Isabella, seorang gadis berprestasi yang selalu dibully di sekolah karena Ibunya bekerja sebagai clenaing service di klub malam. Orang-orang mengira, sang Ibu menjual diri. di sekolah, Bella selalu mendapat pembullyan dari Helena dan Genk-nya. Helena yang mendapat informasi bahwa Sang Papa menjalin affair dengan Ibunda Isabella, menekan dan menyiksanya di sekolah. bukan hanya dengan kata-kata, Bella juga disiksa secara fisik. siapa sangka kalau ternyata mereka bersaudara. masa lalu orang tua mereka akhirnya terungkap. masa lalu yang menyangkut orang-orang berkuasa dalam hidup mereka dulu. kehadiran orang yang membuat Bella nyaman, nyatanya juga hanya sebuah fatamorgana. sanggupkah Helena dan Bella berdamai dengan masa lalu dan saling menerima?
Lihat lebih banyakBUKAN SALAH IBU 32"Kedua putri saya sedang tidur. Mereka berdua shock berat dan belum bisa ditanyai. Tapi mereka sudah menceritakan semuanya, persis sama seperti yang saya ceritakan barusan. Dan dengan rekaman suara ini, saya harap cukup untuk menjerat lelaki itu dengan hukuman seberat-beratnya."Sayup kudengar suara Ayah dari arah ruang depan. Aku membuka mata, dan pandanganku langsung tertuju ke langit-langit ruang tengah. Aku masih tertidur di atas sofa bed, dengan selimut tua yang empuk dan nyaman. Otakku bekerja dengan segera, memilah ingatan, pada apa yang baru saja kami alami. Sebuah peristiwa besar dan mengerikan, yang kuharap hanya terjadi sekali dalam seumur hidupku."Baiklah, Bapak Wisnu. Saya harap anda bisa bekerja sama dengan pihak kepolisian. Jika kedua putri anda sudah bisa diajak berkomunikasi, mereka harus tetap memberi keterangan sendiri tanpa perwakilan. Sebagai saksi utama."Polisi.Aku berusaha bangun, tapi ternyata kepalaku pusing sekali saat diangkat tadi. Ku
BUKAN SALAH IBU 31"Bella, aku … aku … membunuhnya… "Aku tersadar. Masih menggenggam samurai di tanganku, aku menarik Helena keluar. Berdua kami berlari dan masuk ke dalam mobil. Kulemparkan samurai itu ke jok belakang dan secepatnya pergi dari tempat itu. Biarlah, apapun yang terjadi besok, yang penting kami harus pergi dari sini.Aku melarikan mobil secepatnya. Sudah lewat tengah malam, jalanan benar-benar lengang. Di sebelahku, Helena duduk meringkuk, mengangkat kedua kaki dan memeluk lututnya. Dia gemetar, sementara matanya jelalatan kesana kemari."Helen, tenanglah. Kita sudah sampai rumah."Aku memasukkan mobil ke garasi dan langsung menutupnya. Membuka pintu samping, Helena benar-benar seperti orang tak bisa bergerak. Dia shock berat."Helen, adikku, ayo turun."Aku rasanya ingin menangis melihatnya. Tapi, kutahan air mata sekuat tenaga. Dia akan semakin rapuh jjka melihatku menangis."Sudah nggap apa-apa. Orang jahat nggak akan mati dengan mudah. Dia hanya luka. Kakak akan te
BUKAN SALAH IBU 30"Bella, maafkan aku. Tapi sebaiknya, kita kembali seperti dulu saja. Tak usah pura-pura sayang padaku lagi. Bukankah kau sudah berhasil merebut Papa dariku?"Aku terkejut, refleks kupegang bahunya. Adikku yang kemarin manis dan membuatku terus saja membayangkan hal-hal indah yang bisa kami lakukan bersama, tiba-tiba saja berubah. Suaranya sinis dan penuh tekanan, tapi di matanya, aku melihat kesedihan yang mendalam."Apa yang terjadi, Helen?" bisikku dengan suara parau. Membayangkan kami saling membenci seperti dulu lagi terasa menyakitkan di hatiku. Aku sudah terlanjur menyayanginya."Tidak ada. Hanya saja, Eyang benar. Aku tak boleh memihak padamu dan Tante Ana jika itu membuat Mama sakit hati. Bagaimanapun, Mama yang melahirkan aku, bukan Tante Ana.""Helen, tidak ada yang menyuruhmu memihak kami, karena aku tak pernah menganggap kita dua pihak yang berseberangan. Aku dan Ibu, tidak pernah merebut Papa dari Mamamu, pun tidak ingin selamanya berseteru. Dengan Eyan
BUKAN SALAH IBU 29Aku berbalik dan berlari lagi masuk ke dalam rumah. Hati kecilku mengatakan, bahwa aku tak boleh membiarkan saja Mama berdua dengan lelaki itu. Meskipun nanti Bibik ART memergoki mereka, mana mungkin ada yang berani mengusik Mama. Aku saja diusirnya."Mama, berhenti!"Pemandangan yang kusaksikan amat menjijikkan. Di sofa ruang tengah, Mama tengah duduk merapat pada lelaki itu. Bibir keduanya saling menyatu, membuatku langsung membuang muka."Kenapa kamu masuk lagi? Pergilah Helen. Jangan ikut campur urusan Mama!""Tapi aku tak mau Mama seperti ini! Itu dosa, Ma!""Hey, tenang gadis cantik. Aku dan Mamamu akan segera menikah. Sebaiknya kau mulai terbiasa dengan kehadiranku di rumah ini. Namaku Roby.""Tidak! Aku tak sudi lelaki sepertimu menjadi Papaku. Pergilah, atau aku akan telepon security komplek dan melaporkan bahwa ada penyusup di rumah ini!"Aku kalap. Lelaki di depanku ini amat menyebalkan. Dia bicara ingin menikahi Mama tapi matanya melahap tubuhku dengan g
BUKAN SALAH IBU 28"Mama!"Mama duduk terkulai di lantai dengan pecahan botol minuman yang berserakan di mana-mana. Kamar seperti habis terkena angin puting beliung. Kaca meja rias pecah, isinya yang merupakan botol-botol perawatan wajah dan tubuh, juga make up dari brand ternama, bergelimpangan tak berdaya di lantai"Pulang juga kau anak durhaka!" serunya lemah, matanya memicing seolah-olah aku berdiri di depan cahaya."Mama kenapa?"Aku melangkah hati-hati, menghindari setiap pecahan beling. Berjongkok di depan Mama, dapat kucium aroma alkohol yang pekat dari tubuh dan mulutnya."Masih bertanya? Kenapa aku punya anak sebodoh ini, hah?!"Mama menoyor kepalaku dengan gerakan lemah. Aku hanya mampu menghela napas panjang. Kenapa Mama begitu terpukul dengan pernikahan Papa dan Tante Ana? Bukankah selama ini, Mama sendiri yang membuat ulah? Mama yang membuat Papa mantap menceraikannya. Sudah lama aku tahu kalau Mama suka main ke klub malam, tapi baru-baru inilah dia sampai mabuk dan mem
BUKAN SALAH IBU 27Pernikahan itu akhirnya terjadi, tepat di hari ulang tahun Bella yang ke sembilan, dan delapan bulan lagi ulang tahunku dengan angka yang sama. Tanggal lahir kami ternyata sama, tapi berbeda bulan.Pagi itu, di rumah kecil dengan air mancur ikan mas yang membuat hatiku tertambat, aku duduk di sebelah Bella, menatap Papa yang duduk di samping Tante Ana dengan kerudung putih berenda di atas kepala keduanya. Papa tampak gagah, meski beberapa lembar rambut keperakan mulai tampak di sana sini. Sementara Tante Ana, dengan kerudung putih panjangnya, bagai seorang bidadari. Mulai kemarin, Tante Ana memutuskan menggunakan jilbab, dan itu semakin menambah aura wajahnya yang indah."Ayah kita ganteng banget ya."Aku menoleh, menatap gadis yang duduk di sampingku. Kami memakai gaun yang sama, gaun berwarna salem dengan hiasan mutiara. Rambut coklat Bella digelung tinggi di atas kepala, menyisakan helai-helai ikal rambut di pinggirnya. Sementara aku memilih tetap membiarkan ramb
BUKAN SALAH IBU 26PoV HELENARasanya aneh, saat aku melangkahkan kaki meninggalkan rumah kecil yang nyaman dan asri ini. Seakan-akan aku tak rela, seakan-akan, setengah hatiku tertinggal disana."Bagaimana menurutmu tentang Tante Ana dan Bella?"Papa bertanya tanpa melepaskan fokusnya pada jalan raya. Pagi-pagi, Papa menjemputku pulang karena katanya, Mama terus menerornya. Ah, Mama sebetulnya bukan hanya meneror Papa. Puluhan pesan whatsapp-nya masuk ke ponselku dan semuanya bernada sama.(Pulang, Helen! Kau harus menjelaskan semua ini sama Mama!)"Mereka baik," jawabku singkat. Mereka lebih dari sekedar baik, lanjutku dalam hati. Terutama Tante Ana. Bagaimana mungkin dia masih bisa bersiap baik padaku? Anak dari orang yang telah merebut kebahagiaannya. Aku yang beberapa kali pernah mencelakai putri kesayangannya."Apa kau bersungguh-sungguh dengan kata-katamu semalam, Helen?""Yang mana?""Kau benar-benar menginginkan Papa dan Tante Ana menikah?"Aku diam sejenak. Benakku tiba-tiba
BUKAN SALAH IBU 25"Ayah! Tunggu disitu!"Aku berseru saat melihat pintu mobil Ayah terbuka dan beliau hendak langsung keluar, padahal, hujan tak juga mau berhenti. Aku mengembangkan payung besar milik Ibu dan berjalan menyusuri carport. Ayah turun begitu aku tiba dan langsung mengambil alih payung dari tanganku. Berjalan disisi tubuhnya yang tinggi menjulang, aku jadi seperti anak kecil."Helena sakit, demam dan sedang menangis di kamar. Aku ketemu dia di jalan tadi, mobilnya terperosok ke parit."Ayah tampak terkejut. Beliau meletakkan payung di teras dan mengikuti langkahku. Di depan kamar Helena, kami bertemu dengan Ibu yang memegang nampan berisi sup dan teh panas. Ibu tampak ragu untuk masuk karena masih mendengar dia menangis."Mas saja. Bujuk dia supaya makan. Badannya panas sekali, tapi kaki dan tangannya dingin."Ayah mengangguk, mengambil alih nampan dari tangan Ibu dan mengetuk pintu kamar. Kubantu Ayah membuka pintu itu. Ayah masuk dan aku menutupnya lagi dari luar. "Sud
BUKAN SALAH IBU 24Aku keluar dari kampus sore ini saat hari mulai gelap. Ada rapat BEM yang membuatku harus pulang terlambat. Pesan Ibu di telepon, agar aku berhati-hati karena sejak pagi, mendung menggantung di kaki langit. Benar saja, ketika motor melewati gerbang kampus, gerimis turun disertai angin yang cukup kencang. Sungguh sial, aku lupa membawa jas hujan.Aku tak peduli, terus melajukan motor menembus gerimis yang seperti jarum halus karena hanya setengah jam lagi, magrib akan tiba. Ibu pasti cemas menungguku di rumah.Berbelok melewati jalan Sultan Hasanuddin, aku mengambil jalan pintas supaya lebih dekat. Jalan itu sudah diaspal, tak lagi hanya berupa batu-batu seperti dulu, tapi jalannya sempit hingga jarang dilewati kendaraan roda empat. Apalagi di saat menjelang malam seperti ini. Tapi saat ini, aku mengerutkan kening karena dari kejauhan, dua lampu belakang sebuah mobil tampak berkedip-kedip.Apa itu? Aku menambah laju motor, dan terkejut saat melihat sebuah mobil terpe
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.