All Chapters of Setelah Bapak Tiada: Chapter 11 - Chapter 20
100 Chapters
Episode 11
~••°••~Tidak butuh waktu lama untuk tersebarnya berita tentang penarikan kembali sawah oleh Etek Yarni. Warga silih berganti datang bertamu ke rumah. Ada yang betul-betul peduli dan mengecam sikap Etek Yarni, ada yang hanya ingin tahu dan mengompor-ngompori. Emak menjawab semua pertanyaan dengan kalimat senada."Pada dasarnya, sawah itu memang bukan hak milik kami. Hanya hibah dari mertua untuk menantu dan cucunya. Benar juga kata Yarni, aku bisa kewalahan sendirian. Apalagi Rindu akan kuliah di Padang." Demikian jawaban Emak.Etek Yarni seakan menutup mata dan telinga. Santer pembicaraan terdengar tentangnya. Serakah, rakus, tamak, medit, dengki, semua cap buruk berhamburan keluar. Tetapi, dia santai dan seolah-olah tidak peduli.Sore itu Kak Kasih datang tergesa-gesa. Kabar tentang datangnya Etek Yarni kemarin siang baru sampai ke telinganya. Pias wajah Kak Kasih menghampiri aku dan Emak yang sedang mengurat bawang."Assalamualaikum.""Walaikumsalam," jawab kami serempak."Mak, Kas
Read more
Episode 12
~••°••~"Barangkali ini hanya ketakutan saya, Bu Ros. Andai, maaf kalau perandai-andaian saya ini sedikit melompat pagar ... andai Yarni menggadai atau bahkan menjual sawah tersebut untuk membayar hutang ke saya ....""Rindu tidak akan biarkan, Bu. Dengan alasan apa pun. Kalau Etek Yarni menggarapnya kemudian hasil panen digunakan untuk mencicil hutang, sekalipun kami tidak dibagi barang sesukat pun, Insya Allah Rindu rida lillahi ta'ala. Tetapi, kalau dia menggadai atau menjual, Rindu dan Kak Kasih yang maju paling depan.""Itu makanya Ibu ke sini, Rindu.""Akad jual beli sawah itu juga butuh saksi, bukan? Harus ada persetujuan juga dari Emak, Rindu dan Kak Kasih yang selama ini tercatat sebagai pemilik di surat sawah.""Surat sawah?" ulang Bu Upik."Sebelum Nenek meninggal, beliau sudah antisipasi dengan menulis surat dengan tulis tangan. Isinya menyebutkan bahwa sawah yang menjadi bagian masing-masing adalah ini, ini, ini. Sebenarnya kalau mau menolak permintaan Etek Yarni, Rindu b
Read more
Episode 13
~••°••~Di luar hujan begitu deras. Aku hampir tergelincir tadi ketika hendak berwudhu. Beruntung Emak menyambar lenganku cepat. Tidak jadi terjerembab ke tanah.Hingga Subuh usai, angin masih terdengar begitu keras. Atap dapur dibawa terbang entah berapa helai. Pasti sangat becek di dapur sekarang. Di depan rumah, genangan air mulai meninggi. Bandar di pinggir jalan sudah lama tidak dikeruk, alhasil air dari jalanan yang menurun berbelok ke halaman rumah kami.Rasa ngeri menyergapku. Teringat pohon jengkol yang lumayan tinggi di belakang rumah. Kalau angin tak kunjung berhenti, aku takut dahannya patah menimpa rumah. Atau kemungkinan lebih buruk lain, pohonnya tumbang.Dulu sekali, aku ingat betul kejadiannya. Setelah menerima rapor kenaikan kelas 3. Masih suasana hari libur, tiba-tiba hujan badai begitu kuat. Aku dan Kak Kasih asyik membakar jagung di dapur. Bapak berkali-kali meminta untuk segera masuk rumah. Menyuruh kami meninggalkan dulu jagung-jagung itu. Tetapi, kami bandel. T
Read more
Episode 14
"Hah, cuma ini, Mintuo?" seru Uda Revan sembari menyingkap tudung saji. Emak hanya menghela napas berat.Cuma ini, katanya. Hidangan sederhana itu dibuat dengan perjuangan oleh Emak. Butuh seharian kami mengurat bawang untuk dapat uang. Sekadar beli tempe dan ikan asin. Lalu, dengan remehnya dia berkata 'cuma ini.' Rasanya ingin kugampar pangkal telinga manusia satu ini."Uda, kalau mau Rindu kasih masukan, ubahlah perangai tak baik itu. Ada pepatah bukan, dahulukan adab dari pada ilmu. Se-brilian apa juga otak, tanpa etika itu sama dengan nol.""Maksudnya?" Uda Revan menghentikan suapan."Uda dengan entengnya bilang 'cuma ini, Mintuo?' tanpa peduli seperti apa usaha Mintuo Uda untuk bisa menghidangkan masakan sederhana ini di atas meja.""Ikhlas nggak ini Uda makan nasinya?""Bukan soal ikhlas atau tidak, Da. Apalah arti nasi sepiring dengan lauk buruk-buruk seperti itu. Rindu cuma minta Uda bisa menghargai lagi.""Rindu, sudah!" tegur Emak. "Biarkan Uda-mu makan dulu."Uda Revan men
Read more
Episode 15
~••°••~Ada perasaan deg-degan membuka tas pemberian Pak Huspri. Keterkejutan itu bertambah tatkala isinya aku keluarkan. Sepotong celana bahan seperti celana orang kantoran, blouse bermotif sakura berwarna Lilac, dan selembar pashmina plisket warna senada. Modelan anak zaman sekarang, yang sempat aku impikan."Mak, bagus-bagus semua, pasti mahal harganya!" seru Kak Kasih."Baru beberapa hari lalu Rindu pernah cerita kan, Mak ... ingin beli baju begini sama pashmina juga. Eh, tahu-tahu ada yang kasih hadiah. Alhamdulillah." Aku terharu sangat terlalu.Emak meraih tas dari bahan kertas tersebut, "Tasnya buat Emak ya, Rin. Bagus buat bawa mukena kalau mau salat ke masjid.""Eh, ada surat, Rin!" seru Emak, menyerahkan secarik kertas padaku.Surat kecil dengan tulisan tangan. Tulisannya rapi dan cantik. Aku mengeraskan suara membacanya, agar terdengar juga oleh Kak Kasih dan Emak.____________Dear Rindu,Salam kenal dari Ibu, ya. Kamu boleh panggil Ibu dengan sebutan Ibu Listi. Selamat a
Read more
Episode 16
~••°••~"Rind, Emak lihat Febi pulang. Siapa tahu kamu bisa ke Padang sama dia." Emak yang baru pulang belanja dari kedai Koh Agung langsung merangsek ke kamarku."Agak tipis harapan dia akan mau, Mak." Aku meragukan Febi akan mau bersamaku."Kita coba dulu, Rin. Tetap ada rasa was-was kalau kamu sendirian berangkatnya. Padang itu jauh, Rin.""Insya Allah Rindu bisa, Mak.""Nggak ada salahnya coba kan, Rin. Toh Febi itu anak Mamakmu juga. Sepupu kamu itu, Rin!" desak Emak.Febi memang sepupuku. Tetapi sejak kami kecil Mintuo Yeni sudah memisahkan jarak antara kami. Sehingga Febi tidak pernah suka denganku, sama seperti Mintuo Yeni yang tidak menyukai Emak. Dia seolah-olah didoktrin oleh ibunya untuk membenci kami.Jika kondisinya tidak mendesak, mustahil Febi akan menyapaku. Kecuali dia butuh dampingan untuk menyelesaikan tugas sekolah. Padahal, dia setahun lebih dahulu dariku. Di sekolah, mana pernah kami bertegur sapa. Sekalipun ada hubungan keluarga, lebih seperti orang asing yang
Read more
Episode 17
~••°••~Selesai Subuh, semuanya sudah kemas. Tinggal aku berganti pakaian, lalu sarapan. Ojek untuk mengantar ke PO bus juga sudah dipesan semalam. Bang Heru namanya, tukang ojek pangkalan. Rumahnya tidak jauh dari rumahku. Semalam Emak ke sana, memesankan agar besok pukul tujuh mengojek ke Koto Baru.Emak memasakkan nasi goreng kampung dan telur mata sapi. Segelas teh panas juga sudah tersedia di atas meja. Emak masih mondar-mandir, lebih tepatnya menyibukkan diri saja. Ada yang Emak sembunyikan di wajahnya."Mak, kenapa menangis?" tanyaku sambil memakan nasi goreng buatan Emak."Entahlah, Rindu. Tiba-tiba saja air mata Mak tak bisa ditahan.""Rindu akan baik-baik saja, Mak.""Iya, Emak percaya itu.""Nanti bagaimananya, Rindu akan telepon Kak Kasih. Semalam juga Rindu SMS dia, kalau seandainya Rindu tidak bisa pulang biar Aldo temani Emak di sini."Bang Heru sudah datang. Emak memberikan sejumlah uang untukku, yang entah beliau dapatkan dari mana. Beberapa lembar uang seratus ribuan
Read more
Episode 18
~••°••~Selama ini, mungkin aku orang yang terlalu penakut. Aku berpikir berlebihan terhadap sesuatu hal. Terpenjara dalam kecemasan yang terlalu. Entah mungkin karena kurang gaul, jarang keluar daerah pergi bermain seperti kawan-kawan sekolah. Hal itu menjadikan mental kerupuk yang tertanam dalam diri. Membuat pribadi menjadi pemalu dan cenderung ragu-ragu untuk memulai.Seperti aku yang berpikir berlebihan tentang Padang. Beranggapan akan tersesat, hilang, tidak tahu jalan pulang. Tetapi, Kak Raihan dan Kak Fitra membuka mataku lebar-lebar. Padang tidak semenakutkan itu. Tidak ubahnya seperti kota Solok. Hanya dia lebih luas, lebih ramai, jalannya juga banyak persimpangan. Itu saja perbedaannya. Orangnya? Ya tetap sama seperti orang pada umumnya.Begitu pula untuk urusan di bagian kemahasiswaan. Aku terjebak dalam ketakutan besar. Takut bertemu mahasiswa atau mahasiswi di sini. Takut bertemu dengan petugas kemahasiswaan. Aku hanya anak kampung yang lugu dan katrok. Sementara orang l
Read more
Episode 19
~••°••~Selasa sudah berjalan setengah hari. Kak Fitra yang mengambil libur kerja dua hari demi aku, kini mengantarkan kembali ke By Pass. Di sinilah bus memuat penumpang sebelum bertolak ke Solok. Aku pulang dengan armada bernama Jasa Malindo lagi."Ingat yang kemarin ya, Rindu. Cukup ketahui saja, jangan gembar-gembor ke sana-sini soal Febi, bisa ya!" Kak Fitra mengingatkan.Di waktu bersamaan Kak Raihan datang. Ia membawa sekantong besar bengkuang sebagai oleh-oleh. Malu-malu aku menerimanya."Titip untuk Emak dan Kak Kasih ya, Rindu. Kapan-kapan kalau Fitra senggang, Kakak mau dong main ke Solok," ujarnya."Banyak banget, Kak. Masya Allah! Alhamdulillah, terima kasih banyak oleh-olehnya. Boleh banget dong, Kak. Rindu tungguin ya, pintu rumah terbuka lebar untuk Kak Raihan juga Kak Fitra."Hingga akhirnya kernek menyuruh segera masuk. Mobil akan bergerak menuju Solok. Aku pamit pada keduanya. Terbersit doa sebelum aku melangkah naik ke bus, Semoga orang-orang baik ini panjang umurn
Read more
Episode 20
~••°••~"Jangan semua, Bang. Cukup satu!""Semua aja, Rindu. Hitung-hitung sebagai ucapan terima kasih seperti kata Bang Wahyu. Kalau enggak ada kamu, entah bagaimana ibu kami sekarang."Lidah terasa tergigit, sampai tidak tahu mau bicara apa lagi. Memang bukan aku yang membayar, tapi nominalnya itu ....Setelah turun ke bawah, Bang Farid membeli buah-buahan juga. Baru menuju tempat parkir. Tanpa banyak komentar, aku naik dan duduk diam sampai mobil berjalan."Kuliah di mana?" Bang Farid mulai bicara."Di UNAND, Bang.""Wow, keren dong. UNAND itu kampus elite loh.""Iya, Bang. Tapi saya kuliahnya mengandalkan beasiswa. Kami orang biasa-biasa aja. Kalau pakai biaya mandiri, nggak akan tercapai. Boro-boro masuk UNAND, kuliah di sini aja kayaknya mustahil.""Jangan merendah begitulah. Boleh saja tidak kaya harta, asal kaya hati."Hening di antara kami, baru saja terlewati Masjid Agung Al-Muhsinin Kota Solok. Kemudian berhenti sejenak menunggu traffic light berubah hijau di Simpang Rumbio
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status