All Chapters of Terpaksa Menikah dengan Bos Mafia Billionaire: Chapter 111 - Chapter 120

Ciuman kami berlanjut, lebih dalam, lebih jujur. Tidak terburu-buru, tapi penuh makna. Aku bisa merasakan ketakutannya pelan-pelan menghilang dalam pelukanku. Dan aku pun perlahan melepaskan semua keraguan yang selama ini mengekang hatiku.Kami duduk bersandar di ranjang besar itu, dalam diam yang tidak lagi menakutkan. Tangan kami masih saling menggenggam, seolah tak ingin terlepas.Di luar jendela, malam menyelimuti vila dengan kesunyian yang tenang. Tapi di dalam ruangan itu, aku dan dia—dua jiwa yang dulu saling menyakiti—akhirnya bertemu di titik yang sama: saling menerima.Tak ada janji manis. Tak ada kata “selamanya”.Tapi untuk malam ini, kami tahu… kami tidak lagi sendirian.Grayson menyelipkan helaian rambut dari wajahku, lalu mengecup dahiku. “Tidurlah, Eleanor. Aku akan ada di sini saat kau membuka mata nanti.”Dan aku percaya.Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama… aku percaya.**Pagi itu terasa berbe

Sinar matahari pagi menyusup perlahan dari sela-sela tirai, menerpa wajahku yang masih bersandar di dada Grayson. Suara detak jantungnya menjadi satu-satunya irama yang menenangkan setelah malam penuh emosi dan kejujuran yang tak pernah kuduga akan terjadi.Untuk pertama kalinya, aku terbangun bukan dalam rasa cemas atau ketakutan… tapi dalam kehangatan yang ganjil. Seolah ada sesuatu yang telah berubah di antara kami. Sesuatu yang tak bisa lagi diingkari.Aku mengangkat kepala pelan, menatap wajah Grayson yang masih tertidur. Di balik ekspresi dinginnya, aku menemukan sisi rapuh yang selama ini ia sembunyikan dari dunia. Bahkan dari dirinya sendiri.Aku menyentuh pipinya dengan lembut.Dan untuk pertama kalinya… dia tidak langsung terbangun dengan kewaspadaan. Ia hanya mengerutkan kening sedikit, lalu menarikku lebih erat ke pelukannya.Namun, ketenangan itu hanya berlangsung beberapa menit, sampai suara ketukan cepat di pintu membuy

Beberapa jam kemudian, vila kembali dalam keheningan waspada. Tapi tak ada seorang pun yang merasa lega. Aku duduk di ruang kerja pribadi Grayson, membaca ulang pesan yang ditulis tangan dalam amplop hitam itu.Tulisan melengkung dengan tinta emas. Hanya dua baris:“Darahmu bukan rahasia lagi, Eleanor. Tapi siapa yang kau pilih untuk berdiri bersamamu... akan menentukan siapa yang mati.”Aku memejamkan mata. Tak ada yang bisa menyangkal darah yang mengalir dalam diriku. Aku anak dari Gerson Castel. Seorang pria yang dibunuh karena melawan sistem, karena mencintai ibuku dan memilih keluar dari labirin berdarah keluarganya.Dan sekarang, masa lalu itu menagih bayaran.Grayson masuk. Suaranya berat. “Aku akan ikut ke Nice. Jika ini jebakan, kita hancurkan mereka dari dalam.”Aku menatapnya. “Kau tahu apa arti pesan itu, kan?”“Iya,” ucapnya pelan. “Mereka tahu kau adalah kunci. Entah sebagai pewaris, perantara... atau sebagai pe

Perjalanan pulang dari Nice terasa panjang, meski hanya memakan waktu beberapa jam. Di dalam mobil, aku dan Grayson duduk bersebelahan tanpa banyak bicara. Lelah bercampur kewaspadaan masih menggantung seperti asap tipis yang tak juga menghilang. Clara dan Vincent duduk di depan, sibuk mengecek data dari ponsel dan tablet. Tidak ada yang benar-benar bisa bersantai—bahkan ketika misi selesai, perang belum benar-benar berakhir.Vila Blake menyambut kami dengan keheningan. Tapi bukan keheningan yang tenang—melainkan ketegangan yang seolah menggantung di dinding-dindingnya.Saat aku turun dari mobil dan melangkah masuk ke aula utama, langkahku terhenti. Di sana, berdiri seseorang yang kini jadi bagian dari cerita rumitku—Melissa.Ia duduk di sofa, mengenakan sweater merah dan celana panjang sederhana, berbeda dari penampilan glamor yang dulu melekat padanya. Dua penjaga berdiri tak jauh dari posisinya. Tapi Melissa tidak tampak gentar. Ia menatapku

Pagi datang tanpa ampun. Langit masih muram, awan gelap menekan cakrawala, dan udara dingin menusuk tulang meski matahari sudah muncul. Di halaman vila, kendaraan yang akan membawa kami ke perbatasan telah disiapkan. SUV hitam berlapis baja, kaca anti-peluru, dan ruang dalam yang cukup untuk menampung amunisi serta perlengkapan komunikasi.Grayson sudah berada di luar, berbicara dengan Vincent dan Clara sambil meninjau peta satelit. Aku bisa melihat dari kejauhan bahwa setiap detail rute sudah diperiksa tiga kali. Tidak ada ruang untuk kesalahan—tidak hari ini.Melissa berdiri beberapa meter dariku, mengenakan jaket kulit hitam dan celana tempur yang tampak baru. Penjaga tetap mengawalnya, tapi aku memperhatikan tatapan matanya yang tenang—terlalu tenang untuk seseorang yang tahu hidupnya bisa berakhir hari ini.“Kau siap?” tanyaku saat mendekatinya.“Kalau tidak siap, aku tidak akan berdiri di sini,” jawabnya singkat.