Cinta Untuk Rumah Terakhir

Cinta Untuk Rumah Terakhir

Oleh:  The Secret  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
15Bab
748Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Aris bergegas mengemasi pakaiannya, berderai keringat, nafasnya memburu tak karuan. Sementara di luar jeritan orang tertindas dan lolongan kebencian massa saling bersautan. Toko-toko dan kendaraan dibakar. Langit sedang dipenuhi asap hitam dan tangisan kaum perempuan. Di sisi lain, Asha dengan langkah yang gontai, berusaha mencari kekasihnya. Betapapun kacaunya keadaan di jalanan. Setibanya di tempat tinggal Aris, dia mendapati bahwa pintunya tergembok. Ada sedikit angin yang melegakan tenggorokan, setidaknya Aris masih ada di bumi tentu karena dia masih sempat mengunci pintu. Asha memutuskan kembali ke tempat persembunyian, alih-alih Aris sudah pergi kesana. Sayangnya segerombolan massa telah menghadang. Siap dengan segala aksinya. Asha kelimpungan, gemetar seluruh badan. Suaranya tercekat, sementara air mata terus meluncur bebas tanpa henti. kakinya seperti mati. Dalam batinnya dia menggaung pasrah, di pikirannya dia mengenang nama Aris.

Lihat lebih banyak
Cinta Untuk Rumah Terakhir Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
15 Bab
Bab 1 Nazar
1996, Pasar Kebumen.Peluh kian mengucur. Liar melumat pelipis hingga ke pipi yang sedikit berisi dan berhasil meninggalkan jejak bulatan basah di kemeja lengan pendek bermotif garis-garis vertikal. Selaras dengan kembang kempis diafragmanya, cukup kasar, sekali-dua kali mengibaskan tangan berniat memberi sedikit kesegaran. Seperti tengah berusaha menemukan sesuatu atau seseorang lewat ekor matanya. Dari balik punggung para pengunjung pasar, seorang pria menunggangi sepeda membelah keramaian. Tercekat, saat tak sengaja matanya saling beradu dengan pria bersepeda itu. Butuh sepersekian detik untuk memastikan apakah dia adalah pria yang sedang diumpatnya habis-habisan, setelah melewatkan dua puluh delapan detiknya hanya untuk menunggu jemputan yang sebenarnya tidak ada dalam rencana kepulangannya ke kampung halaman. Benar saja, kini pria dengan perawakan tidak terlalu tinggi dan tidak juga pendek, kulit kuning langsat, gigi rata, yang paling spesial adalah potongan rambutnya, t
Baca selengkapnya
Bab 2 Tanda-tanda
Mengerjap-ngerjap. Asha baru saja kembali dari perjalananya ke pulau Dewata bersama Afi. Di alam Mimpi. Kalau saja tidak ada suara gaduh yang mengganggu, mungkin sekarang mereka berdua sedang asik berselancar menaklukkan ombak.Dengan pandangan yang masih kabur, sedikitnya Asha bisa menangkap bayangan perempuan perut besar tengah berdiri di depan lemari."Mau diapakan lemariku, Bu?"."Ah ini, ibu mau mengambil kain jarik yang sudah lama sekali tersimpan. Tapi pintu lemarinya sulit sekali dibuka"."Pantas saja aku mengira ada gempa. Minta tolong paman saja suruh mencongkel, pintunya sudah berkarat. Mungkin karena sudah lama tidak pernah dibuka". Asha memberi saran sebelum akhirnya kembali melaut. Anisah, Ibu Asha, mengerti kondisi Asha yang baru saja melakukan perjalanan jauh sehingga butuh banyak waktu istirahat.**                      &nb
Baca selengkapnya
Bab 3 Kamar Kosong
Awan gelap tersemat di ruang luas yang terbentang di atas bumi, beriringan dengan sapuan angin yang memporak-porandakan daun kering. Sepasang kekasih tengah duduk saling menyender dibawah Pohon Ketapang, matanya bebas menjelajah setiap jengkal keindahan Waduk Sempor. Ketika menyadari langit akan segera memuntahkan air, orang-orang beranjak menghentikan aktivitasnya. Beberapa perahu getek mulai menepi, seorang kakek yang memancing dengan tiga alat pancing sekaligus, segera membenahi satu persatu peralatannya. Pemilik warung kerepotan menggulung tikar yang sengaja disediakan untuk para pengunjung, dan sepasang kekasih itu terpaksa beranjak karena alas duduknya sudah diminta oleh si pemilik. Pria gagah yang diketahui bernama Afi itu hanya mengangkat bahunya, pasrah. "Seperti mereka, kita juga harus pulang kan, Fi?". Suaranya amat lirih, sehingga Afi harus mendekatkan telinganya di bibir yang baru saja mengajukan pertanyaan. Sekali mengembuskan napas berat, sembari melempar
Baca selengkapnya
Bab 4 Gotong Karang
Jutaan rintik hujan telah lepas dari tempat persemayamannya. Afi terpaksa membopong tubuh Asha yang sudah tak berdaya. Tidak sampai lima menit, tubuh kekarnya berhasil membawa Asha sampai di area dimana dia memarkirkan Astrea, dibantunya Asha mencapai jok belakang. Mereka tak berniat mencari tempat berteduh, melihat keadaan Asha yang harus segera istirahat dan membersihkan diri. Kabut berbondong-bondong mulai turun sehingga menghalangi jarak pandang, suara anjing tanah yang memekakkan telinga terdengar di sisi kanan-kiri jalan. Sayup-sayup terdengar dari arah belakang suara gigi yang bergesekan, ternyata Asha menggigil. Diraihnya tangan gadis malang itu hingga melingkari pinggangnya. Tak peduli dengan mata yang sudah memerah karena sabetan air hujan, Afi terus menambah kecepatan. "Tidak apa-apa kalau mau menyender, badanmu pasti lemas kan?". Pinta Afi khawatir."Sebentar lagi sampai, tidak enak kalau dilihat orang". "Badanmu panas, kamu pasti sakit
Baca selengkapnya
Bab 5 Sandal yang Terbuang
Menyadari akan malam yang semakin larut, Asha mendorong kepala afi dari dekapannya tiba-tiba. Khawatir kalau saja ada orang yang menduga buruk setelah melihat mereka berdua. Sontak membuat Afi yang sudah sempat mengatupkan matanya terbelalak."Orang-orang sudah tertidur, Sha. Mana sempat mereka memergoki kita, untuk buang air saja mereka enggan bangun." Suaranya parau, khas orang mengantuk. Tepat setelah Asha berhasil mencapai posisi berdiri, masih menghadap pria yang kini terlihat kelimpungan. Jika bukan kepergok warga, maka angin malam menjadi hal kedua yang juga membahayakan. Untuk itu, Asha masih tetap pada pendiriannya. Bergegas pulang. "Tidakkah kamu merasa kalau ini waktu yang tepat untuk melepas rindu?" Afi berlagak ingin di melas. "Kita sudah bertemu selama tujuh hari, Afi. Bagaimana bisa kamu bicara seperti baru bertemu saja.""Aku akan masuk dan istirahat. Aku harap kamu pun begitu. Melihatmu seperti ini, tidak kalah menyakitkannya
Baca selengkapnya
Bab 6 Penggemar Rahasia
Afi menyodorkan salah satu botol yang digenggamnya tersebut. Tatapannya bebas menjelajahi setiap sudut di wajah Asha. Guratan kecewa tergambar jelas dari pancaran matanya. "Duduklah sedikit lebih lama. Cara melupakan seseorang yang cukup berarti bagi kita itu ibarat tobatnya perokok hebat. Mereka tidak bisa serta merta menghentikan kebiasaan merokok hanya dalam sekali percobaan. Melainkan mengurangi satu per satu setiap jumlah yang biasa dikonsumsi setiap hari, sampai mereka benar-benar kehilangan selera untuk merokok." Sambil menunjuk sebuah tempat dibawah bayangan pohon kelapa, berharap Asha bersedia duduk bersamanya di sana. Afi mencoba memberi pesan tersirat dibalik kalimat yang baru saja terucap dari bibirnya. Mudah saja bagi Asha menangkap pesan itu, sehingga genangan air sudah menyebar di muara matanya. Dia tak mengucapkan sepatah kata pun, melirik botol yang sudah teracung padanya pun tidak. Asha segera membalikkan badan, menuju tempat yang dimaksud
Baca selengkapnya
Bab 7 Salah Sasaran
Cinta merupakan sepenggal kata yang selalu basah dalam benak setiap insan. Ia melunakkan hati yang semula batu. Ia memberi udara pada gurun yang semula gersang. Ia mengembalikan yang semula hilang. Namun ia juga menjadi tajam yang semula tumpul. Menghunus yang semula mendekap erat. Membakar habis yang semula menerangi jalan. Asha selamat dari niat buruk seseorang yang mengaku cinta.  ** Asha menggeleng-gelengkan kepala, mengusir bayang-bayang dua orang yang sedang bertarung di dalam pikirannya. Walau bagaimanapun, itu hanya dugaan yang belum tentu kebenarannya. Dia tidak mau dengan berbekal tebakan semata justru membuat dirinya salah tingkah pada orang yang salah. Hanya betapa beruntungnya dia, jika bisa dekat dengan orang itu.  Mengerjap-ngerjap mata, meraih kembali seluruh fokus, saatnya menghadap papan ketik.  Lembaran demi lembaran telah tersusun dengan rapi. Dia beranjak ke pabrik setelah menyelesaikan lembaran terakhirnya. Asha ak
Baca selengkapnya
Bab 8 Apa yang terjadi?
"Asha, seandainya buku ini aku bawa dulu bagaimana? Aku sudah tidak sabar mendapat pengganti baru supaya bisa dipamerkan juga ke mantanku." Rayu Dewi. Asha pasrah saja, Kalau amalan itu memang manjur mendatangkan jodoh untuk Dewi, itu adalah kabar baik. Pasalnya, Asha sudah terlampau sering mendengar cerita Dewi yang selalu sama hingga membuatnya muak. "Boleh saja, sebelum kamu bawa, aku mau mencatat dulu amalannya." "Yeay. Terima kasih sahabatku. Doakan aku bisa dapet pacar ya." Seraya menciumi kedua pipi Asha, dia menaruh harapan penuh pada amalan itu. "Aku mau keluar dulu, mengecek barang masuk. Tunggulah disini sebentar." Baru saja Asha beranjak dari tempat duduknya, Dewi segera membentangkan kedua tangannya. Mencoba menghentikan langkah Asha. "Tidak usah repot-repot. Catatannya sudah ada bersamaku." Dewi menyerahkan sebuah buku catatan yang tidak terlalu besar, dengan sampul berwarna gelap dan di tengahnya terdapa
Baca selengkapnya
Bab 9 Benar Kamu
Aris mencoba menyimpulkan apakah Zaki ada hubungannya dengan ketakutan yang dialami perempuan yang tengah dibocengnya. Apa yang baru saja dia lakukan. Aris belum berani menanyakan apapun, karena gemetar di tubuh Asha masih berasa di punggungnya. Tetapi, entah bagaimanpun dia harus bertanya. Dia ingin menjadi garda terdepan untuk melindungi perempuan yang diincarnya sedari lama. " Apa kamu masih punya waktu untuk membicarakan yang terjadi sore ini?" Aris melembutkan nada bicaranya supaya hati Asha tergarak. "Mas, sepertinya untuk saat ini yang saya inginkan hanya pulang. Maaf ya."Aris mengerti. Dirinya bukanlah seseorang yang bisa dibilang dekat dengan Sekretaris di pabriknya tersebut. Jadi wajar saja jika Asha belum bisa mempercayainya sebagai teman cerita. Bahkan ini untuk pertama kali motornya berhasil diboncengi Asha, setelah sekian lama dia berusaha untuk memberanikan diri mengajaknya pulang bersama. Namun urung. Usahanya hanya sampai pada menunggunya
Baca selengkapnya
Bab 10 Selangkah Lebih Dekat
Aris meraih buku dari tangan Asha. Alisnya terangkat, tanda ingin tahu apa yang terjadi pada perempuan di hadapannya yang mendadak bertingkah aneh, seperti habis melihat hantu. Begitu lah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan ekspresi Asha. Asha menyibak anak rambut yang terurai menghalangi pandangan. Senyum di bibirnya nampak kaku. Dia sungguh kehilangan kata-kata untuk sekedar basa-basi. Sementara Aris yang menyadari bahwa Asha berada dalam keadaan yang tidak nyaman, segera mempersilahkan Asha untuk kembali. Dia membentangkan tangannya ke arah pintu keluar gedung produksi. Sangat pengertian. “Tt..terima kasih, Mmas.” “Lain waktu mari bicara.” Anggukan kepala Asha menjadi akhir dari percakapan mereka. Di ruang kerja, Asha menggeledah sebuah rak yang di sana dia menyimpan surat-surat pemberian dari para penggemar. Mengeceknya satu per satu, hingga pada sebuah surat dengan gambar burung merpati, dia membawa
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status