Share

Cinta Tulus Istri Pengganti
Cinta Tulus Istri Pengganti
Author: Ucing Ucay

Bab 1. Salah Orang

Prok! Prok! Prok!

Senyum manis Zara mengembang ketika mendengar suara tepuk tangan yang sangat meriah dari pengunjung Cafe tempatnya bekerja. Sebuah lagu berhasil dia nyanyikan dengan sangat merdu sampai semua pengunjung memberinya tepuk tangan meriah.

"Terima kasih semuanya," ucap Zara sembari melempar ciuman jarak jauh dengan tangannya. Kemudian dia turun dari panggung karena memang jam kerjanya sudah habis.

Seorang manager Cafe menghentikan langkah Zara ketika dia hendak pulang.

"Seseorang ingin bertemu dengan kamu, Ra," ucapnya.

Kening Zara menyernyit, "Siapa?" balasnya melontarkan pertanyaan.

"Pelanggan setia cafe dan selalu membayar bill dengan nominal dua kali lipat setiap dia datang."

"Apa aku mengenalnya?"

"Kamu tidak kenal dia tapi dia kenal kamu, Ra."

"Benarkah?"

"Benar." Suara bariton menyela percakapan Manager Cafe dan Zara.

Zara berbalik dan menatap siapa pemilik suara bariton itu.

Pria itu mengulurkan tangannya, "Perkenalkan, saya salah satu penggemar Anda Nona Zara, bisa kita bicara sebentar?"

Zara membalas uluran tangan kekar itu, mereka bersalaman.

"Bisa ikut saya?" ajak pria bertubuh atletis itu saat Zara mengangguk.

Sebuah ruang VIP menjadi tempat yang dia pilih untuk mengajak Zara.

"Silahkan duduk," ucap pria itu mempersilahkan Zara duduk di sofa.

Gadis itu menurut dan duduk di sofa. Di susul penggemar Zara di sebelahnya. Sontak Zara bergeser sedikit agar tidak terlalu dekat dengan pria yang baru di kenalnya itu tapi pria itu malah ikut bergeser. Gadis cantik itu tersenyum getir.

"Kenapa? Kamu takut?" tebaknya.

"Tidak, Tuan, saya hanya merasa risih jika terlalu dekat dengan pria yang baru saya kenal," tutur Zara jujur.

Pria itu mengangguk-angguk.

"Tidak usah takut, Sayang, saya bukan pria yang baru kamu kenal. Saya sering datang ke Cafe ini masa kamu gak kenal siapa saya?" Tangannya mulai bergerilya dengan merangkul bahu Zara dan mengusap lengannya.

"Saya ingin kamu temani saya karaoke," pintanya.

"Tapi jam kerja saya sudah selesai, Tuan," kelit gadis itu.

"Ck! Saya akan bayar kamu dua kali lipat dari gaji kamu kalau kamu temani saya sekarang."

Siapa yang tidak mau uang? Hanya dengan menemani karaoke saja pria itu rela memberi dua kali lipat. Zara mengangguk setelah beberapa saat berpikir.

"Good girl," puji sang penggemar.

Sebuah lagu berhasil Zara nyanyikan berdua dengan pria bertubuh tinggi besar itu. Pelanggan Cafe itu puas dan ingin lagu selanjutnya. Lagu romantis membuat dia ingin juga berdansa dengan Zara. Gadis itu mengikuti apa mau pelanggannya, tapi ternyata keinginan tidak hanya di sana saja. Saat berdansa tangan kekar itu meremas bagian belakang Zara hingga gadis itu memekik.

Beberapa kali Zara menarik tangan itu agar tidak meremas bagian belakang tubuhnya, tapi pria  itu tetap melakukannya.

"Maaf, Tuan! Kalau Anda tidak berhenti melakukan hal ini, dengan berat hati saya pulang," ancam Zara, melepas diri dari sang pria bejat.

Tapi baru beberapa langkah tangannya mencekal tangan Zara dengan kencang.

"Ouch! Lepaskan!" pinta Zara, mengerang karena pergelangan tangannya terasa sakit.

"Siapa yang mengijinkan kamu pergi? Saya sudah booking kami untuk 3 jam ke depan," gertak suara bariton itu keras.

"Baiklah, dengan satu syarat. Jangan seperti tadi lagi!"

3 jam, itu berarti setengah jam lagi dia harus bersama pria arogan itu. Makanya Zara setuju.

Pria itu merangkul pinggang Zara hingga tubuh mereka tidak berjarak.

"Tapi saya mau yang lain bukan hanya karaoke saja," bisiknya tepat di telinga Zara.

Sebagai orang dewasa yang bekerja di dunia malam tentu Zara  tahu apa yang pria itu inginkan.

Tidak, Zara tentu saja tidak akan mau melayani pria hidung belang seperti dia atau siapapun. Zara memang penyanyi di cafe-cafe malam tapi profesional hanya sebatas itu. Tidak lebih. Penghasilan dari menyanyi sudah cukup untuknya hidup bersama neneknya di sebuah rumah kontrakan kecil.

"Maaf, Tuan. Anda salah orang."

Zara mendorong kuat pria itu, kemudian dia lari dari sana.

"Shit! Dasar wanita gak tau di untung!" geram pria itu, mendengus kesal karena magsanya melarikan diri.

***

Bruk!

Karena tidak memperhatikan jalan, Zara sampai menabrak seseorang dan keduanya hampir jatuh jika tidak saling berpegangan tangan.

Beberapa saat keduanya terdiam dan saling pandang. Sama-sama terkejut karena keduanya seperti bercermin. Kemiripan yang hampir identik. Bagaimana  bisa?

"Ma-maaf, saya buru-buru sampai -"

"It's okay."

Keduanya kembali terdiam karena masih tidak percaya dengan apa yang terjadi saat ini.

Kemudian Zara pergi tanpa mengucapkan sepatah kata lagi karena takut di kejar oleh pelanggannya atau anak buah pria itu.

Gina yang sudah membuka mulut hendak melontarkan pertanyaan menjadi urung karena Zara yang pergi  begitu  saja meninggalkannya. Dia juga sampai tidak jadi masuk ke dalam Cafe karena sebuah panggilan telpon.

"Iya, Mas Arham," sapa Gina lebih dahulu saat menerima panggilan telpon.

"Kamu sudah sampai rumah?" tanya Arham, khawatir.

Gina memutar bola matanya, dia malas menanggapi perhatian yang tunangannya berikan. Niatnya ingin menghabiskan malam dengan nongkrong di cafe bersama pria lain.

"Macet, Mas. Tapi sebentar lagi aku sampai rumah kok, nanti aku kabari lagi ya," kelit Gina.

"Oke, Sayang. Hati-hati ya."

"Iya, Mas. Bye."

Gina lebih dahulu mematikan panggilan itu tanpa menunggu ucapan pamit dari Arham.

"Arght!" gerutu Gina, menghentakan kaki karena kesal.

Dia kembali masuk ke dalam mobil.

Di dalam mobil, dengan bluetooth earphone-nya Gina menghubungi kekasih gelapnya.

"Halo, Sayang," sapa suara bariton di seberang sana.

"Sayang, maaf ya. Malam ini aku tidak bisa datang, entah kenapa tiba-tiba mas Arham hari ini posesif banget," gerutu Gina.

"Okay, besok malam bisa?"

"Aku usahain ya."

Tidak lama panggilan itu pun berakhir karena Gina harus konsentrasi menyetir.

***

Akhirnya Zara sampai di rumah.

"Assalamualaikum, Eyang," salamnya saat masuk ke dalam rumah. Zara membawa kunci cadangan jadi jam berapapun dia pulang tidak  akan membangunkan nenek-nya, tidak mengganggu jam istirahat orang tersayangnya.

Hening.

Benar 'kan! Eyang Ajeng yang merawat Zara sejak bayi sudah tidur buktinya dia tidak menyahut salam dari cucunya.

Zara masuk ke dalam setelah dia kembali mengunci pintu rumahnya.

Menjatuhkan dirinya di atas kasur yang dapat di katakan tidak ada empuk-empuknya karena terbuat dari kapuk yang sudah lama sekali dia pakai.

Zara menghela napas panjang. Selain mengingat kejadian pria kurangajar itu, dia juga mengingat pertemuannya dengan seorang gadis yang wajahnya mirip dengannya. Entah siapa namanya karena tergesa-gesa kabur dari pria berengsek itu, dia sampai lupa menanyakan nama gadis itu.

Apa gadis tersebut kembarannya? Bagaimana mungkin? Pasalnya, sejak bayi sekalipun tidak ada pembicaraan kalau dia memiliki saudara kembar. Ayah dan Ibu Zara sudah lama meninggal karena kecelakaan, hanya Eyang Ajeng yang tahu. Tapi beliau tidak pernah cerita. Apa si nenek lupa? Banyak pertanyaan di kepala Zara. Dia harus mendapat jawaban dari semuanya.

"Aku harus tanyakan ke Eyang nanti," gumam Zara.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status