CEO Amnesia Mencari Cinta Yang Hilang

CEO Amnesia Mencari Cinta Yang Hilang

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-21
Oleh:  AnprarOn going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
2 Peringkat. 2 Ulasan-ulasan
46Bab
179Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

"Aku tidak tahu siapa kau," kata-kata itu menghancurkan dunia Eliza Valentina dalam sekejap. Satu kecelakaan menghapus semua—kehidupan sempurna, cinta yang membara, dan masa depan yang telah direncanakan. Damian Lesmana, CEO muda yang dulu menggenggam dunia di tangannya, kini tak lebih dari cangkang kosong dengan tatapan dingin yang tak mengenali wanita yang pernah ia bersumpah untuk mencintai selamanya. Eliza bersumpah: cinta mereka terlalu berharga untuk dilupakan. Namun, perjalanan mengembalikan ingatan Damian berubah menjadi pertarungan hidup dan mati saat dua bayangan dari masa lalu muncul—Vianna, mantan asisten dengan dendam mematikan, dan Dani Sasongko, mantan kekasih Eliza yang tak pernah benar-benar melepaskannya. Bersama, mereka melihat amnesia Damian sebagai kesempatan sempurna untuk merebut semua yang mereka inginkan: perusahaan, kekuasaan, dan cinta. Setiap kenangan yang kembali adalah kemenangan. Setiap sentuhan yang ditolak adalah luka baru. Di tengah perang psikologis yang mempertaruhkan masa depan perusahaan dan hati yang nyaris remuk, Eliza harus melawan waktu dan manipulasi untuk membuktikan bahwa cinta sejati bukan hanya dapat bertahan—tapi mampu terlahir kembali dari ketiadaan. Dalam bayang-bayang ingatan yang hilang dan pertarungan melawan mereka yang tak segan menghancurkan segalanya, akankah cinta sejati mampu menemukan jalannya kembali—atau akan selamanya terkubur dalam kegelapan amnesia dan pengkhianatan?

Lihat lebih banyak

Bab 1

Bab 1: Terbangun dalam Kebingungan

Putih. Semua putih. Terlalu putih hingga menyakitkan.

Damian Lesmana mengerjapkan mata, berusaha memfokuskan pandangannya yang kabur. Kepalanya berdenyut-denyut seperti dipukul palu tak kasat mata. Rasa sakit tajam menjalar dari pelipis kanan hingga ke belakang kepalanya, membuatnya hampir tidak bisa berpikir.

"Dia sadar! Ya Tuhan, Damian, kau sadar!" Suara seorang wanita memecah keheningan.

Damian mencoba bergerak, tapi seluruh tubuhnya terasa berat. Jarum infus terpasang di punggung tangannya, menjalarkan cairan dingin ke dalam pembuluh darahnya. Monitor detak jantung berbunyi monoton di samping tempat tidurnya. Bau antiseptik yang kuat menyengat hidungnya.

Rumah sakit. Dia berada di rumah sakit.

Wanita itu mencondongkan tubuhnya ke arah Damian, air mata mengalir di pipinya yang pucat. Rambutnya hitam panjang bergelombang, tidak tertata rapi seperti orang yang sudah beberapa hari tidak tidur. Matanya besar berwarna cokelat madu, kini memerah dan bengkak. Wajahnya menampakkan kelegaan luar biasa.

"Syukurlah... syukurlah kau kembali," bisiknya, menggenggam tangan Damian dengan jemarinya yang bergetar.

Damian menatapnya dengan dahi berkerut. Semakin dia memandang wajah wanita ini, semakin kebingungan melandanya. Dia tidak mengenal wanita ini. Sama sekali tidak.

"Si... siapa kau?" Damian akhirnya bertanya, suaranya serak dan kering setelah tidak digunakan entah berapa lama.

Wanita itu membeku. Senyum di wajahnya perlahan pudar, digantikan ekspresi bingung.

"Damian, ini aku. Eliza." Wanita itu—Eliza—menjawab dengan nada yang seolah berusaha meyakinkan bahwa ini hanya lelucon.

Damian menggeleng perlahan, setiap gerakan menimbulkan rasa sakit yang menyengat. "Maaf, tapi aku tidak mengenalmu."

Wajah Eliza memucat seketika. Dia mundur satu langkah, seolah baru saja ditampar.

"Kau... tidak ingat aku?"

"Seharusnya aku mengenalmu?" Damian bertanya, kini mulai curiga. Instingnya sebagai CEO yang waspada langsung aktif. Apakah wanita ini mencoba memanfaatkannya? Mengklaim hubungan yang tidak ada?

"Damian, kita... kita bertunangan." Eliza mengangkat tangan kirinya, menunjukkan cincin dengan berlian besar yang berkilau di jari manisnya. "Kita akan menikah tiga bulan lagi."

Pertunangan? Pernikahan? Damian merasa seolah lantai di bawahnya runtuh. Tidak mungkin. Dia pasti akan ingat jika memiliki tunangan. Memori terakhirnya yang jelas adalah bekerja di kantornya, merencanakan ekspansi LTI ke Asia Tenggara. Dia masih single, terlalu sibuk dengan perusahaannya untuk menjalin hubungan serius.

"Aku tidak bertunangan dengan siapapun," Damian berkata tegas, menarik tangannya dari genggaman Eliza. "Aku bahkan tidak mengenalmu. Bagaimana mungkin kita akan menikah?"

Air mata mulai mengalir lagi di pipi Eliza. Kali ini bukan air mata bahagia, melainkan kepanikan dan kesedihan yang mendalam.

"Aku... aku akan memanggil dokter," ucapnya dengan suara bergetar, bergegas keluar dari ruangan.

Begitu sendirian, Damian berusaha bangun, tapi rasa sakit di kepalanya meningkat sepuluh kali lipat. Dia mengamati ruangan VIP rumah sakit yang ditempatinya. Ada buket bunga besar di meja, kartu-kartu ucapan cepat sembuh, dan... foto. Foto dirinya dengan wanita bernama Eliza tadi. Mereka berdua tersenyum lebar, dengan latar belakang pantai di senja hari. Damian memegang foto itu dengan tangan gemetar.

Itu jelas dirinya. Tapi dia tidak memiliki ingatan apapun tentang momen ini.

Pintu terbuka, dan seorang dokter berjas putih masuk bersama Eliza yang masih terisak. Dokter itu berusia sekitar tiga puluhan, dengan kacamata dan wajah ramah namun serius.

"Damian, aku Dr. Adrian Wijaya. Kau ingat aku? Kita berteman sejak kuliah di Harvard."

Damian menggeleng pelan. "Maaf, tidak."

Dr. Adrian mencatat sesuatu di clipboardnya, ekspresinya semakin serius. "Damian, kau mengalami kecelakaan pesawat saat pulang dari Singapura dua minggu lalu. Jet pribadimu mengalami turbulensi hebat saat mendarat. Kau terbentur kepala dan koma selama 14 hari."

Damian mencoba mencerna informasi ini. Kecelakaan? Dua minggu koma? Tapi kenapa dia tidak bisa mengingat wanita ini?

"Tanggal berapa sekarang?" tanya Damian.

"22 Mei 2023," jawab Dr. Adrian.

Damian merasa seperti disiram air es. "Tidak mungkin. Seharusnya masih 2020."

Eliza menutupi mulutnya dengan tangan, matanya melebar ketakutan. Dr. Adrian menghela napas panjang.

"Aku perlu melakukan beberapa tes lagi, tapi Damian, aku mencurigai kau mengalami amnesia retrograde. Kau kehilangan ingatan dari periode waktu tertentu di masa lalumu."

"Berapa... berapa lama?" Damian bertanya, suaranya nyaris tak terdengar.

"Berdasarkan apa yang kau katakan, sekitar tiga tahun," jawab Dr. Adrian dengan nada profesional, meski matanya menunjukkan keprihatinan mendalam.

Tiga tahun. Tiga tahun hidupnya hilang.

Damian menatap Eliza yang berdiri gemetar di samping tempat tidurnya. Wanita yang mengaku sebagai tunangannya. Wanita yang sama sekali asing baginya.

"Aku minta maaf," kata Damian dengan nada dingin, "tapi aku tidak mengenalmu. Dan aku tidak percaya kita bertunangan."

Keterkejutan muncul di wajah Eliza, diikuti rasa sakit yang tak terucapkan. Air mata menggenang di matanya, tapi dia tidak membalas. Dr. Adrian melirik monitor detak jantung yang mulai menunjukkan peningkatan.

"Eliza, mungkin kau bisa tunggu di luar sebentar? Aku perlu memeriksa Damian lebih lanjut," pinta Dr. Adrian dengan lembut.

Eliza mengangguk lemah, melirik sekali lagi ke arah Damian sebelum berjalan keluar ruangan.

Begitu pintu tertutup, Damian mencengkeram lengan Dr. Adrian.

"Katakan padaku yang sebenarnya," desak Damian, matanya penuh kecurigaan. "Siapa wanita itu? Apa dia benar-benar tunanganku?"

Dr. Adrian menatap Damian dengan ekspresi yang tidak bisa dibaca. "Dia Eliza Valentina, seorang desainer grafis berbakat. Dan ya, Damian, kalian sudah bertunangan selama enam bulan. Aku hadir saat kau melamarnya di restoran Altitude."

Damian menggeleng frustasi. "Tidak mungkin. Aku tidak pernah jatuh cinta. Aku tidak punya waktu untuk itu."

Dr. Adrian mengeluarkan ponsel dari sakunya dan membuka galeri foto. "Lihat ini."

Dia menyodorkan ponsel yang menampilkan selusin foto Damian dan Eliza dalam berbagai kesempatan: pesta perusahaan, liburan, acara formal, dan momen-momen kasual di rumah. Semuanya terlihat nyata. Dan di setiap foto, Damian terlihat lebih bahagia dari yang pernah dia ingat.

"Aku... tidak ingat semua ini," bisik Damian, tiba-tiba merasa seperti penyusup dalam hidupnya sendiri.

"Damian," kata Dr. Adrian serius, "ada sesuatu yang aneh dengan pola amnesiamu. Ini bukan seperti amnesia retrograde biasa akibat trauma kepala." Dia menatap hasil scan yang terpasang di dinding. "Ada sesuatu yang tidak beres, dan aku berjanji akan mencari tahu apa itu."

Di luar ruangan, tanpa sepengetahuan mereka, Eliza bersandar di dinding, air mata mengalir diam-diam di pipinya. Sementara di ujung koridor yang sama, seorang wanita anggun berambut hitam lurus dengan setelan formal sempurna mengamati situasi dengan senyum kecil tersembunyi. Vianna Darmawan, mantan asisten eksekutif Damian, memperbaiki blazernya dan berjalan menuju lift, menggenggam ponselnya dengan erat.

Semuanya berjalan sesuai rencana.

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

default avatar
giwezbe0qd
Teruskan kak, semangat terus ya. ganbatte
2025-04-07 18:02:07
0
user avatar
Anprar
seru banget ceritanya ya tuhan
2025-04-07 17:57:22
0
46 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status