#sequeldukacita Dua kali menikah dan dua kali bercerai, membuat Cita mengubah seluruh prioritas hidupnya hanya untuk keluarga dan perusahaan. Semua rasa sakit yang telah dialaminya di masa lalu, telah membuat hati Cita membeku dan enggan menjalin hubungan dengan pria mana pun. Untuk itulah, Cita masih saja betah berada di kursi roda dan menutupi kesembuhannya dari orang luar. Dengan begitu, lebih mudah baginya bersikap apatis dan menolak perasaan dari siapa pun.
View MoreâSampai kapan, kamu mau terus-terusan di kursi roda?â
Cita mengerucutkan bibir dan mengendik menanggapi Sandra. Entah sudah berapa kali Cita mendengar sang mami mengucapkan hal tersebut, tetapi ia tetap pada pendiriannya. Cita tidak ingin orang-orang tahu, dirinya sudah bisa berjalan kembali seperti semula.
Bahkan, saat Cita terpaksa menginjakkan kaki kembali ke Jakarta, ia masih tetap konsisten dengan pendiriannya.
âKamu itu masih muda, Cita,â lanjut Sandra sambil terus mengetikkan sesuatu pada layar ponselnya. âKamu nggak akan bisa menikmati hidup, kalau terus-terusan keras kepala seperti sekarang.â
Cita memalingkan wajah. Melihat deretan gedung pencakar langit yang semakin banyak dan beragam di Jakarta. Hampir dua tahun lamanya, Cita meninggalkan tempat kelahirannya dan akhirnya hari ini ia kembali. Jika saja Harry tidak jatuh sakit dalam kunjungannya ke Jakarta dan masuk rumah sakit, Cita pasti tidak akan mau kembali ke kota yang mengingatkannya dengan masa lalu.
Pandu âŠ
Arya âŠ
Kedua pria itu, telah menoreh luka yang tidak akan pernah Cita lupakan.
âMami.â Cita akhirnya berbalik, lalu berjalan menghampiri Harry yang berbaring di ranjang pasien. âPapa lagi sakit, tapi Mami terus aja ngomel-ngomel dari tadi.â
Sandra menghela. Meletakkan ponselnya di samping tangan Harry dan menatap putrinya. âSayang, kamu berhak bahagia, jadi buang kursi roda itu dan jalani hidupmu seperti orang-orang di luar sana.â
âPapa setuju dengan Mami.â Dengan napas beratnya, Harry akhirnya berkomentar. âApa untungnya kamu ngotot ada di kursi roda dan tetap pura-pura lumpuh seperti sekarang? Andai keluarga Pandu atau Arya tahuââ
âPapa nggak tahu rasanya jadi aku.â Cita berbalik dan kembali berdiri di samping jendela kaca kamar VVIP, yang ditempati Harry. âAku mau keluarga Atmawijaya tetap ngerasa bersalah seumur hidupnya. Begitu juga dengan Arya.â
Sandra menggenggam tangan Harry dan menggeleng pelan. Sejak berpisah dengan Arya, Cita semakin keras kepala. Fisik putrinya memang sudah pulih seperti dahulu kala, tetapi untuk mental serta sifat, Cita berubah 180 derajat. Terlebih lagi, saat Cita memutuskan untuk tidak lagi melakukan konseling dengan psikolognya.
Semua benar-benar berubah.
âDan apa untungnya buat kamu?â Harry melempar pertanyaan untuk mendebat putrinya. âSekarang Papa tanya lagi, apa kamu bahagia dengan masih pura-pura lumpuh seperti sekarang?â
âYa!â Cita berseru dan berbalik. Ia kembali menduduki kursi rodanya, guna menunjukkan kesungguhannya. âAku bahagia, Pa! Aku bahagia, waktu dengar orang-orang itu masih ngerasa bersalah dengan semua yang sudah terjadi. Seenggaknya, masih ada orang di keluarga mereka yang menanggung beban dan rasa bersalah itu seumur hidupnya!â
Sandra menarik napas dan sudah tidak bisa berkata-kata atas sikap putrinya. Sandra memang tidak bisa menyalahkan Cita, karena cobaan yang dialami putrinya sungguh luar biasa. Bukan hanya Cita yang belum bisa memaafkan keluarga Atmawijaya, serta Arya, tetapi Sandra pun sama.
Andai saja waktu bisa diulang, Sandra pasti akan menentang perjodohan yang dilakukan oleh Harry kala itu. Karena dari situlah, semua masalah tercipta.
âSampai kapan?â Sebenarnya, Harry cukup lelah dan ingin beristirahat. Namun, melihat putrinya yang masih saja keras kepala, sepertinya Harry harus mencari jalan keluar secepatnya. Jika tidak, Cita akan terpuruk dalam kebencian semakin dalam. âPercaya sama Papa, hidupmu nggak akan pernah tenang kalau terus-terusan memendam kebencian.â
âCita, kita bisa konseling lagi,â timpal Sandra menginginkan putrinya yang dahulu kembali lagi. Sandra benar-benar merindukan Cita yang dulu. Cita yang menyenangkan dan selalu ceria dalam kondisi apa pun. âKita bisaââ
âAku nggak mau, Mi,â tolak Cita tegas. âMau ratusan kali datang ke psikolog juga percuma, karena aku memang nggak ada niat untuk berubah. Aku benci! Aku sakit hati! Dan mereka juga harus âŠâ
Napas Cita tiba-tiba memburu dan ia tidak sanggup meneruskan kalimatnya. Semua bayang luka di masa lalu kembali berkelebat di kepala dan tangisnya mendadak pecah. Berawal dari pemerk0saan, penculikan, kecelakaan, keguguran, sampai pengkhianatan yang pernah dialami Cita, tiba-tiba saja berputar di ingatan.
Emosi Cita yang masih tidak stabil itulah, yang terkadang membuatnya tidak mampu mengendalikan diri.
âSayang!â Sandra buru-buru berdiri menghampiri putrinya. Ia berlutut di depan Cita, lalu membawa gadis itu ke dalam pelukan. âBerdamailah dengan dirimu sendiri, Cita. Rasa benci yang kamu bawa selama ini, nggak akan ada gunanya. Karena orang yang paling sakit, itu adalah kamu sendiri.â
Cita terus saja menangis, karena dadanya terlampau sesak, penuh dengan kebencian. Bagaimana bisa berdamai, bila luka yang mengendap sudah terlalu banyak dan menumpuk?
Memaafkan memang sangat mudah diucapkan. Bahkan, Cita bisa mengatakan hingga ribuan kali. Akan tetapi, luka yang sudah tertoreh tidak akan bisa terlupakan begitu saja.
âDadaku sakit, Mi,â rintih Cita di pelukan Sandra. âSakiiit.â
âSayââ
âAku punya salah apa sama mereka, Mi? Salahku apaaa âŠâ
Karma âŠ
Bagi Sandra, luka yang dialami putrinya adalah sebuah hukuman yang juga harus ia terima. Tidak ada yang bisa Sandra lakukan, kecuali pasrah dan terus berdoa untuk kebahagiaan Cita di masa depan. Andai bisa, biar Sandra sajalah yang menanggung semua rasa sakit itu untuk Cita. Biarlah Sandra saja yang menanggung beban yang dipikul putrinya.
âMaafkan, Cita.â Air mata Sandra pun mulai berlinang. Sambil mengusap punggung Cita, Sandra berkata, âMaafkan mereka semua dan lanjutkan hidupmu, Sayang. Karena kebencian, cuma bisa membunuhmu. Dan Mami nggak mau, kamuââ
âNggak bisa âŠâ isak Cita tetap dengan keras kepalanya. âAku nggak mau âŠâ
âSayang.â Sandra melepas rangkulannya, lalu menyangga wajah basah Cita. Dengan perlahan, Sandra mengusap linangan air mata yang masih berada di wajah putrinya. âKamu sama aja menyiksa dirimu sendiri, kalau terus-terusan seââ
âPermisi âŠâ
Suara yang selalu terdengar riang itu, membuat Cita mengusap wajahnya hingga berkali-kali. âKak Kasih ke siââ
âCita!â Kasih menutup pintu dan segera menghampiri adiknya, sembari menggigit bibir bawahnya. Saat melihat wajah sembab Cita, Kasih pun menatap Harry dan menggeleng. Ia bingung, karena situasi saat ini benar-benar di luar dugaan.
âKenapa, Kas?â tanya Harry curiga melihat ekspresi putrinya yang resah, setelah terkejut melihat Cita ada di Jakarta.
âAku nggak tahu kalau Cita datang.â Kasih hanya memberi anggukan kecil pada Sandra. âAku kira cuma tante Sandra doang, Pa.â
âMemangnya ⊠ada apa, Kas?â Sandra yang sudah beranjak dari hadapan Cita, kembali duduk di samping Harry.
âDi luar âŠâ Kasih menatap Cita dengan serba salah. Ia sempat mengira, Cita tidak akan datang ke Jakarta karena kondisinya yang masih di kursi roda. Namun, dugaan Kasih ternyata salah.
âDi luar kenapa?â tanya Harry.
âDi luar ada âŠâ Kasih menggeleng menatap Harry. âArya âŠ
~~~~~~~~~~~~~Akhirnya ~~ kita ketemu lagi sama Cita âŠ
Cita memicing saat menatap batita yang sibuk memindahkan mainan dari kamarnya ke kamar Harry. Bocah berusia dua tahun itu mondar mandir dan membiarkan beberapa mainan kecilnya berjatuhan, tanpa memungutnya kembali.Gusti melakukan itu semua untuk menyelundupkan mainannya di koper Harry atau Sandra, karena Cita hanya mengizinkan putranya membawa dua buah mainan saja ke Jakarta.âGusâââSudah, biarin,â sela Arya setelah memastikan kelengkapan berkas yang akan dibawanya ke Jakarta. âBiarkan dia sibuk dengan mainannya. Daripada nanti di Jakarta dia rewel, karena mainannya ditinggal seperti waktu itu. Lagian kita lumayan lama di Jakarta sama Surabaya, jadi sudahlah.âNapas Cita terbuang pelan sembari mengusap perut buncitnya. Saat ini, ia tengah mengandung anak kedua dengan kondisi kehamilan yang benar-benar sehat. Tidak ada keluhan apa pun, seperti ketika mengandung Gusti dahulu kala. Untuk itulah, Arya tidak ragu mengajak Cita terbang ke Jakarta, sekaligus berkunjung ke Surabaya dalam wak
âItu tadi ... Mas Nando kapan datangnya?ââHa?â Setengah mengantuk, Arya membuka mata. Ia melihat Cita meletakkan Gusti di boks bayi yang berada tepat di samping tempat tidur. Satu sisinya terbuka, sehingga memudahkan Cita untuk meng-ASI-hi jika bayi tampan itu terbangun sewaktu-waktu. âAkhirnya dia tidur juga.ââHem, digendong Mami baru dia tidur.â Tanpa mematikan lampu kamar, Cita merebahkan tubuh yang penat karena hampir seharian menemui tamu tanpa henti. Ia memang sempat beristirahat, tetapi tetap saja terasa sungkan berlama-lama jika ada keluarga jauh yang datang berkunjung. âAnaknya Kak Kasih malah tidur sama papa. Padahal jarang ketemu, tapi mau-mau aja.ââEnak banget mereka.â Arya merapatkan diri, lalu memeluk erat tubuh sang istri. âKe sini malah bulan madu.âCita menepuk lengan Arya karena pertanyaannya belum juga terjawab. âItu tadi, Mas Nando kapan datangnya? Terus, siapa yang ngasih tahu dia kalau kita lagi ada acara keluarga?âArya menarik napas panjang. âMantan penggemar
âSenang tinggal di sini?â tanya Kasih sambil terus menyantap es krimnya sedikit demi sedikit. Setelah membeli es krim di sebuah kafe yang berada tepat di samping gedung apartemen, mereka duduk santai lebih dulu menikmati waktu senggang dengan damai.âSenang.â Cita mengangguk sambil menoleh pada Kasih yang duduk di sampingnya.âBahagia?ââBahagia,â jawab Cita tanpa ragu, karena memang seperti itulah kenyataannya. Ia bahagia bisa bersama suami dan kedua orang tuanya, lalu ditambah dengan bayi mungil yang semakin melengkapi kehidupan Cita saat ini.âSyukurlah.â Kasih menghela panjang. Kendati ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya karena kepindahan Harry, tetapi Kasih sudah mengikhlaskan itu semua demi kebahagiaan keluarga mereka.Lagipula, Kasih juga menyadari bagaimana kerasnya kehidupan yang dilalui Cita sejak kecil. Karena itulah, Kasih tidak mencegah kepergian Harry ke Singapura agar bisa bersama Cita. Biarlah Harry menebus semua hal yang tidak pernah dilakukannya di sisa usianya, a
âSiapa lagi yang mau ditelpon?âCita menggeleng pelan melihat sikap Arya yang berubah 180 derajat. Hampir semalaman tidak tidur, ditambah dengan ketegangan yang mereka hadapi di siang harinya di ruang bersalin, ternyata tidak membuat tenaga Arya terkuras. Suaminya itu benar-benar tampak bersemangat menghubungi semua keluarganya, untuk mengabarkan perihal kelahiran putra pertamanya.Dari sini pula, Cita semakin menyadari bahwa sifat dasar Arya yang periang, agak konyol, dan terlalu baik memang tidak bisa diubah. Setiap kali Arya menelepon keluarganya, mereka selalu menghabiskan waktu yang cukup lama untuk berbicara dengan banyak gurauan yang seakan tidak pernah ada habisnya.âSudah semua sepertinya.â Arya terkekeh kemudian beranjak menghampiri bayi mungilnya yang tengah tertidur lelap di boks bayi.Setelah melihat perjuangan Cita yang luar biasa di ruang persalinan, membuatnya merasa belum siap menambah anak dalam waktu dekat. Mereka memang pernah berencana untuk memiliki tiga atau emp
Pelan dan pasti, Cita mulai menaruh rasa percayanya pada Arya. Setiap perhatian dan kesungguhan sikap yang ditunjukkan pria itu, benar-benar membuat Cita semakin nyaman dan menumbuhkan rasa cinta yang semakin besar. Arya tidak pernah menutupi apa pun darinya dan mereka selalu membicarakan semua hal agar tidak terjadi kesalahpahaman.âHamil di negeri orang itu, susahnya kalau lagi ngidam gini.â Cita kembali mengeluh, karena tidak bisa memakan makanan yang diinginkannya. Sebenarnya, Sandra juga bisa membuatkan makanan yang diinginkan Cita, tetapi tetap saja ada sesuatu yang terasa kurang. Di lain sisi, Cita juga tidak enak jika meminta sang mami terus-terusan membuatkan makanan yang diinginkannya.âKamu sendiri yang minta pindah ke Singapur, loh, ya,â balas Arya yang malam ini memenuhi keinginan sang istri untuk pergi ke salah satu sentra kuliner yang ada di tengah kota. âKamu nyalahin aku, Mas?â Cita mulai merengut. Menunduk menyantap nasi hainannya. âNggak.â Arya buru-buru berujar a
âAwan nelpon,â ujar Harry terburu setelah keluar kamar. âKasih kontraksi.âSandra berhenti mengupas jeruk dan meletakkannya di meja. âMaju berarti,â ucapnya sembari berdiri lalu mengusap pundak Cita yang duduk di sebelahnya. Mereka memang sudah berencana kembali ke Jakarta minggu depan, tetapi sepertinya harus dimajukan karena perkiraan hari lahir Kasih ternyata di luar prediksi. âKita balik hari ini?ââKalau dapat tiket, iya.â Harry mengangguk dan menoleh pada Arya yang baru menutup pintu kamar. Menantunya itu sudah terlihat rapi dan akan bersiap pergi karena ada meeting direksi di pagi hari. âAr, bisa tolong lihatkan tiket ke Jakarta hari ini? Kasih kontraksi dari subuh tadi.ââSudah kontraksi?â Arya mengangguk-angguk dan segera mengeluarkan ponsel untuk mencari tiket. Tanpa beranjak ke mana-mana, Arya segera membuka aplikasi pemesanan tiket dan mencari jadwal penerbangan yang ada. âMau sore atau malam, Pa?ââSore ada?ââAda, emm ...â Arya melihat ketersediaan kursi di pesawat. âBus
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments