Lahat ng Kabanata ng Hasrat Liar Suami Wasiatku: Kabanata 121 - Kabanata 130

"Darren memang keren! Kau lihat sendiri dia memang keren kan, Karina?" Winny dan Karina juga menonton konferensi pers itu di TV. Mereka melihat jelas bagaimana Darren menyelesaikan masalah dengan cara yang keren. "Dia selalu tahu apa yang harus dilakukan dan mengeksekusinya dengan sempurna. Oh, aku tidak pernah salah mencintai pria dan aku tidak menyesal melakukan semuanya demi dia," seru Winny lagi sambil menatap Darren di TV dengan tatapan penuh kekaguman. Karina mengangguk. "Ya, aku tahu dia memang keren, tapi mendadak aku bergidik, Winny. Kau tahu sendiri kalau kau menyimpan banyak kebohongan, bagaimana kalau Darren tahu tentang itu? Bagaimana kalau Darren tahu keterlibatan kita dalam hal ini?" "Sstt! Sstt! Kau bisa kan bicara pelan-pelan saja, hah? Kau mau semua orang mendengarnya? Atau satu Bik Erna yang mendengarnya saja, tamat riwayat kita!" "Tentu saja aku tidak mau ada yang mendengarnya, tapi sekarang kita sama sekali belum bisa lega, Winny. Aku tahu kita lega karena ma

"Aku tidak tenang, Karina! Aku benar-benar tidak tenang. Aku tidak bisa hanya diam menunggu di sini."Seolah mendengar namanya disebut, Winny sangat gelisah di rumahnya. Ia melangkah mondar-mandir di ruang tamu sambil menyisir rambutnya frustasi. "Tenang dulu, Winny!" "Aku tidak bisa tenang, Karina! Jantungku tidak mau santai. Perasaanku tidak enak. Sial!" "Lalu kau mau apa?" Winny terdiam sejenak, sebelum ia memutuskan. "Aku harus mencari wanita sialan itu ke kantor. Ayo!" Baru saja Winny menarik Karina bangkit dari sofa, tapi sebuah mobil sudah tiba di rumah. Jantung Winny makin memacu tidak karuan. Winny tidak tahu siapa yang datang, tapi perasaannya makin tidak enak. Untung saja, tidak lama kemudian, terdengar suara Diego dan Anna. "Cia! Winny!" seru Anna yang masuk ke rumah dengan wajah sumringahnya. Winny pun bernapas lega. "Ternyata Tante Anna!" "Kau pikir itu Darren?" "Entahlah, aku tidak bisa berpikir, Karina!" Ekspresi Winny begitu tegang, tapi saat melihat Anna,

Winny sudah merasa tidak enak sejak semuanya terbongkar. Winny merasa akan terjadi sesuatu pada dirinya yang entah apa. Dan ketakutannya benar-benar terbukti saat ini. Darren menatapnya begitu tajam dan mencengkeramnya begitu menyakitkan. Darren sangat marah sekarang dan Winny tidak tahu harus menjawab apa. Mengakui perbuatannya tidak mungkin, tapi mengelak juga tidak mungkin. Apa Claudia dan Karina sudah ketahuan? Bagaimana ini? Winny harus melakukan apa?Semua orang sendiri masih menatap Winny penuh tanya dan tidak ada yang bicara saking syoknya, sampai Darren kesal sendiri karena Winny tetap diam. "Mengapa kau diam? Kau tidak bisa menjawab? Kalau begitu nanti jawab saja di kantor polisi!" Darren menarik lengan Winny lagi, tapi suara pekikan langsung terdengar bersahut-sahutan. "Akhh!" pekik Winny. "Darren, tunggu dulu! Jangan begini pada Winny! Jelaskan apa yang sebenarnya terjadi!" seru Anna sambil memegangi tangan Darren. Darren langsung menoleh ke arah Anna. "Mama tahu me

Winny benar-benar serius ingin membawa Cia pergi dari sana dan ia pun melangkah pergi. Namun, lagi-lagi Darren menghentikannya. Darren juga berada di posisi yang sangat sulit. Sumpah demi apa pun, ia tidak menginginkan Winny. Ia tidak akan pernah membuang Laura hanya demi Cia, tidak akan pernah. Darren ingin memiliki keduanya bagaimanapun itu. Darren tidak akan membiarkan Winny membawa Cia pergi. "Sial! Anakku juga tidak akan ke mana-mana, Winny!" geram Darren. "Jangan lupa kalau Cia juga anakku, dia bukan hanya anakmu, Darren!" "Tapi aku berhak atas dia!" "Aku yang lebih berhak atas dia! Aku melahirkan dia dan membesarkan dia sendiri!" "Aku selalu mengirim nafkah untuknya dan menghabiskan waktu dengannya setiap kali aku ke Amerika! Sejak kau hamil, tidak pernah satu kali pun aku tidak menafkahi kalian!" "Apa kau pikir uangmu bisa membeli dia dariku? Ingat kalau yang punya uang bukan hanya kau saja, Darren! Aku juga punya uang! Tanpa kau, aku bisa menghidupi anakku sendiri! Ka

Semua orang kembali mematung sejenak mendengar ucapan suster. Darren syok. Untuk sesaat, ia blank. Bukankah seharusnya golongan darah Cia sama dengannya?"Suster, mungkin kau salah, Darren ini Papanya Cia, golongan darah mereka sama," seru Anna yang akhirnya bersuara duluan. "Itu benar, Suster! Golongan darahnya AB sama denganku, sedangkan Mamanya golongan darahnya A," tegas Darren juga. "Maaf, Pak. Golongan darah Anda memang AB, tapi golongan darah Cia O. Dan AB tidak bisa menjadi pendonor untuk O," sahut sang suster lagi. Tidak lama kemudian, suster lain keluar dengan terburu-buru. "Darahnya sudah dapat dari PMI, tolong tanda tangan persetujuan saja." "Baiklah, tolong tanda tangan, Pak," seru suster itu lagi. Jiwa Darren kembali melayang entah ke mana. Ia tidak tahu harus melakukan apa, tapi tangannya hanya mengikuti suster yang memintanya tanda tangan. Dan setelah semua suster masuk lagi ke dalam ruangan, suasana kembali hening. Darren berdiri mematung, sedangkan Diego dan A