鳴るほど刺激に満ちていた。「大丈夫、僕がそばにいる」 人の多さに少しおびえるマリアンヌの手を、ヘンリーは優しく引いて庇ってくれる。 彼は屋台で一つ、蜜で煮詰めた林檎の菓子を買い、マリアンヌに手渡した。恐る恐る口にして、甘さに驚いて目を丸くするのを見て、ヘンリーは本当に幸せそうに微笑んだ。 マリアンヌは思う。ただ菓子を食べるというだけの行為が、これほどまでに心を温かくするなんて、知らなかった。 市場を抜け、少し開けた噴水のある広場を歩いている時だった。 一人の身なりの良い青年貴族が、マリアンヌの類い稀な美しさに息を呑み、思わずといった様子で彼女の前に進み出た。「失礼、ご婦人。あまりの美しさに、思わずお声を……。まるで月の光を集めたようなお方だ」 その言葉に悪意は感じられなかった。純粋な称賛と憧れと、少しばかりの恋心が見える。 だが、その瞬間。 ヘンリーの柔和な雰囲気が完全に消え失せた。笑みは凍りつき、普段は理知的な輝きを宿す緑の瞳が、底冷えのする冷たい光を放つ。 彼は何気なさを装って、マリアンヌ
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-09-01
Baca selengkapnya
10:海辺の誓い
 リーンハルト王国の海岸線に建つ白亜の離宮は、風と光、そして潮騒に満ちていた。 初めて見る、どこまでも広がる紺碧の海と白い砂浜に、マリアンヌは言葉を失う。絶え間なく寄せては返す波の音、潮の香り、肌を撫でる海風。神殿と王都という閉ざされた世界しか知らなかった彼女にとって、世界の広大さを目の当たりにする圧倒的な光景だった。 ルナも海に興味津々だ。浜辺に降りると、恐る恐る波に前足をつけて、慌てて後ずさりしている。普段とは違う無邪気な姿に、マリアンヌは思わず笑みをこぼした。 マリアンヌは靴を脱ぎ、生まれて初めて裸足で砂浜を歩く。柔らかな砂の感触、足首を洗う冷たい波の心地よさに、心が解き放たれていくようだった。 広大な海を前にしていると、ダナハイム王国で受けた苦しみや屈辱が、まるでちっぽけなことのように感じられる。(私は、この美しい檻の中でただ愛されるだけの鳥でいたくはない) ヘンリーが与えてくれる安らぎと、その裏にある息苦しいほどの独占欲。そのすべてを受け入れた上で、自分はどうありたいのか。その答えが、波の音とともに、確かな意志となって心に満ちてきた。 空と海が茜色に染まる夕暮れ時。 砂浜に座るマリアンヌの隣に、ヘンリーが静かに腰を下ろした。彼女の穏やかな横顔は、ヘンリーの心を揺さぶっていく。 少し迷った後、そっと彼女の手を取った。「海がどれほど広くとも、君への僕の想いはそれよりも深い。何があっても、誰が敵になろうとも、僕が必ず君を守り抜く。この命に懸けて」 熱のこもった瞳で、力強く誓う。情熱的な言葉を聞き終えたルナが、近くの岩の上でわざとらしく大きなあくびを一つした。 真摯な言葉、握った手の体温。ヘンリーの愛情が伝わってくる。 リーンハルト王国にやって来てから、マリアンヌは少しずつ力を取り戻していた。聖女の力という意味だけではない。今まですり減らしていた心と、生きるための意思である。 マリアンヌはヘンリーをまっすぐに見つめた。「ヘンリー様……そのお言葉、心から嬉しく思います。ですが私は、ただ守られるだけの存在ではいたくありませ
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-09-02
Baca selengkapnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status