Share

Bab 12

Author: Mariahlia
last update Last Updated: 2024-10-03 14:47:56
"Nisa mana Bu?" Tanya Doni yang baru saja pulang entah darimana itu.

Mirna langsung mendengus, tangannya sibuk melipat baju yang baru saja di angkatnya dari jemuran, biasanya Nisa, tapi karena Nisa tidak ada dirinya harus apa-apa sendiri. Sudah minta tolong sama Kemuning, tapi anak gadisnya itu mana mau di suruh-suruh oleh Mirna. Sudah hampir sore saja, Kemuning masih asik tertidur di dalam kamarnya, dan Mirna juga sama sekali tidak menegurnya. Mirna malah menyalahkan Nisa yang tidak becus.

"Istri kamu itu manja banget, sakit perut mulas kayak begitu aja udah caper minta anter sama si Sira ke rumah sakit. Ck, lebay banget kan? Ibu sudah bilang sama kamu sebelumnya Don! Jangan hamil, lihatlah kalau orang miskin hamil, pasti manjanya enggak ketulungan kayak begini" ucap Mirna.

Doni tersentak, matanya menatap lekat wajah sang ibu. "Nisa masuk rumah klinik?"

"Ya! Dia caper! Biar di kiranya dia yang paling tersakiti. Terserah, ibu juga enggak peduli. Tadi si Sira datang kasih tau ko
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Cacian Keluarga SuamiKu    S2 bab 55

    Ting Ting Ting Suara notifikasi pesan masuk, membuat Arthayasa yang sedang tiduran di ranjangnya menoleh. Pria tampan itu melirik sekilas, lalu mendesah kasar. Tangannya terkepal sempurna. Ia tau siapa yang mengiriminya pesan beruntun itu. Ia memejamkan kedua bola matanya, lalu menghela nafasnya kasar. Tangannya mengambil ponselnya, lalu membuka pesan itu. Darma Wijaya..|Kamu bahkan tidak lupa dengan janji yang kita buat||Jangan melewati batas kamu, Arthayasa! Kamu bahkan tau siapa saya!||Ingat! Tetap jauhi putri saya!|Arthayasa mendesah, matanya meredup. "Maafkan aku, Ayudia..." * Senja di desa selalu datang lebih cepat dibandingkan di kota. Saat warna jingga mulai menguasai langit, suasana berubah tenang, bahkan terlalu tenang. Ayudia menatap keluar dari jendela kamarnya, mencoba merangkai semua puzzle di kepalanya tentang Arthayasa. Arthayasa… Nama itu terus berputar-putar di kepalanya, menolak pergi. Sejak pertama kali pria itu masuk ke kantor ayahnya di kota, ia

  • Cacian Keluarga SuamiKu    S2 bab 54

    Senja turun perlahan, membawa aroma khas desa—paduan wangi jerami basah dan asap dapur kayu bakar. Burung-burung kecil mulai pulang ke sarang, dan suara jangkrik sudah terdengar di sela-sela rumput. Dari teras rumah nenek, Ayudia menatap ke arah sawah yang mulai sepi. Siluet Arthayasa masih ada di sana, berdiri sendirian di pematang, menatap langit jingga dengan raut yang sulit ditebak. Ia menggigit bibir. Ada dorongan aneh dalam dirinya—ingin tahu apa yang dipikirkan pria itu. Ingin tahu mengapa wajahnya selalu terlihat begitu… berat. “Kenapa kamu kayak bawa beban dunia, sih, Thaya?” gumamnya lirih. “Ayu.” Suara nenek mengejutkannya. Ayudia menoleh cepat, mendapati nenek berdiri di ambang pintu sambil membawa secangkir teh. “Jangan sering-sering ke sawah kalau cuma buat liatin anak itu.” “Aduh, Nek… aku nggak liatin dia kok,” Ayudia buru-buru menepis, meski pipinya memanas. Nenek menghela napas, duduk di sebelahnya. “Desa ini kecil, Nak. Kalau kamu sama Arthayasa sering keliha

  • Cacian Keluarga SuamiKu    S2 bab 53

    Pagi di desa itu kembali menyapa dengan cahayanya yang keemasan. Embun masih menggantung di ujung daun padi, menambah keindahan hamparan hijau yang kini mulai menguning. Ayudia berdiri di teras rumah nenek, menggigit bibir sambil menatap ke arah sawah yang kemarin sempat membuatnya jatuh. Celana panjang putihnya yang masih bernoda lumpur sudah dicuci bersih, tapi rasa malu kemarin masih terasa menempel di pipinya."Gosip bodoh… orang-orang itu memang nggak ada kerjaan selain ngomongin orang," gerutunya dalam hati.Namun sebenarnya, ada sesuatu yang membuatnya tidak tenang—wajah Arthayasa. Dingin, datar, tapi diam-diam selalu ada di kepalanya. Ia ingat betapa hangatnya tangan pria itu saat menolongnya kemarin, meski hanya sebentar."Ah, Ayu… kenapa sih mikirin orang kayak dia?!" Ia menepuk-nepuk pipinya sendiri, mencoba mengusir bayangan itu.Tapi seperti biasa, rasa penasarannya menang. Ia ingin ke sawah lagi. Ingin belajar lebih banyak. Dan—meski tidak mau mengakuinya—ingin bertemu A

  • Cacian Keluarga SuamiKu    S2 bab 52

    Pagi berikutnya, ayam jago nenek berkokok lebih keras dari biasanya, seolah sengaja mengganggu tidur Ayudia. Gadis itu menggeliat malas di ranjang, menarik selimut sampai ke kepala. “Aduh… ini kenapa jam segini udah ribut banget…” gumamnya sambil menutup telinga.Namun nenek tak memberi kesempatan ia bermalas-malasan. “Ayu! Bangun! Kalau mau ikut ke sawah, sekarang waktunya. Nanti kesiangan.”Ayudia mendesah. “Ke sawah? Nek, panas lho…”“Belajar itu jangan setengah-setengah. Kamu kan kemarin sudah mulai belajar metik daun singkong, sekarang coba ikut nenek ke sawah. Lihat padi yang mau dipanen.”"Sudahlah nek, biarkan saja dia. Dia itu memang pemalas! Jangan suruh-suruh dia. Biar saja dia tidur. Atau tidak nenek suruh pulang saja dia ke kota!" Teriak Arthayasa, suaranya menggelegar di penjuru rumah itu. Nenek geleng-geleng kepala, ia tau cucunya tidak benar-benar ingin mengatakannya. Ayudia mengerucutkan bibir. Ia tidak terbiasa dengan pekerjaan desa, tapi rasa penasaran membuatnya

  • Cacian Keluarga SuamiKu    S2 bab 51

    "Nek, saya mau jalan-jalan sebentar ya nek." Ayudia pamit pada nenek yang sedang duduk di depan dipan.Nenek tersenyum, menganggukkan kepalanya. "Iya nak, silahkan, tapi jangan lama-lama pulangnya ya?""Iya nek."Ia lalu berjalan menuju ke rumah tetangga, walaupun matahari masih terik, tapi ia entah mengapa ingin pergi ke rumah Bu Rini. Dan setelah sampai di sana, ia di sambut oleh wanita itu, dan di ajarkan memetik daun singkong.Sampai beberapa jam kemudian. Langit sore itu berwarna keemasan, menumpahkan cahaya hangat ke permukaan sawah yang sudah mulai mengering. Angin mengibaskan ujung rambut panjang Ayudia ketika ia berjalan menyusuri jalan setapak berdebu, membawa keranjang kecil berisi daun singkong hasil dari belajar tadi siang di warung Bu Rini. Ia merasa sedikit lega, setidaknya kini ia tidak hanya menjadi bahan gosip, tapi juga mulai diterima—walau sedikit. Namun, langkahnya terhenti ketika dari kejauhan ia melihat tiga pemuda desa nongkrong di bawah pohon jati dekat ti

  • Cacian Keluarga SuamiKu    S2 bab 50

    Ayudia sedang duduk di teras belakang rumah nenek ketika suara-suara khas ibu-ibu desa mulai terdengar dari arah jalan kecil yang membelah sawah. Suara ketawa cekikikan, diselingi bisik-bisik tajam seperti jarum menusuk hati. Ia tidak perlu mengintip pun tahu, pembicaraan itu pasti tentang dirinya. “Udah kayak sinetron itu lho, Mbak kota datang nyari jodoh desa, tapi cowoknya kayak batu es,” bisik Bu Samirah pada Bu Murni, sambil melirik tajam ke arah rumah nenek Ayudia. “Ya Allah, padahal anak-anak kita aja kalau disuruh cuci piring masih mending, lha itu, boro-boro,” sahut Bu Murni yang memang hobi ‘menyelidiki’ orang baru. Ayudia menarik napas panjang. “Astaga... baru juga beberapa hari di sini, gosipnya udah kayak wartawan infotainment,” gumamnya kesal. Namun suara-suara itu makin jelas ketika para ibu-ibu itu berhenti tepat di depan pagar rumah nenek. “Pagi, mbak! Wah, cantik banget bajunya hari ini. Pasti buat ketemu mas Arthayasa, ya?” seru Bu Marni, pura-pura ramah tapi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status