KLEEK! Kevin menarik kembali tangannya yang saat itu baru menekan salah satu tombol di sisi pintu mobil, “biarkan dia duduk di sampingmu, Julius.” Begitu Julius menghentikan mobil, Hillary mendekat. Mencoba membuka pintu di sisi Kevin, tapi sayangnya sudah terkunci dari dalam. Hal ini akhirnya membuat Julius menurunkan kaca mobil yang berada di sisi berbeda lalu meminta Jeceline duduk di depan, tepatnya di samping dia. Hillary memasang wajah kecut begitu dia membungkuk saat hendak masuk ke dalam mobil, pandangan matanya tertuju ke arah Jeceline setelah beberapa detik memandang Kevin. “Nona Hill, silakan duduk,” sela Julius merasa tak nyaman akan ekspresi dari kedua wanita itu ketika saling memandang. Hillary mengangguk, menuruti perintah Julius. Mobil masuk melewati gerbang. Meski halaman rumah tidak terlalu luas, tapi jika harus berjalan kaki membutuhkan berapa puluh langkah ke depan. Seperti biasanya, setiap kali akan keluar mobil, Kevin selalu membukaka
“Benar sekali! Aku juga akan mempertahankan suamiku agar tidak direbut oleh wanita lain. Akan aku lakukan apa pun asalkan dia masih mencintaiku,” balas Jeceline menjawab pertanyaan Hillary padanya. “Heh!” Hillary mendengus kesal, membuang pandangannya ke arah Kevin yang sejak tadi duduk diam di samping Jeceline. Kalau sudah seperti ini, Hillary hanya bisa memasang wajah memelasnya agar Kevin luluh dan membantu dia berbicara, “Kevin, apa kau sama sekali tidak menginginkan anakmu? Bicaralah Kev! Kau boleh mengabaikanku tapi tak boleh mengabaikan anakmu yang tak bersalah.” Kevin yang sejak tadi masih terdiam akhirnya merespon dengan mengembuskan napas berat, “Hill, aku tidak mengabaikan anakku. Semua kebutuhanmu dan kebutuhannya sudah kuminta Julius untuk mengurusnya. Kau jangan khawatir, kehidupan kalian berdua akan terjamin, terlebih khusus kehidupan anakku tidak akan pernah kekurangan apa pun.” “Bagaimana denganku? Kau akan mencampakkan aku setelah berhasil merebut ana
Sontak Jeceline memaku. Sangat khawatir dengan ancaman Hillary. Jika sampai skandal ini tersebar keluar maka tentu akan mempengaruhi posisi Kevin di dunia politik. Apalagi sekarang dengan statusnya di dalam partai sedang berada di puncak, akan sangat berbahaya. Bukan hanya nama baik, tapi karier Kevin akan hancur, dan tentu saja keluarga mereka yang menjadi panutan bagi banyak orang pasti tercemar. Impian Kevin pasti hancur, terlebih ada rasa malu teramat besar meliputi perasaannya. Perlahan Jeceline menoleh ke samping, melihat Kevin yang masih diam menatap Hillary yang berdiri di depan. Kebingungan dan sorot penuh tanya jelas terlihat di wajahnya. Bahkan dalam batin pun dia berucap, “cepat halangi dia Kev, aku tak mau dia merusak semua yang telah aku perjuangkan. Jangan diam saja. Lakukan sesuatu!” Suasana menegangkan ini membuat Hillary tersenyum sinis. Sorot mata itu begitu angkuh, menunjukkan betapa bangganya dia telah memenangkan perdebatan yang sejak tadi belum mend
Garis kening Hillary mengerut, bersamaan dengan itu gelengan kepala dan senyum paksa terlukis di wajahnya, “masa depan apa lagi yang aku punya!? Sebagai wanita, bagaimana kau bisa bicara seperti ini terhadapku, Selin? Apa kau bisa terima jika berada di posisiku!” “Justru aku yang seharusnya menanyakanmu, sebagai seorang wanita, bagaimana bisa kau menghancurkan kebahagiaan wanita lain?! Penderitaan yang kau alami ini karena ulahmu sendiri! Sedangkan aku ... aku adalah yang paling menderita karena dikhianati! Jika aku berada di posisimu, aku tak akan pernah bermain-main dengan api, Hillary!” “Cukup!” sela Kevin menengahi argumen dua wanita yang saling berbalas-balasan. Kevin melirik Julius, memberikan isyarat yang membuat Julius dengan cepat menyodorkan map berwarna coklat ke depan Hillary. Suasana menjadi hening. Tatapan mata sembab Hillary tertuju pada map coklat yang disodorkan Julius ke arahnya. Dia memaku sejenak, lalu melemparkan pandangan penuh tanya tepat ke waja
“Ibu? Kenapa Ibu tak mengabariku kalau mau datang?” Kevin berdiri dari kursi, menghampiri Leanora dan membawanya duduk di sofa yang berhadapan dengan Jeceline. “Seharusnya kau yang mengabariku tentang semua yang terjadi di sini. Kenapa kalian harus menyembunyikan hal baik seperti ini dariku?”DEG.... Jantung Jeceline terpukul kuat. Dia dan Kevin bahkan saling memandang dalam diam. Bagaimana bisa Leanora mengetahui masalah Hillary? Apa selama ini ibu mertuanya selalu mengawasi keluarga mereka berdua? “Kenapa kalian diam? Apa karena masalah ini kalian berdua berdebat?” lagi tanya Leanora begitu melihat kedua orang yang saling memandang dalam diam seperti sedang menyembunyikan sesuatu darinya. “Selin, apa kau tidak ingin Kevin bahagia? Seharusnya kau sebagai istrinya turut merasakan kebahagiaan ini dan mendukungnya, bukan?” Napas Jeceline terhenti beberapa detik. Ada cengkeraman kuat di jantungnya begitu mengetahui kalau dugaan itu benar. Bening mulai muncul dan t
Di dalam Mobil. Dari balik kaca spion samping, Jeceline memperhatikan kendaraan roda empat berwarna silver semakin mendekat. Hanya menunggu beberapa detik hingga mobil itu berhenti tepat di sisi mobilnya. Seseorang keluar dari dalam sana. Kaca mobil Jeceline diturunkan setengah begitu melihat seorang lelaki yang menggunakan celana sobek dipadukan dengan kaos dan jaket jins yang dipakainya. Sebuah map coklat di tangan sang lelaki disodorkan melalui celah kaca mobil. “Kau yakin informasi ini akurat?” tanya Jeceline, memastikan kembali begitu map coklat telah diambilnya. “Aku bisa menjaminnya! Kalau Nyonya masih ragu, biarkan aku menyelidiki hal ini sampai tuntas.” Lelaki yang tadinya berdiri tegak di samping mobil, kini menunduk, mencoba meneroboskan pandangan ke dalam mobil. Jeceline membuang pandangan ke arah lain, menghindari tatapan dari sang lelaki. Tangannya meraih tas yang ada di kursi samping, merogoh ke dalam sana hingga berhasil mengeluarkan amplop coklat te
Jeceline mengakhiri pembicaraan di ponsel begitu Kevin menyetujui ajakkannya bahkan meminta mereka bertemu di lokasi yang sudah dia kirimkan. Tak lama mengendarai, di sekitar taman kota terlihat mobil Kevin terparkir di pinggiran jalan. Sosok Kevin keluar dari dalam mobil dan memperhatikan ke arahnya. Jeceline segera menepi dan berhenti tepat di belakang mobil Kevin. Dia keluar dan menghampiri Kevin, “kita makan di mana?” “Di sini!” Kevin menoleh ke kanan, menunjukkan tempat yang dia maksudkan.???!! Mata Jeceline memaku sejenak tanpa berkedip begitu melihat restoran, tidak! Bukan restoran, tapi rumah makan sederhana yang dari penampilan luarnya sama sekali tidak berkelas. Bahkan kepulan asap yang tertiup angin terlihat jelas di sana. “Di sini? Kau yakin?” Jeceline mengangkat kedua alis keningnya, memastikan kembali pendengarannya tak salah. “Kenapa? Kau tak mau? Bukankah kau pernah mengatakan padaku kalau kepulan asap pembakaran ikan memiliki aroma yang s
Hari ini Jeceline kembali lagi ke desa Hillary. Dia tak akan menyerah sebelum bertemu dengan kedua anak kecil itu, karena hanya dari mereka baru bisa mendapatkan informasi mengenai keberadaan ibunya Hillary tanpa menimbulkan kecurigaan orang dewasa. Namun sudah sampai sore, belum juga terlihat kedua anak, bahkan bayangan seseorang yang keluar dari pintu rumah.Tok … tok … tok…. Sontak Jeceline terkejut mendengar ketukan di jendela kaca mobil. Karena terlalu tegang hingga tanpa sadar sudah ada seorang lelaki yang berdiri di samping. Mengenal lelaki yang berdiri di luar mobil adalah lelaki yang saat itu berada di rumah Hillary, Jeceline cepat-cepat memakai masker, kacamata, dan menutupi kepalanya dengan syal menyerupai kerudung untuk menyembunyikan wajah aslinya. Dia menurunkan sedikit kaca mobil. “Ini bukan tempat parkir, Bu! Silakan cari tempat parkir lain!” Jeceline sontak mengangguk. Nada kasar dari lelaki itu menggerakkan jari tangan dan pergelangan kakinya untu