Home / Romansa / Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin / BAB 22 : Pelajari Musuhmu

Share

BAB 22 : Pelajari Musuhmu

Author: TenMaRuu
last update Last Updated: 2025-07-29 19:24:22

Kalimat itu menggantung di udara, terasa penuh makna.

"...itu juga yang membuatnya tak ternilai."

Setelah itu, keheningan mengambil alih. Tapi ini bukan keheningan yang dingin atau canggung.

Ini adalah keheningan yang terasa rapuh, seolah sebuah gelas kristal baru saja diletakkan di tepian meja, dan keduanya menahan napas, takut jika satu gerakan yang salah akan membuatnya jatuh dan pecah berkeping-keping.

Revan adalah orang pertama yang memecah kontak mata.

Ia berdeham pelan, sebuah suara kecil yang terdengar begitu keras di tengah kesunyian. Lalu, ia berbalik dan berjalan ke arah jendela kaca yang besar, memunggungi Alina.

Ia menatap kerlip lampu kota Singapura di bawah sana. Sebuah cara untuk membangun kembali dindingnya yang baru saja retak.

Alina hanya bisa diam, mengamati punggung pria itu. Punggung yang selalu terlihat tegap dan kokoh, tapi entah kenapa, saat ini terlihat sedikit... berbeda.

Apa aku sudah melangkah terlalu jauh?

Pikiran itu melintas di benak Alina.

Apa aku baru saja menyentuh sebuah luka lama yang seharusnya tidak kusentuh?

Pria ini, dengan segala kekuasaan dan topeng dinginnya, ternyata menyimpan sebuah sisi yang tidak pernah ia duga.

Sisi yang bisa memahami 'cerita' dan 'kenangan'. Sisi yang mungkin pernah terluka karena idealismenya sendiri.

Revan, masih membelakangi Alina, akhirnya berbicara. Suaranya kembali datar, sebuah usaha yang jelas untuk kembali ke mode "CEO".

"Kau sudah membuktikan poinku," katanya. "Sekarang, istirahatlah. Besok kau akan berhadapan langsung dengan Leo."

Malam itu, saat mereka bersiap untuk tidur, ritual aneh mereka berlanjut.

Revan, tanpa banyak bicara, mengambil selimut dan bantal dari lemari, lalu berjalan menuju sofa.

Alina hanya memperhatikannya dalam diam.

Kenapa dia tidak mengambil tempat tidur ini? Bukankah ini haknya?

Pertanyaan itu hanya berputar di kepalanya, tidak berani ia suarakan.

Ia naik ke atas tempat tidur yang terasa terlalu besar dan dingin untuk satu orang. Dari sana, ia bisa melihat siluet Revan yang berbaring di sofa.

Satu jam berlalu. Dua jam.

Alina tidak bisa tidur. Pikirannya terlalu ramai.

Ia melirik ke arah sofa.

Di tengah kegelapan kamar yang hanya diterangi oleh cahaya remang dari luar jendela, ia melihat selimut yang dipakai Revan sedikit melorot, membiarkan sebagian punggungnya terbuka.

Sebuah dorongan aneh muncul di dalam dirinya.

Haruskah aku? Nanti dia salah paham. Bisa-bisa dia mengira aku punya maksud lain.

Ia berdebat dengan dirinya sendiri.

Tapi... kasihan juga. Sofa itu pasti tidak nyaman. AC-nya juga cukup dingin.

Setelah berperang batin selama beberapa menit, Alina akhirnya menyerah pada sisi kemanusiaannya.

Dengan gerakan sepelan mungkin, ia turun dari tempat tidur. Ia berjalan berjinjit melintasi lantai marmer yang dingin, jantungnya berdebar kencang.

Ia mengambil selimut tebal yang ada di ujung tempat tidurnya.

Saat ia berdiri di samping sofa, ia bisa mendengar napas Revan yang teratur. Pria itu sepertinya sudah tertidur pulas.

Dengan sangat hati-hati, Alina menyelimuti tubuh Revan, menarik selimut itu hingga ke bahunya.

Untuk sesaat, ia berhenti. Menatap wajah pria itu saat tidur.

Tidak ada lagi tatapan tajam. Tidak ada lagi rahang yang mengeras. Yang ada hanya wajah seorang pria yang terlihat... damai. Dan sangat lelah.

Alina segera menarik diri, kembali ke tempat tidurnya sebelum Revan menyadari kehadirannya.

Keesokan paginya, saat Alina terbangun, sofa itu sudah kosong dan kembali rapi. Seolah tidak pernah ada yang tidur di sana.

Revan sudah tidak ada di kamar. Mungkin sedang di balkon, atau sudah pergi ke pusat kebugaran hotel.

Untuk sesaat, Alina bertanya-tanya, apakah kejadian semalam itu nyata? Apakah ia benar-benar menyelimuti pria itu?

Saat ia hendak bangkit dari tempat tidur, matanya menangkap sesuatu yang tidak ada di sana sebelumnya.

Di atas meja nakas di samping tempat tidurnya, tergeletak sebuah map tebal berwarna cokelat.

Di atas map itu, tertempel secarik sticky note berwarna kuning.

Di atasnya, tergores beberapa kata dengan tulisan tangan yang tajam, rapi, dan efisien.

Tulisan tangan Revan.

"Pelajari musuhmu.

Leo Santoso: Portofolio & Kelemahan."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin   BAB 26 : Pertolongan Pertama

    Dan begitulah akhir dari drama babak pertama.Satu bantingan pintu yang keras.Setelah itu? Hening. Tapi ini bukan hening yang biasa. Ini adalah hening yang punya bobot, yang terasa menekan bahu, yang membuat udara di dalam suite mewah itu terasa sulit untuk dihirup.Alina masih berdiri mematung di balik pintu kamarnya, tangannya yang gemetar masih mencengkeram gagang pintu. Jantungnya berdebar begitu kencang, memompa campuran antara rasa takut dan adrenalin ke seluruh tubuhnya.Ia mendengar langkah kaki Revan yang menjauh dari pintu utama, lalu berhenti.Dengan napas yang tertahan, Alina memberanikan diri. Ia membuka pelan pintu kamarnya.Revan berdiri di tengah ruangan, memunggunginya. Bahunya terlihat tegang.Saat pria itu berbalik, tatapan mereka bertemu.Dan di sanalah Alina melihatnya. Wajahnya yang pucat, tangannya yang sedikit gemetar. Revan, yang seolah bisa membaca setiap detail kecil, pasti menyadari bahwa pertahanannya telah runtuh.Alina sudah siap untuk apa pun. Siap

  • Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin   BAB 25 : Jangan Sentuh Dia

    Perjalanan kembali ke suite hotel di dalam lift terasa begitu berbeda.Jika tadi pagi lift ini terasa seperti sebuah kotak sempit yang menyesakkan, kini lift yang sama terasa seperti podium kemenangan yang sunyi.Alina tidak berkata apa-apa. Revan pun diam.Tapi keheningan di antara mereka tidak lagi canggung. Ada sebuah pemahaman baru yang menggantung di udara. Sebuah pengakuan tanpa kata bahwa mereka baru saja melewati sebuah pertempuran bersama.Dan mereka menang.Begitu pintu suite tertutup di belakang mereka, Alina akhirnya bisa bernapas dengan lega. Adrenalin yang sejak tadi membuatnya berdiri tegak kini mulai surut, meninggalkan perasaan lelah yang memuaskan.Ia melepaskan sepatunya yang berhak tinggi dan berjalan ke arah jendela, menatap lampu kota Singapura yang kini terasa lebih ramah."Kerja bagus," sebuah suara tiba-tiba memecah keheningan.Alina menoleh.Revan berdiri di

  • Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin   BAB 24 : Konsep yang Jujur

    Boardroom itu terasa dingin, bukan hanya karena pendingin ruangan yang disetel rendah, tapi juga karena atmosfer di dalamnya.Di satu sisi meja panjang yang mengilap, duduklah Leo Santoso, dengan senyum percaya diri yang seolah sudah memenangkan pertempuran bahkan sebelum dimulai.Di sisi lain, duduklah Alina. Jantungnya berdebar kencang, tapi ia memaksakan punggungnya untuk tetap tegak. Di sampingnya, Revan duduk dengan tenang, wajahnya adalah topeng netralitas yang sempurna. Ia benar-benar memposisikan diri sebagai klien, sebagai juri.Selain mereka bertiga, ada dua orang lain di ruangan itu. Dua investor dari Singapura yang mewakili pihak penanam modal.Yang pertama adalah Mr. Chen, seorang pria paruh baya dengan pembawaan tenang dan tatapan mata yang bijak.Yang kedua adalah Ms. Yuo, seorang wanita muda yang terlihat sangat cerdas dan kritis, dengan kacamata berbingkai tipis dan tatapan yang seolah bisa memindai setiap kebohongan."Baik, terima kasih atas kehadirannya," Revan mem

  • Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin   BAB 23 : Dua Jenderal

    Alina tidak bisa tidur nyenyak.Pikirannya terlalu pusing, terjebak di antara bayang-bayang Revan yang berbaring di sofa dan tulisan tangan di atas sticky note kuning itu.Pelajari musuhmu.Saat fajar pertama kali menyingsing di ufuk Singapura, Alina sudah duduk di sofa yang sama tempat Revan tidur semalam. Map tebal berwarna cokelat itu terbuka di atas pangkuannya.Ia membacanya.Bukan hanya membaca, tapi menelannya bulat-bulat.Ini bukan sekadar portofolio. Ini adalah sebuah pembedahan total terhadap Leo Santoso.Di dalamnya ada semua proyek yang pernah Leo tangani, lengkap dengan foto-foto indah, data bujet, dan daftar klien. Tapi bukan itu yang membuat Alina terpaku.Di antara data-data yang berkilauan itu, terselip analisis mendalam yang jelas-jelas bukan buatan Leo. Ada catatan-catatan kecil di pinggir halaman, ditulis dengan pulpen tinta hitam.Analisis tentang pilihan material Leo yang cenderung murah tapi dibungkus dengan fasad yang mewah. Analisis tentang bagaimana ia serin

  • Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin   BAB 22 : Pelajari Musuhmu

    Kalimat itu menggantung di udara, terasa penuh makna."...itu juga yang membuatnya tak ternilai."Setelah itu, keheningan mengambil alih. Tapi ini bukan keheningan yang dingin atau canggung. Ini adalah keheningan yang terasa rapuh, seolah sebuah gelas kristal baru saja diletakkan di tepian meja, dan keduanya menahan napas, takut jika satu gerakan yang salah akan membuatnya jatuh dan pecah berkeping-keping.Revan adalah orang pertama yang memecah kontak mata.Ia berdeham pelan, sebuah suara kecil yang terdengar begitu keras di tengah kesunyian. Lalu, ia berbalik dan berjalan ke arah jendela kaca yang besar, memunggungi Alina.Ia menatap kerlip lampu kota Singapura di bawah sana. Sebuah cara untuk membangun kembali dindingnya yang baru saja retak.Alina hanya bisa diam, mengamati punggung pria itu. Punggung yang selalu terlihat tegap dan kokoh, tapi entah kenapa, saat ini terlihat sedikit... berbeda.Apa aku sudah melangkah terlalu jauh?Pikiran itu melintas di benak Alina.Apa aku bar

  • Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin   BAB 21: Aku Menjual Cerita

    Revan berdiri menjulang di hadapannya, tatapannya menuntut, tidak memberikan ruang untuk alasan."Tunjukkan padaku strategimu."Udara di dalam suite mewah itu terasa menipis. Ini adalah momen penentuan. Momen di mana Alina harus membuktikan bahwa klausul yang ia perjuangkan mati-matian semalam bukan hanya gertakan sambal.Alina menarik napas dalam-dalam.Ia menatap tumpukan coretan dan diagram di buku sketsanya. Data, studi kasus, analisis kompetitor. Semua ada di sana. Ia bisa saja menyajikan argumen yang sangat teknis, sangat logis, sangat… Revan.Tapi ia tahu, itu adalah permainan yang tidak akan pernah bisa ia menangkan. Melawan Revan dengan logika adalah seperti mencoba memadamkan api dengan bensin.Maka, ia melakukan sesuatu yang tidak terduga.Ia menutup buku sketsanya. Dengan satu gerakan pelan yang terasa begitu final.Revan mengangkat sebelah alisnya. Sebuah gestur kecil yang menunjukkan ketertarikan.Alina bangkit berdiri, menyejajarkan tatapan matanya dengan pria itu."Str

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status