Meski sudah dijodohkan dengan Amanda, Ryan tetap bersikuku bahwa dia tidak akan mencintai Amanda karena gadis itu bukan tipenya sama sekali dan dia sebenarnya juga tengah menjalin kasih dengan sekertarisnya sendiri yang jauh lebih cantik, Anastasha. Mengetahui perselingkuhan suaminya, Amanda tidak berniat untuk melepaskan Ryan karena ia yakin bisa memperbaiki rumah tangganya. Alhasil, Amanda pun memilih berbagi suaminya dengan simpanan Ryan itu, meski dia menahan amarah dan kecewa. Lalu apakah Amanda mampu merebut hati suaminya atau akankah dia mengalah untuk simpanan Ryan? picture cover by: Natasha Fernandez from pexels.com
View More“Mas, please senyum! Sambut tamu-tamunya dengan ramah. Aku tahu kamu menikah denganku hanya karena perusahaan orang tua kita bersatu, dan kamu juga masih tidak mau membuka hati untukku. Tetapi setidaknya kamu coba, Mas,” ujar Amanda, sang mempelai wanita.
Ryan memutar bola matanya malas, laki-laki itu terlalu jengah mendengar permintaan wanita yang sudah berstatus sebagai istrinya itu. Sudah berulang kali, Ryan mendapatkan teguran untuk senyum pada tamu undangan yang hadir di resepsi pernikahan mereka. Tetapi, Ryan tetap Ryan, laki-laki berusia 28 tahun-an itu benar-benar tak menyunggingkan senyum ramah tamahnya.
“Kamu tidak perlu ngatur-ngatur, Amanda. Kamu sudah tahu kalau aku tidak suka dengan pernikahan ini, jadi please stop menyuruh aku untuk senyum di hari pernikahan yang memuakan ini dan stop menyuruh aku untuk mencoba mencintaimu. Karena aku tidak akan pernah mencintai wanita sepertimu. Dengar itu!” tegas Ryan dengan penuh penekanan pada setiap katanya.
Amanda mengepalkan tangannya, dia lalu meremat gaun pernikahannya yang putih itu, untuk melampiaskan kekesalan dan kekecewaannya.
Bagaimanapun juga, Amanda dan Ryan menikah untuk mempersatukan dua perusahaan besar yakni Marck Corporation milik orang tuan Amanda dan Doui Corporation milik orang tua Ryan yang kini dipimpin Ryan.
Meski Amanda menikahi Ryan karena perjodohan untuk sebuah pengembangan bisnis orang tuanya, tetapi Amanda sudah mencintai Ryan sejak kecil, apalagi ketika semasa kecil Amanda selalu pergi ke rumah Ryan untuk iku orang tuanya rapat.
Cinta Amanda semakin hari semakin tumbuh besar pada Ryan Atmajaya, laki-laki yang sudah menjadi CEO Doui Corporation itu. Siapa juga yang tak jatuh dalam pesona Ryan Atmajaya? Laki-laki itu tampanparipurna, maskulin, tinggi, dan mapan. Dia bahakn menjadi idaman para wanita, dan salah satunya Amanda. Hingga suatu hari ketika Amanda mengetahui bahwa dia akan dijodohkan dengan Ryan, begitu berbahagia hati Amanda, karena dia bisa bersanding dengan laki-laki yang dicintainya.
Namun, sayangnya berbeda dengan Ryan. Ryan malah tak menyukai Amanda, sehingga membuat hati wanita itu sakit. Meskipun begitu dia tetap berpegang untuk membuat Ryan jatuh hati kepadanya.
“Kamu tahu sendiri apa yang dikatakan Ayah dan Ibu kan? Bahwa cinta datang dari kebiasaan?” Amanda berceletuk tanpa menatap Ryan yang tak suka itu.
“Cih!” decih Ryan pelan. “Jangan sok ikut-ikut Ayah dan Ibu kamu! Lagipula siapa juga yang mau jatuh cinta kepadamu? Lihat saja postur tubuhmu? Sama sekali tak berlekuk, wajahmu juga pas-pasan, banyak bekas jerawat. Dan kamu masih mengatakan jika aku akan jatuh cinta kepadamu? Jangan ngarep Amanda! Ngaca dulu! Jelas-jelas kita beda, aku begitu tampan paripurna dan kamu? Dekil!” ujar Ryan dengan remeh.
“Jika bukan karena perjodohan dan jika bukan karena perusahaan, aku tidak akan pernah menerima pernikahan ini. Camkan baik-baik apa yang aku katakan ini!” lanjut Ryan menekan setiap katanya dan membisikannya di telinga Amanda.
Setiap tutur kata Ryan membuat hati Amanda terkoyak, hatinya benar-benar perih ketika dia mendengar semua cacian itu keluar dari mulu laki-laki yang sudah berstatus sebagai suaminya itu. Pelupuknya begitu sesak dengan air mata, dia ingin menangis, dia ingin berteriak, tetapi sayangnya dia tak bisa, apalagi itu adalah hari bahagianya juga hari menyakitkan baginya.
Benak Amanda dipenuhi tanya. Apakah dia seburuk itu? Apakah Ryan sejijik itu kepadanya? Apakah dia tak memang tak pantas bersanding dengan Ryan Atmajaya?
Hati Amanda memang begitu perih dan sakit, tetapi dia berusaha tegar. Dia tak menunduk lagi dan mencoba menetralkan perasaannya yang berkecamuk itu. ‘Kamu harus kuat, Amanda! You strongest girl,’ batin Amanda berusaha menyemangati dirinya.
Setelah hatinya berusaha tenang, Amanda kemudian fokus kembali pada tamu yang memberi dia dan Ryan selamat. Hingga matanya kini tertuju pada wanita dengan dress merah yang begitu molek, seksi sekaligus cantik rupawan itu. Wanita dengan dress merah itu tersenyum kepada mereka, namun sayangnya Amanda menjumpai satu kejanggalan.
‘Dia ternyata tidak tersenyum padaku? Tetapi pada Mas Ryan? Dia siapanya Mas Ryan?’ batin Amanda bertanya-tanya dengan gemuruh.
"Harusnya kamu tidak datang ke kamar, Anjasmara! Kamu membuat semuanya berantakan!" Anasthasya mengeluh kesal. Tangannya bersedekap di dada dan pandangannya dialihkan ke jendela kaca, pemandangan jalanan lebih indah ketimbang Anjasmara yang sedang mengemudikan mobil. "Bukankah sudah aku katakan bahwa aku tidak akan menyerah, Anasthasya? Sudah aku katakan bahwa aku mencintaimu dan aku akan membuktikan ucapanku," pungkas Anjasmara. "Lagipula berulang kali aku katakan bahwa Ryan sudah memiliki istri dan kamu tidak berhak sama sekali mengusik rumah tangga mereka meski kamu masih memiliki perasaan kepada Ryan." Anasthasya tak menimpali. Diamnya Anasthasya menjadi jawaban bagi Anjasmara. Anjasmara tampak kesal dengan hal itu lalu ia memilih menepikan mobil hitam yang dikemudikannya dan hal itu cukup mengejutkan Anasthasya yang ditelan keheningan. "Apa kamu gila? Kita bisa menambrak kalau kamu tidak berhati-hati!" Anasthasya menaikkan oktaf suaranya dan tatapannya kian tajam kepada Anjas
"Ryan, Sayang? Bagaimana keadaanmu? Sudah lebih baik?" Anasthasya melontarkan pertanyaannya setelah ia duduk di tepi ranjang. Perlahan diusapnya surai legam Ryan. "Ba-Bagaimana kamu bisa di sini, Anasthasya? Di mana Amanda?" Ryan tampak terkejut dengan keberadaan Anasthasya.Wajah Anasthasya seketika kusut usai mendengar pertanyaan dari Ryan itu. "Kamu tidak suka kalau aku datang ke sini? Kamu bahagia sama Amanda?"Ryan menyandarkan tubuhnya pada bantalan ranjang. Lalu menggenggam tangan Anasthasya. "Bukan seperti itu maksudku, Anasthasya. Aku hanya terkejut saja karena kamu datang tiba-tiba. Kenapa tidak memberitahuku dahulu?" "Aku sudah meneleponmu dan Amanda yang mengangkatnya. Aku mendengar kamu sakit jadi aku ke sini," jelasnya. Ryan tersenyum manis lalu perlahan diusapnya pipi Anasthasya. "Aku sudah lebih baik, Anasthasya. Kamu tenang saja," pungkas Ryan. "Kalau begitu sebaiknya kamu kembali ke apartmen bersamaku, Ryan. Aku merindukanmu," ujar Anasthasya dan tanpa permisi
Amanda membereskan beberapa barang-barang yang ada di meja Ryan. Perhatian Amanda teralihkan pada ponsel Ryan yang tidak henti bergetar. Dilihatnya nama Anasthasya terpampang jelas di layar. Amanda mendengus kesal dan diketahuinya bahwa perempuan itu rupanya telah menelepon Ryan berulang-ulang kali. Tidak hanya itu, pesan demi pesan yang Anasthasya kirimkan juga lebih dari sepuluh. "Apa-apaan dia?" Amanda berdecak kesal. Amanda lantas segera mengangkat panggilan suara itu dan dengan kesalnya ia segera menyahut tanpa menunggu Anasthasya berucap. "Untuk apa kamu menelepon suamiku?" Amanda berbicara dengan lantang. Ia sama sekali tidak takut. Ia bukan lagi Amanda yang lemah. Ia bukan lagi Amanda yang mudah ditindas. Amanda kini seseorang yang tegas dan tegar. ["Huh? Dia hanya suamimu, Amanda. Tetapi, dia mencintaiku. Apa kamu kurang jelas mengetahui cinta Ryan yang jelas-jelas hanya untukku?"] Anasthasya berucap tanpa rasa takut sedikitpun. ["Sudahlah aku menelepon bukan untuk berce
Amanda mengetuk pintu pintu ruang kerja Ryan. Tetapi tak ada sahutan sedikitpun dari Ryan yang ada di dalam. Alhasil, Amanda memutuskan untuk masuk ke dalam ruang kerja Ryan tanpa menunggu sahutan dari si pemilik ruangan. Ia dapati Ryan sedang terlelap di depan laptopnya, di meja sampingnya terdapat dua gelas sisa kopi. Amanda menggelengkan kepalanya lirih. "Pasti begadang lagi," gumam Amanda. Sudah dua hari Ryan banyak menghabiskan waktu di ruangan dan begadang untuk menuntaskan pekerjaannya. Sebenarnya, Amanda iba dengan Ryan dan ia pernah menawarkan bantuan kepada Ryan tetapi ditolak begitu saja. Amanda membangunkan Ryan dengan menggoyangkan lengan pria itu. Tetapi ketika Amanda menyentuh lengan Ryan, suhu Ryan ternyata sangat amat tinggi. "Astaga, Mas! Kamu demam sekali," ujar Amanda sembari menempelkan tangannya pada kening Ryan. Amanda merasa kasihan dengan Ryan dan segera dibangunkannya Ryan yang masih lelap itu. "Mas! Mas ayo pindah ke kamar dulu. Kamu demam, aku akan k
Anasthasya mondar-mandir di kediaman pribadinya. Sesekali ia melirik ponselnya dan tak ada satu pun pesan dari Ryan. Pria itu pun tak meneleponnya. Entah mengapa Ryan tidak menghubunginya sama sekali. Apakah Ryan terlalu bahagia bersama istrinya itu? Apakah Ryan mulai jatuh hati kepada istri sahnya ketimbang Anasthasya, yang notabenenya adalah kekasih sejak dulu? Anasthasya merutuk kesal. Ia kembali ke tepi ranjang dan melemparkan guling juga bantalnya. "Awas kalau kamu berpaling dariku, Ryan!" ucap Anasthasya kesal. Anasthasya kembali menatap ponselnya dan masih tak ada satupun balasan. Ia akhirnya berusaha menghubungi Ryan, tetapi ponsel pria itu malah tidak aktif. "Sialan!" Lagi-lagi Anasthasya mengumpat kesal dan melemparkan ponselnya sendiri ke atas ranjang.Ia lantas bangkit dari ranjang dan berniat keluar dari kamarnya yang sudah temaram itu. Namun, langkah Anasthasya berhenti setelah ponselnya bergetar. Ia pun terburu-buru kembali ke tepi ranjang dan menyambar ponselnya berh
Amanda menyiapkan bakso yang telah ia beli bersama dengan Joan sesaat lalu dan ia berikan kepada Ryan. Amanda juga menyiapkan satu mangkok bakso lagi untuknya. "Ayo Mas, dimkan dulu baksonya! Mumpung masih hangat," ujar Amanda.Ryan tak menimpali dan tak berkutik. Pria itu masih berkutat dengan pekerjannya. Sesekali Ryan memijit kepalanya gusar. Ryan bukan hanya gusar perihal pekerjaannya yang menumpuk tetapi juga rasa aneh yang menjalar di dadanya, rasa kesal dan tak suka ketika melihat Amanda bersama dengan Joan. Kekesalannya laksana api yang mampu membakar kayu kapanpun ia mau. Ryan menutup laptopnya kesal. Ia meneguk air mineralnya kesal. Ingatannya kembali jatuh ketika mendengar Amanda tertawa bahagia bersama Joan. Keberadaannya bahkan tak dianggap saat itu juga. Apakah seperti itu rasanya diabaikan dan terabaikan? "Mas?" Suara Amanda kembali menyapa indera pendengaran Ryan, menggugah lamunannya. Ryan hanya berdehem sejenak dan menatap Amanda yang sudah menyantap baksonya. Ama
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments