Punya adik ipar yang hobi playing victim, manipulatif dan pandai memutar balikkan fakta? Andin harus berjuang menjaga keluarganya dari parasit bernama adik ipar. Kemudian, perjalanan hidup membawa Andin dan sang adik ipar pada takdir yang tak pernah disangka.
View MoreSTATUS WA ADIK IPARKU 1
(Aku kira, ipar jahat hanya ada di sinetron dan cerita KBM, nyatanya aku mengalaminya sendiri. Kuat Ris, kuat ya kamu)Aku mengerutkan dahi membaca status WA Riris, adik iparku yang lewat dan tak sengaja terbaca. Bukannya apa, aku adalah satu-satunya ipar yang dia punya karena Radit, adik bungsuku menikah dengannya. Radit sedang tugas di pulau lain, meninggalkan Riris bersama Ibu di rumah. Sementara kecamatan tempatku tinggal berjarak satu jam perjalanan dari rumah Ibu.Ah, mungkin ipar yang dia maksud adalah ipar dari keluarganya. Tak ingin berprasangka buruk, aku meneruskan kegiatanku memasukkan makanan yang baru saja selesai kumasak ke dalam kotak-kotak tupperware. Rendang kesukaan Ibu dan puding coklat untuk Kayla, keponakanku, anak Radit dan Riris yang berusia dua tahun. Rencananya, hari ini aku ingin mengunjungi Ibu.(Kalau ada apa-apa itu tanya langsung ke aku. Jangan suka adu domba deh)Statusnya lewat lagi ketika aku membuka WA dan hendak mengabari kedatanganku pada Ibu. Aku ingin bilang supaya Ibu tak perlu masak, tapi status WA Riris membuatku melupakan niatku. Seperti ada yang aneh. Sepertinya dia sengaja agar aku membaca status WA-nya itu. Tiba-tiba saja aku teringat percakapan via WA dengan adikku Radit kemarin.(Dit, kamu sebetulnya kasih uang nggak ke istrimu? Meski semua kebutuhan ambil di warung Ibu, tetap saja kasihan dia kalau nggak pegang uang.)(Loh, ya aku kasih lah Mbak. Tujuh juta setiap bulan. Kenapa memangnya?)(Oh, syukurlah kalau kamu kasih. Mbak cuma takut adik Mbak melalaikan kewajibannya sebagai kepala keluarga.)Kini, aku benar-benar tertegun di depan meja makan. Tujuh juta setiap bulan, tanpa membayar uang kontrakan, tanpa keluar uang sama sekali karena listrik, beras dan bahkan jajan Kayla Ibu yang menanggung. Tapi kenapa selama ini Riris kerap mengeluh tak punya uang? Status WA nya kadang membuatku tak enak hati. Dia memang eksis di hampir semua media sosial. Dan kebanyakan statusnya hanya berkeluh kesah.(Punya suami tapi nggak pernah punya uang. Itulah aku. Sabar sabar biar subur.)Aku pernah membaca statusnya seperti itu. Saat itu aku mengabaikannya saja. Kupikir memang Radit kurang memberinya nafkah.Aku menghela nafas. Sudahlah, nanti mungkin bisa kutanyakan langsung. Sekarang, aku harus bergegas ke rumah Ibu. Usai memasukkan makanan ke dalam bagasi, aku mengeluarkan mobil sedan matic hadiah Mas Reno. Pernikahanku yang menginjak tahun ke lima memang belum membuahkan seorang anakpun.***Sampai di rumah, aku terkejut melihat warung Ibu kosong melompong. Padahal baru minggu lalu aku memenuhi warung itu dengan uang pribadiku karena kasihan melihat Ibu kehabisan modal. Ibuku memang membuka warung sembako di rumah lama kami. Isinya cukup lengkap. Tapi kini, warung itu terlihat nelangsa sekali."Loh Andin datang kok nggak telepon Ibu dulu?"Ibu datang tergopoh-gopoh dari dapur. Beliu mengelap tangannya dengan baju daster, membuat jejak telapak tangan di dasternya. Sepertinya Ibu sedang mencuci piring ketika aku datang.Aku tersenyum, meraih tangan Ibu yang basah dan menciumnya. Lalu teringat bahwa aku memang belum mengabari Ibu. Aku lupa karena sejak tadi sibuk memikirkan maksud status WA Riris."Andin lupa, Bu. Ini Andin bawakan rendang kesukaan Ibu. Oh ya, Riris dan Kayla mana?"Ibu meraih kantong plastik berisi kotak makanan yang ku sodorkan dengan wajah bahagia. Membaui isinya sebentar dan menarik tanganku ke belakang."Wah kebetulan Ibu belum makan." Ujarnya. "Ada. Riris lagi tidur siang kayaknya. Baru aja kok masuk kamar."Ibu meletakkan kotak makanan dariku di atas meja. Meja tampak berantakan. Ada satu piring bekas makan yang penuh tulang ikan. Nasi berserakan di dekatnya. Di atas meja, semangkok sayur sup yang tinggal sayurnya saja. Masih ada sepotong tulang hingga aku tahu bahwa tadinya itu sup ayam. Sementara ikan ikan di atas meja tersisa kepalanya. Aku meneguk ludah, teringat kata-kata Ibu barusan kalau Ibu belum makan. Jadi, siapa yang baru saja membuat kekacauan di meja ini? Sementara di atas wastafel cuci piring, tumpukan piring kotor yang baru disabuni tampak memenuhi tempat itu.Tanpa banyak bicara, kubantu Ibu membersihkan meja makan, menyingkirkan semua yang kotor, mengelap meja sampai bersih dan meletakkan makanan yang baru saja kubawa di atas meja. Selain rendang, aku juga membawa berbagai sayuran rebus kesukaan Ibu beserta sambal terasi. Kumasukkan puding untuk Kayla ke dalam kulkas, yang lagi-lagi membuatku heran karena kosong. Padahal aku rutin mengisinya seminggu sekali.Setelah meja rapi, aku mengambil piring dan menyendok nasi. Sesungguhnya emosiku mulai naik menyadari seseorang yang tinggal disini telah berubah menjadi parasit yang menggerogoti Ibuku. Namun aku menahannya. Momen pertemuanku dengan Ibu adalah momen yang menyenangkan. Aku tak ingin melihat Ibu bersedih."Ayo Bu, kita makan. Andin sengaja nggak makan di rumah mau nemanin Ibu."Ibu mengangguk, memindahkan sepotong rendang ke piringnya, mengambil sayuran dan juga sambal. Senang sekali rasanya melihat Ibu makan masakanku dengan antusias."Rendangmu sudah mulai sempurna, persis bikinan nenek dulu." Ujar Ibu.Tiba-tiba saja terdengar suara anak kecil menangis dari ruang tengah, dari dalam kamar yang selama ini ditempati Riris dan Kayla."Jangan jajan terus dong, Kay. Mama nggak punya uang. Nanti kita dimarahin loh kalau ngambil jajan di warung Nenek."Terdengar suara Riris memarahi Kayla. Ibu menghentikan suapannya, memandangku. Sementara tangis Kayla makin keras. Bahkan kini anak itu terdengar menjerit seperti kena cubit.Aku meletakkan makanan yang baru separuh kumakan, mencuci tangan dan bergegas menghampiri kamar Riris. Kuketuk pintunya pelan. Suara tangis Kayla seketika berhenti.Pintu terbuka, wajah Riris yang cemberut menyembul dari dalam."Ada apa?" Tanyanya datar. Wajahnya sangat tak enak dilihat. Kuredam emosiku dalam-dalam melihat sikapnya yang sangat tak menghargaiku sebagai kakak iparnya."Mbak bawa puding untuk Kayla. Bawalah Kayla keluar.""Nggak usah!" Sentaknya langsung dengan suara keras, membuatku terkejut."Loh? Kenapa?""Mbak nggak usah munafik deh. Mbak sebetulnya nggak suka kan aku tinggal disini? Sampai tanya-tanya ke Bang Radit segala? Tahu nggak Mbak, gara-gara Mbak tanya ke Bang Radit itu, kami bertengkar."Aku terdiam. Rupanya Radit menegur Riris, padahal aku sudah bilang padanya agar tak usah menegur Riris. Nanti saja kalau dia pulang supaya tidak terjadi salah paham. Tapi kalimat Riris berikutnya justru membuatku makin terkejut."Untung saja aku sadap WA Bang Radit. Kalau nggak entah Mbak ngomongin aku apa di belakangku, menjelek-jelekkan aku, aku nggak bakalan tahu."Akh menyipitkan mata. Adik iparku ini pelan-pelan mulai menunjukkan tajinya."Kamu menyadap WA Radit?""Iya. Aku nggak mau dia melakukan hal-hal aneh di belakangku.""Oke. Karena kamu sudah tahu, kalau begitu sekalian saja aku tanya. Selama ini Radit memberimu nafkah tujuh juta sebulan, sementara untuk kebutuhanmu dan Kayla, semua Ibu yang menanggung. Tapi kenapa kau selalu membuat status di F* dan WA seolah-olah adikku tidak pernah memberimu uang?""Eh…" Dia tampak terkejut. Mungkin tak menyangka aku akan langsung mengkonfrontasi pernyataannya. Sudah lama aku merasa ada yang janggal dengan adik iparku ini. Sikapnya yang tak pernah menghormatiku dan Ibu, bahkan cenderung memanfaatkan ibuku.Tiba-tiba saja dia menangis, memeluk Kayla yang muncul dari dalam kamar."Tuh lihat Tantemu, Kay. Semua keluarga Papamu itu sama. Cuma pura-pura sayang. Ayo, Nak. Ikut Mama. Kita pergi dari rumah ini."Aku tertegun sejenak, menatap wanita di depanku, adik iparku yang kini mulai kulihat wujud aslinya. Seekor ular berbisa yang sangat pandai bersandiwara.***"Selamat Bu Andin. Usia kandungan sudah dua belas minggu ya. Wah, nantinya pasti akan jadi ramai nih. Seru banget."Dokter Budi, dokter Sp.OG langganan ku, memberi selamat. Dia adalah saksi perjuanganku mendapatkan buah hati saat bersama Mas Reno dulu. Dan kini, aku datang bersama Mas Ziyan. Sang dokter tak banyak bertanya. Dia profesional. Kebahagiaan pasiennya adalah fokus dirinya. Di luar itu bukan merupakan urusannya. Prinsip yang sangat kuhargai."Benar Dok. Allah ternyata begitu sayang padaku."Aku datang ke praktek dokter Budi dengan Formasi lengkap. Mas Ziyan, Aksa, dan juga ketiga gadis kecilku yang cantik. Tentu saja kami menjadi perhatian banyak orang. Dengan keempat anak yang masih kecil, dan aku kembali datang untuk periksa kehamilan.Aku hanya tersenyum membalas pandangan heran orang-orang. Tak perlu menjelaskan karena aku tak kenal mereka. Juga, tak perlu menjelaskan, karena ukuran kebahagiaanku dan mereka pasti berbeda.Ya. Aku bahagia, membayangkan masa tua bersamanya
STATUS WA ADIK IPARKU (ekstra part)Sahabat menjadi cinta. Apakah itu mungkin terjadi pada kami?Setahun lagi sudah berlalu. Semuanya baik baik saja. Aku bahagia tinggal bertiga bersama Ibu di rumah peninggalan Ayah. Radit dan Nayla bersikeras membayar harga rumah lamaku dengan Mas Reno untuk mereka tempati bertiga Kayla. Tadinya aku tak mau. Aku mempersilahkan mereka tinggal sampai kapan saja. Tapi Radit tak mau, sebagai lelaki, dia ingin memberi tempat tinggal bagi istrinya dengan cara membeli, bukan menumpang. Aku akhirnya setuju setelah melihat rumahku yang kutinggalkan berdebu. Rumah yang selama lima tahun menjadi istanaku.Aku memang tak pernah datang lagi setelah memindahkan semua barang yang kurasa perlu ke rumah Ibu. Setiap membuka pintunya, semua kenangan bersama Mas Reno Menghantam, membuat dadaku terasa sesak. Terutama ketika Aksa yang mulai pandai bicara ikut ikutan memanggil Radit Papa. Sedih tentu saja, karena aku tak bisa memberikan keluarga yang utuh pada putraku sa
Tak ada yang lebih membahagiakan melihat adikku akhirnya menikah lagi. Radit mengucapkan ijab kabul dengan tenang meski suaranya bergetar. Aku tahu dia mungkin teringat pada Riris dan pernikahan seumur jagungnya yang berakhir tragis. Kulihat mata Ibu berkaca-kaca. Apalagi setelah ijab kabul selesai, Nayla langsung menggendong Kayla, menciumi nya. Tapi peduli gaunnya yang cantik itu kusut.Keluarga Nayla yang turun temurun merupakan keluarga dokter, menerima kami dengan sangat baik. Mereka tak pernah mempermasalahkan status Radit yang duda beranak satu. Atau Ibu yang hanya hidup dengan pensiunan Ayah dan warung sembako nya. Atau aku yang janda tanpa status, yang saat ini masih menabung untuk membangun kembali butik. Mereka keluarga dokter yang kaya raya tapi bersahaja. Tak sekalipun kudengar kata-kata yang membuat kami berasa berbeda. Adik Nayla yang masih kuliah, seorang gadis cantik dan periang, bahkan langsung akrab dengan Kayla dan Aksa.Aku bahagia, tentu saja. Kebahagiaan orang-o
STATUS WA ADIK IPARKU 46Dia seorang wanita setengah baya berpakaian modis. Dengan setelan blazer putih dan tas branded yang dijinjing oleh kedua tangannya. Rambut pendeknya yang ikal kemerahan disisir dengan rapi, begitu juga make up yang pastinya ditata oleh penata rias profesional. Meski begitu, segala make up itu tampaknya tak mampu menutupi tanda-tanda penuaan di wajahnya. Saat aku tiba, dia tengah diinterogasi polisi. Sikapnya tenang, sama sekali tak gampak gentar meski telah terbukti dia lah penyebab kematian suaminya sendiri."Saya tidak pernah bermaksud membunuh suami saya, Pak. Yang seharusnya mati saat itu Riris, selingkuhnya. Bukan suami saya."Aku berdiri di belakangnya, mendengar dia bicara seperti tanpa merasa bersalah."Bapak bayangkan saja, suami saya memelihara wanita muda, menghamburkan uang untuknya. Siapa istri yang tak akan marah?""Harusnya Riris yang mati saat itu. Tapi tak masalah, toh dia akhirnya menemui ajal dengan cara yang tak kalah tragis. Putri saya Zha
Adek! Adek Aksa!"Suara Kayla yang ceria terdengar dari luar, lalu langkah kaki kecilnya yang melompat-lompat itu mulai mendekat. Tak lama, wajah mungil muncul dari balik pintu."Adek Aksa tidur?"Dia bertanya sambil berbisik. Aku menggelneg sambil tersenyum. "Nggak, kan baru habis mandi. Kayla dari mana?" Aku bertanya sambil menakainkan Aksa kaus kaki, lalu menggendongnya dan berjalan ke depan. Ada Nayla yang tengah mengukur tensi darah Ibu.Ah, kasihan Ibu. Masalah Radit dan Riris yang menguras air mata Ibu baru saja selesai. Baru saja kering mata tua itu, kini, aku hendak menambahinya lagi dengan masalah."Tensi Ibu agak rendah Mbak."Aku mendesah, merasa bersalah karena sudah lama justru Ibu yang mengurusku.Aku memperhatikan mata Radit yang tak lepas dari tangan cekatan Nayla. Setelah menyimpan lagi alat pengukur tensi, Nayla mengusap usap lengan Ibu."Jangan banyak pikiran Bu. Semua akan baik-baik saja."Aku terenyuh. Bagaimana Ibu akan baik-baik saja, jika satu anak menjadi du
STATUS WA ADIK IPARKU 45Bolehkah aku menangis lagi Ya Allah?Ternyata ada hal yang juga sama menyakitkannya dengan dikhianati, yaitu dibohongi. Pemakaman Vira sudah selesai, dan aku sama sekali tak mau menghadirinya. Bukan karena dendam, tapi karena aku tak ingin melihat wajah Mas Reno yang amat berduka. Pantas saja dulu, Mas Reno tampak biasa saja saat Vira dimakamkan. Tentu karena dia tahu yang dimakamkan bukanlah Vira, tapi bayinya. Aku bisa mengerti karena Vira dulunya adalah adik yang sangat dia sayangi. Tapi kebohongan terakhir yang dia lakukan, yaitu menutupi kematian Vira akibatnya sangat fatal. Aku masih bersyukur Vira hanya membakar butikku. Sungguh tak bisa kubayangkan jika dia mencelakai Aksa. Mungkin saja aku bisa menjadi pembunuh."Andin, makan, Nak. Kau butuh tenaga dan juga ASI untuk Aksa."Ibu meletakkan sepiring makanan di depanku. Aku menghapus mataku yang basah, mengusap dada, mencoba menyembuhkan rasa nyeri di dalam hati. Sudah tiga hari Mas Reno di rumah Mama,
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments