All Chapters of Gelora Berbahaya sang CEO: Chapter 11 - Chapter 20

Rega mengunci pintu kamar mandi dari dalam lalu mendekat dan kini berada tepat di hadapan Lilyan yang penuh waspada. Lilyan terlihat ketakutan dan juga kesal. Namun dia tidak mungkin teriak atau mengusir Rega dari sana. Dia tidak ingin menarik perhatian penghuni rumah ini. "Jangan gila Rega, cepat pergi dari sini!" Lilyan berbisik dengan penuh penekanan. "Oh ayolah, Ly. Kita lanjutkan kesenangan yang tadi. Aku tahu kau menyukainya." Rega terus menghimpit tubuh Lilyan hingga tak dapat bergerak lagi. "Rega please jangan seperti ini." Kali ini Lilyan memohon karena tahu Rega tidak akan mau menuruti perintahnya. "Jangan munafik Lilyan, aku tahu kau ingin merasakan lebih kan?" Rega tersenyum tipis lalu mengangkat dagu Lilyan hingga gadis itu mendongak. Lilyan menatap tajam penuh kebencian, bibirnya bergetar dengan wajah tegang. Namun tak ada satu patah katapun keluar dari bibirnya. "Jangan menatapku seperti itu kelinci kecil. Aku hanya ingin membuatmu senang." Ibu jari

Rega dan Lilyan tiba di bandara dengan diantar oleh sopir. Begitu turun dari mobil, Rega menarik koper kecilnya dengan santai, sementara Lilyan tampak lebih sibuk memastikan semua dokumen perjalanan mereka sudah siap.Mereka segera menuju loket check-in untuk mendapatkan boarding pass karena sebentar lagi pesawat mereka akan lepas landas menuju Jepang.Rega telah memesan tiket kelas bisnis agar perjalanan mereka terasa lebih nyaman. Ia ingin memastikan dirinya dan Lilyan bisa beristirahat dengan baik selama perjalanan panjang tersebut.Kabin temaram, lampu-lampu hangat memantulkan kesan mewah di setiap sudut. Kursi-kursi business class tersusun rapi dengan jarak luas, tampak nyaman dengan sandaran yang bisa direbahkan layaknya tempat tidur mini. Suara mesin pesawat terdengar lembut, menambah nuansa tenang di dalam kabin.Lilyan duduk di kursi dekat jendela, menatap langit senja yang perlahan berubah gelap. Jemarinya meremas selimut tipis yang disediakan maskapai. Di sebelahnya, tepat

"Hallo, sayang..." Suara Vano terdengar di seberang sana. Mata Lilyan membelalak, sementara Rega terus bergerak memacu tubuhnya lebih cepat. Lilyan ingin sekali mengumpat lelaki itu yang seolah sengaja ingin membuat Vano curiga. "Ha—hallo, sayang," Lilyan berusaha untuk tetap tenang. Bibirnya ia gigit kuat untuk mengontrol suaranya. "Kau sedang apa? Apa kau baik-baik saja? Kudengar Jeoang sedang musim salju sekarang. Apa kau tahan dengan udaranya dinginnya?" Nada cemas dari suara Vano terdengar. Lilyan semakin merasa bersalah. Namun gerakan Rega yang semakin liar membuat otak Lilyan kembali kosong. Wanita itu berusaha keras untuk tidak mengeluarkan suara laknatnya yang akan membuatmu Vano curiga. "A—aku... aku baik-baik saja. Kau tidak usah terlalu khawatir Mas," jawab Lilyan dengan wajah tegang sekaligus penuh kenikmatan. Rega menyeringai tipis, ia semakin gemas karena Lilyan masih sanggup untuk bertahan tanpa desah yang sebelumnya terdengar. "Aku akan lihat samp

"Akhirnya kamu pulang juga Ly." Vano tersenyum lebar. Tangannya terentang untuk memeluk tubuh Lilyan yang sedikit terkejut melihat kehadirannya. "Mas, kok jemput nggak bilang-bilang sih?" Lilyan tersenyum kaku. Ekor matanya melirik pada Rega yang memasang wajah datar. "Sengaja, untuk memberikan kejutan untukmu,” ucap Vano hangat, merangkul pinggang Lilyan dan mencium puncak kepalanya lembut.Lilyan tersentak kecil. Pelukan itu seharusnya membuatnya nyaman. Namun ia justru merasa risih, entah kenapa ia malah lebih peduli pada perasaan Rega yang terdiam dengan wajah dingin. "Terima kasih, kau telah menjaga calon istriku, Rega." Vano mengalihkan pandangannya pada Rega. Ada tatapan tajam yang terasa menusuk. Tangan Vano semakin erat merangkul pinggang ramping Lilyan seolah ingin menunjukkan kalau gadis cantik itu adalah miliknya. "Mas, kita pulang sekarang ya." Lilyan merasakan atmosfer dingin mulai tercipta di antara mereka. Ia tahu Rega marah dalam diamnya dan Vano ingin menegaskan

Gedung Angkasa Mining Corporation terlihat sibuk pagi itu. Lilyan datang seperti biasa dengan senyum ramah di wajahnya, mengenakan blouse putih dan rok biru tua yang membuat penampilannya tampak anggun. Rambutnya diikat rapih sebagian. "Bu Lilyan..." Suara yang berasal dari meja resepsionis memanggilnya saat Lilyan baru saja hendak menuju lift. "Ya, ada apa Rachel?" tanya Lilyan menghampiri. "Ada titipan bunga untuk Ibu dari Pak Vano." Perempuan cantik bernama Rachel itu memberikan satu buket bunga bunga mawar merah dengan pita putih elegan terikat rapi di tangkainya. Lilyan sedikit terkejut, lalu perlahan menerima buket itu. Aroma wangi mawar segar langsung menyapa hidungnya. Di sela bunga, terselip kartu kecil bertuliskan ‘Untuk wanita yang paling istimewa dalam hidupku. – Vano’. Pipinya memanas. Ia tersenyum kecil, mencoba menahan rasa bahagia yang tiba-tiba menyeruak di dadanya. “Terima kasih, Rachel." "Cantik banget bunganya, Bu. Jadi iri deh, kapan saya bisa punya pas