#sequeldukacita Dua kali menikah dan dua kali bercerai, membuat Cita mengubah seluruh prioritas hidupnya hanya untuk keluarga dan perusahaan. Semua rasa sakit yang telah dialaminya di masa lalu, telah membuat hati Cita membeku dan enggan menjalin hubungan dengan pria mana pun. Untuk itulah, Cita masih saja betah berada di kursi roda dan menutupi kesembuhannya dari orang luar. Dengan begitu, lebih mudah baginya bersikap apatis dan menolak perasaan dari siapa pun.
Lihat lebih banyakDuta melambai pada Arya yang tengah bingung mencari keberadaannya. Begitu pria itu melihatnya, Arya tersenyum dan segera menghampiri. Namun, Duta bisa melihat jelas senyum itu memudar, ketika Arya melihat pria yang berada di hadapannya.“Nando baru datang.” Duta segera memberi penjelasan, sebelum Arya salah paham.Dua jam yang lalu, Arya menelepon dan mengatakan ingin bertemu dan bicara dengan Duta. Namun, siapa yang menyangka jika Nando mendadak datang ke restoran di waktu yang hampir bersamaan dengan Arya.Karena itu, di sinilah mereka bertiga. Arya duduk di samping Duta, semetara Nando berada di hadapan mereka.“Kapan balik ke Surabaya, Ar?” tanya Nando santai.“Besok pagi,” jawab Arya yang sebenarnya tidak menyukai kehadiran Nando. Namun, apa boleh buat. Arya tidak punya kuasa untuk mengusir pria itu. “Tapi jumat depan, aku ke sini lagi.”“Karena Cita.” Nando tersenyum tipis, tanpa melepas pandangannya pada Arya. “Kenapa kamu nggak jadian sama Almira, Ar? Kenapa harus datang lagi,
Berteman saja.Setidaknya, pernyataan Cita tersebut lebih baik daripada ketika mereka bertemu di tempat Elok. Arya hanya harus lebih bersabar lagi, agar bisa mendekati Cita. Mungkin akan memakan waktu lama, karena Arya harus bolak balik Jakarta-Surabaya untuk memperjuangkan gadis itu.Cita juga tidak lagi membahas tentang Almira, sehingga perasaan Arya bisa lumayan tenang. Meskipun, interaksinya dengan Cita saat ini benar-benar terasa kaku, karena gadis itu lebih banyak diam dan apatis kepadanya.“Mau nonton habis ini?” tawar Arya, masih ingin berlama-lama menghabiskan waktu dengan Cita. “Atau, terserah kamu.”“Aku mau balik ke rumah sakit.” Cita meletakkan garpunya di atas piring kosongnya. Setelah mendengar penjelasan mengenai Almira, sepertinya Cita butuh waktu untuk memikirkan banyak hal.Cita déjà vu akan sesuatu. Dahulu kala, awal kedekatan Cita dengan Arya karena pria itu juga menolongnya. Sama halnya dengan Almira. Pria itu berniat membantu, karena mungkin hal tersebut sudah t
“Makasih,” ucap Arya ketika baru memasuki mobil dan memasang sabuk pengaman. “Makasih karena sudah ngasih kesempatan buat aku, Cit.”“Aku nggak ngasih “kesempatan”.” Cita meralat cepat, agar Arya tidak salah paham. “Aku cuma mau kita bicara lagi, karena masih ada yang nggak sreg.”Napas Arya terbuang panjang. Ia menjalankan mobil yang dipinjamnya dari Chandi dengan perlahan dan keluar dari kediaman Lukito. Arya juga sempat bertemu Sandra dan berpamitan. Sikap Sandra sudah terasa sedikit hangat, meskipun masih tampak kesal pada Arya.“Kita ke mana?” tanya Arya harus lebih hati-hati lagi dalam berujar. “Mau ke mall, atau—”“Kita makan aja, di restonya kak Duta.”“Oh di situ” Setelah menyadari restoran Duta tidak hanya satu, Arya kembali mengajukan pertanyaan. “Resto mas Dut yang di mana?”“Yang searah sama rumah sakit papa.” Dua tahun lebih tidak menginjakkan kaki di Jakarta, Cita sedikit lupa dengan nama jalan. “Ambasador.”“Resto mas Dut, semua namanya Ambasador, Cit,” terang Arya, te
“Aku sempat lihat bang Awan sama kak Duta di Bawah,” kata Cita sambil menutup pintu kamar inap Harry. Ada Kasih duduk bersila di ranjang pasien dan berhadapan dengan Harry, yang juga duduk dengan posisi yang sama. Cita melihat ada permainan ular tangga di tengah mereka dan dadu di tangan Kasih.Melihat kedekatan Harry dan Kasih yang seperti sekarang, hal tersebut terkadang membuat Cita iri. Namun, Cita tidak mampu menyuarakan protesnya, karena sadar diri dengan asal usulnya. Meskipun sikap Harry sudah berubah 180 derajat sejak Cita kecelakaan, tetapi tetap saja ada banyak masa kecil yang terlewat dan membuat kekosongan di hatinya.“Hm, mereka mau ngopi dulu,” jawab Kasih lalu menunjuk kursi kosong di samping ranjang pasien. Ia meminta Cita duduk di sana dan kembali melanjutkan permainan dengan Harry. “Soalnya, nanti abang yang jagain papa, terus aku pulang sama Ndut. Terus, ngapain kamu ke sini? Kan, kasihan mamimu sendirian di rumah?”“Mami kayaknya kecapean.” Ujar Cita lalu duduk di
“Cita, kamu ngapain ke rumah pak David?”Baru saja Cita masuk ke dalam kamar inap untuk menjemput Sandra, wanita itu sudah menodongnya dengan sebuah pertanyaan dengan intonasi tinggi. Sudah ada Kasih di yang juga menatap tanya, tetapi tidak bersuara. Sementara Harry, langsung memberi gelengan ketika Cita menatapnya.“Siapa yang bilang?” tanya Cita langsung duduk di sebelah Kasih. “Pak David, atau istrinya?”“Pak David yang ke sini,” jawab Harry. “Kata—”“Biar Mami yang jelasin.” Sandra yang berada di samping Harry menyela. Ia tidak ingin sang suami kelelahan, karena harus memberi penjelasan pada Cita. “Mas istirahat aja,” ujarnya sambil mengusap lengan Harry.“Kalau pak David sudah ke sini, berarti Mami nggak perlu tanya lagi, aku ngapain datang ke sana.”“Cita, bukan itu masalahnya.” Sebenarnya, Sandra tidak ingin berdebat. Namun, karena ada hal yang harus Sandra ketahui, maka ia harus membicarakannya terlebih dahulu. “Kenapa kamu nggak bicarakan semuanya sama kita? Tahu-tahu datang
“Hei, Kak.” Cita menyapa, ketika sudah berhenti di samping Duta yang berdiri di depan meja bar. Wajah pria itu tengah tertekuk serius, dengan beberapa kertas yang berisi angka-angka. “Sibuk?”Duta menoleh dan mengerjap untuk beberapa saat. Saat melihat Cita seperti sekarang, pikirannya langsung tertuju pada Nando. Namun, setelah mengingat pembicaraan terakhirnya dengan Cita, Duta tidak jadi mengatakan sesuatuDuta lantas menggeleng, sambil merapikan kertas-kertas yang sedikit berantakan di meja bar. “Oia, sendirian? Atau janjian sama Kasih?”“Sendiri. Aku janjian sama tante Gemi di sini.”Akhirnya, Cita mengiyakan permintaan Kasih untuk bertemu Gemi. Tidak ada lagi yang perlu dihindari, karena Cita sudah lebih dulu bertemu dengan Arya sebelumnya. Jadi, bertemu Gemi setelahnya, pasti akan lebih mudah.Kedua alis Duta terangkat tinggi dan memastikan sekali lagi. “Janjian sama mamanya Arya?”“Iya.”“Waaah, apa kalian—”“Nggak.” Cita segera menyanggah dan memberi klarifikasi. “Kak Duta mi
“Aku nggak mau.” Setelah tangis Cita reda, ia akhirnya kembali bisa bersuara dengan tenang. Pertemuannya dengan Arya kali ini, sungguh menguras emosi yang tidak pernah Cita sangka sebelumnya. “Aku nggak mau kita baikan.”Arya yang masih berlutut di hadapan Cita, langsung tertunduk. Menarik napas panjang dan masih memikirkan cara agar gadis itu mau kembali padanya.“Kenapa?” tanya Arya kembali menatap Cita. “Kenapa kamu nggak mau ngasih aku kesempatan? Aku sudah berkali-kali jelasin, nggak ada apa-apa antara aku sama Almira. Dia cuma klien dan kami nggak pernah melakukan apa-apa. Semua itu salah paham.”“Klien yang nelpon lewat tengah malam?” Cita tersenyum miring dan melepas satu tawa. “Klien yang bisa buat kamu senyum dan ketawa? Klien yang sudah bisa ngerubah hari-harimu yang membosankan, waktu masih jadi suamiku? Klien yang seperti itu, maksudnya?”“Cita, nggak ada yang terjadi—”“Itulah yang terjadi, Mas!” putus Cita kembali emosional. “Apa kamu nggak ngerti, semua yang aku sebutk
Setelah menutup pintu mobil, Lex terdiam sejenak memandang sedan hitam yang tampak asing baginya. Berasumsi di rumahnya ada tamu, barulah Lex menoleh pada Arya yang menghampirinya.“Sepertinya ada tamu.” Lex mengajak Arya masuk dan pria itu tampak terus menatap mobil yang terparkir di sisi halaman yang berbeda. “Kenapa, Ar?”“Ohh, nggak papa, Om,” jawab Arya terus mengikuti Lex dari belakang dan berhenti di ruang tamu.“Nggak ada orang.” Jika Elok membawa tamunya masuk melebihi ruang tamu, itu berarti istrinya sudah sangat akrab dengan tamu tersebut. “Tunggu di sini sebentar.”“Iya, Om,” jawab Arya masih memikirkan sedan, yang terparkir di halaman rumah Lex. Ada sebuah firasat yang mengusiknya, sehingga Arya memutuskan kembali pergi ke depan. Ia menatap sedan tersebut, tetapi tidak kunjung mendapatkan jawaban dari rasa penasarannya.Akan tetapi, saat Arya baru saja berbalik dan berniat kembali ke ruang tamu. Ia melihat sosok pria paruh baya, yang beberapa hari lalu ditemuinya di rumah
“Rumah ini, kelihatan lebih luas dari yang dulu.” Tanpa sungkan, Cita langsung masuk ke ruang keluarga Atmawijaya. Melihat ruangan yang tampak minim perabotan dan hamparan karpet yang hampir menutupi seluruh lantai ruangan. Mungkin karena itulah, ruang keluarga Atmawijaya saat ini terlihat lebih lega.Akan tetapi, tatapan Cita mendadak berhenti di satu sudut sofa. Ada sebuah boneka barbie yang duduk manis di sana dan Cita mulai bisa menyimpulkan sesuatu. Perubahan dekorasi rumah tersebut, kemungkinan dilakukan karena ada seorang anak kecil yang tinggal atau sering datang dan bermain di ruang keluarga.Anak Pandu dan Laura.Cita sempat mendengar, Pasha dan Erinalah yang mengambil bayi tersebut dan mengasuhnya. Namun, Cita tidak tahu, apakah hal tersebut masih dilakukan pasangan suami istri itu hingga saat ini?Atau, justru Pandu dan Laura sudah mengasuh anak mereka sendiri.Dengan sengaja, Cita berjalan menuju sudut sofa tersebut dan duduk di sana tanpa dipersilakan. Cita mengambil bon
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.