Share

Bab 6B

Ada rona penyesalan sekaligus kemarahan di wajah Ayah. Mungkin beliau menyesal pernah menjodohkanku dengan pria yang tidak mencintaiku. Tepatnya, belum mencintaiku. 

Dulu ayah sangat yakin, cinta bukanlah modal utama dalam suatu pernikahan. Dan cinta akan tumbuh layaknya tanaman yang harus dipupuk dan disiram. Jika aku bisa selalu menghadirkan kenyamanan buat Mas Bayu, tentu saja, cinta Mas Bayu akan bersemi. 

“Ira hanya mohon Ayah dan Ibu mau merestui rencana Ira,” ujarku. Kuberanikan diri menatap keduanya, bergantian. 

Jika pun ayah dan ibu mau menuntut tanggung jawab orang tua Mas Bayu, tapi lalu apa? Apa aku akan bisa mendapatkan Mas Bayu seutuhnya? 

Aku takut Mas Bayu hanya akan menerimaku sebagai wujud tanggung jawab saja, tapi cintanya bukan untukku.

Aku takut di belakangku Mas Bayu masih mencintai orang lain. Dan aku belum bisa menerima itu untuk saat ini. 

“Fahira, kamu saat ini masih istri Bayu. Kamu harus mendapatkan restu dan ridho darinya kemanapun kamu pergi, agar hidupmu aman dan berkah.” Ibu memberikan nasehat. 

Aku tahu, ibu adalah pribadi yang penurut. Ibu pula yang mengajariku untuk itu. Menurut kepada suami. Bahkan berusaha mencintainya sebelum dia mencintaiku. Aku harus mencintainya dengan tulus tanpa mengharapkan balasan. 

Tetapi, mengingat itu, justru air mataku yang meleleh. 

Apakah aku tidak tulus selama ini? Hingga aku merasa terluka ketika tahu Mas Bayu tidak membalas cintaku? 

“Baik, Ayah, Ibu. Besok sebelum Ira berangkat, Ira akan mohon restu Mas Bayu. Tapi, Ira mohon Ayah dan Ibu mau merahasiakan. Tak perlu memberi tahu pada Mas Bayu kemana Ira pergi. Biar Ira yang akan memberitahukannya sendiri,” pintaku. 

Aku mengatakan ini bukan tanpa alasan. Aku hanya ingin tahu seberapa cinta Mas Bayu terhadapku. Akankah informasi dari ayah dan ibu bahwa aku baik-baik saja sudah cukup. Atau, dia akan mencari informasi yang lain.

Tetapi, meski begitu aku tak mengharap lebih dari nya. Aku tahu, aku bukanlah prioritas baginya. 

Buktinya? Dia tak mengatakan saja yang sebenarnya kepadaku. Termasuk fakta kalau menurut kalender kerjanya dia sebenarnya saat ini sedang cuti, bukan bekerja. Meskipun dia memang tidak bohong. 

Ayah dan Ibu menyetujui permintaanku.

Dua hari di rumah ayah dan ibu. Keduanya memperlakukanku dengan baik. Aku bisa merasakan, ada keprihatinan di wajah mereka tiap kali melihatku. Tapi, aku meyakinkan keduanya kalau aku baik-baik saja. Aku kuat.

Aku melakukan semua ini --sejenak ingin pergi-- hanya karena aku perlu ketenangan untuk menerima takdirku.

Aku tak menolak takdir ini. Tapi, aku hanya butuh waktu. 

Saat ini, aku tak tahu kemana aku harus sembunyi. Jika aku hanya ke rumah ayah dan ibu, tentu saja Mas Bayu akan mudah mencariku dan membujukku kembali. Dan itu bukan yang aku harapkan. 

Aku hanya wanita yang lemah. Aku bukanlah orang yang pandai menuntut hak. Terlebih memang posisiku juga lemah. Aku bukan siapa-siapa yang punya jasa ke Mas Bayu. Tentu saja, dia akan sangat mudah melepaskanku. Dan aku belum siap untuk itu. Belum siap andaikata dia mengucapkan perpisahan itu. Aku butuh waktu. Aku butuh menyiapkan mentalku. 

Hanya satu pilihanku. Pergi ke tempat lain yang tak mudah Mas Bayu menemukanku. 

Tentu saja, sebenarnya dia bisa menemukanku. Apa sih yang tidak bisa saat ini. Tapi, saat ini yang terpenting, dia akan butuh waktu untuk dapat mencariku. 

Biarlah saat dia menemukanku, mentalku sudah siap menerima segalanya. 

***

Setelah memasukkan dua koper besar di counter check in, aku segera melangkah memasuki jalur imigrasi bandara. 

Sebenarnya masih banyak waktu. Penerbanganku masih jam 10 malam. Tapi, aku memilih menunggu di dalam ruang tunggu bandara.

Tak ada sanak saudara atau teman yang mengantarkan kepergianku. Tapi memang inilah pilihanku. Aku memang tak mau meninggalkan jejak kepergianku. 

Sesuai janjiku kepada ayah dan ibu, aku akan pamit pada Mas Bayu, untuk terakhir kalinya. Kutekan nomornya untuk melakukan panggilan video.  Tapi tak diangkat. Mungkin sudah terlalu malam. 

Jam di ruang tunggu bandara sudah menunjukkan pukul 21.00 WIB. 

Sambil menunggu panggilan diangkat, aku memilih membuka laptop. Tanpa aku sadar, aku masuk ke aplikasi biru milik Mas Bayu. Mungkin karena aku beberapa kali menggunakan email dan password-nya sehingga aku tak sadar melakukannya kembali. 

Tiba-tiba tanpa sadar aku membuka story yang ada di aplikasi biru itu. Air mataku hampir luruh saat tak sengaja story milik Nabila terbuka. 

“Saya terima nikah dan kawinnya Nabila Salsabila binti…..”

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Fi Da
q yg baca...ikut nyesek
goodnovel comment avatar
siti fauziah
pergi yg jauh tinggalkan penghianat
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status