Semua Bab Cinta Yang Salah: Bab 11 - Bab 20
126 Bab
Kamar Hotel
Aku dan Mas Arkan keluar dari kamar tersebut, kamar pribadi Mas Arkan, jika ia beristirahat. Dan untuk melepas kerinduan kami, yang tak pernah padam. "Intan, kamu duluan keluarnya, ya! Tunggu Mas di depan, kita berangkatnya jangan barengan, takut ada yang curiga," ucap Mas Arkan begitu lembut, jemarinya menyusur keningku lalu menyelipkan anak rambut ke balik telinga. Aku mengangguk mengerti. "Baik Mas, aku tunggu di depan minimarket, samping kantor!" balasku seraya melepas tangannya perlahan, dari pinggangku. "Iya sayang." Aku dan Mas Arkan tak segan lagi, kami saling memanggil sayang, ini memang salah dan akan menyakiti hati banyak orang, tapi hubungan ini benar-benar membuatku bahagia, dan aku puas lahir batin. Aku berderap menuju pintu keluar ruanga
Baca selengkapnya
Menanam Benih
Sebelum Mas Arkan datang aku melepas handuk penutup tubuh, lalu mengenakan kimono putih yang sudah disediakan oleh pihak hotel. Pintu kamar mandi terbuka, Mas Arkan keluar mengenakan handuk putih di pinggang, dan berjalan menuju aku, yang masih duduk di tepian ranjang mengamati dia. "Kenapa sayang, kamu menatap Mas seperti itu?" tanya Mas Arkan, seraya menaikan alisnya. Aku yang merasa canggung mengalihkan pandangan ke arah hidangan yang tersaji di meja. "Gak, aku cuma." Aku bingung harus berkata apa, bahwa aku sangat mengagumi kakak iparku, selalu terbayang di benakku kala ia memperlakukan aku dengan serangannya yang kasar. Tapi, itu sangat luar biasa, dan membuatku puas. "Lagi, gak?" tanyanya sambil mencondongkan tubuhnya ke arahku, dengan menumpu satu tangannya di
Baca selengkapnya
Video call
Dengan perasaan ragu dan jemari pun masih mengambang di atas layar ponsel. Panggilan Video call dari Mas Anton aku alihkan ke panggilan suara, seperti yang diperintahkan oleh Mas Arkan.  Aku menempelkan ponsel di telinga, dengan perasaan yang tak karuan, lalu duduk di tepian ranjang, menjuntai kaki mencari ketenangan, kuraih selimut yang ada di ujung tempat tidur, untuk menutupi tubuh yang masih polos dan tanpa penutup sama sekali. Sementara Mas Arkan langsung beranjak ke kamar mandi, sebelum panggilan teleponku terhubung. "Halo Mas," ucapku pelan, meski gugup dan gusar namun aku harus tetap tenang. "Halo Sayang, kok panggilan Mas di alihkan sih, emang kenapa? Padahal Mas kangen loh, pengen memandang wajah kamu!" ucap Mas Anton. Aku menggigit jari telunjuk, seraya berpikir untuk mencari alas
Baca selengkapnya
Andai Bisa Memilikimu
    "Nah, gitu dong tersenyum. Mas bahagia melihat kamu tersenyum kembali," ujarnya, seraya mengacak rambutku  pelan, kutatap wajah tampannya yang tak lepas dari senyuman, terpancar jelas kebahagiaan dari raut wajah Mas Arkan. Selama ini aku belum pernah melihat wajahnya seceria sekarang, aku pun sama merasa bahagia bisa melewati waktu bersama dia. Cinta terlarang ini sungguh membawa kenikmatan dan kebahagiaan yang tak pernah kurasakan bahkan tak pernah kubayangkan sebelumnya. "Sayang, andaikan Mas bisa menghentikan waktu. Mas ingin kita di sini selamanya, memadu kasih tanpa ada yang mengganggu." Mas Arkan menaikan satu kakinya dan melipatnya di sisi tubuhku. Kemudian ia memelukku dengan erat dari belakang. "Iya, Mas, aku pun sama denganmu," ja
Baca selengkapnya
Malam Pengantin
"Mas," panggilku seraya mengguncang bahunya pelan, kulihat ponsel miliknya yang ada di atas nakas bergetar, mungkin dari kak Novi. Aku bangkit dan mencondongkan tubuh melintasi Mas Arkan, tanganku menggapai benda pipih tersebut yang tak berhenti bunyi. "Benar, dari kak Novi. Untuk apa dia nelpon lagi? Ganggu aja! Bukannya dia sudah mengabari Mas Arkan, dia gak bisa pulang sekarang," gerutuku. Kemudian membuka laci dan kumasukkan benda itu ke dalam. Agar tak mengganggu tidur Mas Arkan, yang terlihat begitu lelah kehabisan tenaga, setelah menghabiskan waktu beberapa jam bersamaku, memuaskan aku hingga terkapar. "Mas, andaikan saja kita ini suami istri, takkan pernah ada rasa bersalah di hati ini, karena telah melakukan dosa besar, pada pasangan kita," ucapku sambil berbaring menghadapnya satu tangan dilipat di bawa
Baca selengkapnya
Benalu
Ku tarik nafas lalu memilin bibir seraya menundukkan wajah, lalu memejamkan mata, enggan rasanya untuk mengungkapkan semuanya pada Mas Arkan tentang masa laluku. "Kenapa?" Mas Arkan merangkul pundakku, sambil menatapku dalam. Aku hanya menggeleng, "Ya sudah, kalau kamu gak mau cerita, Mas gak akan tanya, dan juga gak akan maksa!" lanjut Mas Arkan mengusap rambutku lembut. "Iya," jawabku dengan suara rendah, bukannya aku tak ingin menceritakan kehidupanku dahulu, tapi, Mas Arkan juga sedikit tahu tentang sikap Mama Sofia terhadapku.  Apalagi jika ada Mas Arkan, di antara kami, Mama selalu ingin menunjukkan ketidaksukaannya kepadaku di depan semua orang, bahkan memojokkan aku. Entah kenapa sebabnya, aku pun tak tahu. Masih ingat dulu, sewaktu Kak Novi baru resmi m
Baca selengkapnya
Parasit
Berbeda dengan kak Novi, yang terus saja berada di dalam kamar, bersolek diri untuk calon suaminya. Malam Minggu di rumahku katanya ada acara makan malam dengan keluarga rekan bisnis papa dan akan mempertemukan kak Novi dengan seorang pria, bernama Arkan. Malamnya aku sudah siap untuk pergi bersama teman-teman, tak ingin ikut campur dalam acara keluarga, perjodohan kak Novi. Yang nantinya akan memicu masalah karena kehadiranku. Aku lebih memilih pergi ke acara party ulang tahun sahabatku Kania, dan akan dijemput oleh Diandra. Aku sudah berpakaian rapi dengan mini dress warna putih, rambutku yang panjang dan agak sedikit pirang, kubiarkan terurai hanya jepitan rambut warna silver kusematkan. Aku berdiri di depan cermin menatap pantulan wajahku yang memang cantik dari
Baca selengkapnya
Ingatan Masa Lalu
"Maafkan aku kak, aku sudah mengkhianatimu. Berselingkuh dengan suamimu, tapi, sungguh aku mencintai dia. Seumur hidupku, baru kali ini merasakan kebahagiaan yang belum pernah aku rasakan," ucapku seraya menyeka air mata. Aku masih berbaring di tempat tidur, kamar hotel, menunggu Mas Arkan yang sedang membersihkan badannya. Jika bukan karena kak Novi, entah bagaimana dengan diriku. Ingatan itu membuat luka lama yang membekas, kembali terasa perih. Sedari kecil aku selalu dibedakan dengan kak Novi oleh semua orang di keluarga Bramantyo. Pernah di suatu pagi saat semua anggota keluarga sudah berkumpul di meja makan dan hendak memulai acara sarapan pagi. "Sayang, makan yang banyak ya!" ucap Mama Sofia, seraya menyendok nasi beserta lauk pauk ke piring kak Novi, lalu Mama menyodorkannya ke hadapan kak Novi, diiringi
Baca selengkapnya
Tak Adil
Kak Novi menghabiskan makannya, dia dipuji dan disanjung oleh Nenek, Tante Om juga Mama dengan senyuman bahagia dari bibir mereka yang merekah. "Anak pintar," ucap Nenek memuji kak Novi sambil menatapnya penuh cinta.  Sedangkan aku yang makan sendiri dan tak pernah di layani apalagi di suapi, aku mengambil nasi dan lauk pauk sendiri, makan sendiri tak pernah ada yang menyuapi, aku menghabiskan makanan banyak, di bilangnya.  "DASAR. ANAK RAKUS!"  Tak ada yang melirikku di tengah keluarga itu. Ditambah Papa sering pergi keluar kota untuk urusan pekerjaannya, aku merasa sendiri dan kesepian, hanya suster yang selalu menemaniku, terkadang Kak Novi menghibur kesedihanku, mencuri waktu dari pantauan Mama. Mama t
Baca selengkapnya
Aku Milikmu
  "Mah, tolong berikan kado istimewa untuk Intan, Papa yang akan membelikannya, Mama hanya perantara agar Intan tak merasa dibedakan!" mohon Papa dengan suara lirih. "Ouh ... itu tidak mungkin terjadi, daripada kamu memberikan kado istimewa untuk anakmu itu, lebih baik uangnya dipakai untukku ke salon!" cibir Mama. "Mah, Papa ingin, Mama bersikap manis, sedikit saja! sebagai kado ulang tahun Intan, yang ke tujuh belas! Jika Mama tidak sudi menyampaikan kado dari papa!" "Aku gak mau, menuruti permintaan gila Papa! aku gak sudi menyayangi Intan, dan aku tak mau menerima dia, sampai kapan pun!" Pintu pun terbuka tanpa aku sadari, Papa berdiri di belakangku. "Intan, kamu ...," panggil Papa dengan nada panik.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
13
DMCA.com Protection Status