Share

Cintaku yang Terbaik
Cintaku yang Terbaik
Penulis: Nada Egan

1. Panji dan Amanda

Jember, 2005

SMA Harapan Bangsa 2

Siang itu, di ruang perpustakaan sedang tidak terlalu banyak orang. Amanda dihukum keluar dari kelas, karena tidak mengerjakan PR Matematika. Daripada bengong di depan kelas, lebih baik pergi ke perpustakaan, membaca sesuatu. Gadis itu duduk di salah satu bangku yang jauh dari pintu utama, agar tidak terlihat oleh guru-guru lain.

Rupanya, hal serupa juga menimpa seorang siswa dari kelas 2 IPA 1. Namanya Panji. Ia lupa mengerjakan PR Fisikanya, sehingga harus dihukum keluar dari kelas juga. Ia pergi ke perpustakaan mengisi waktu luang. Sebenarnya, bisa saja ia melipir ke kantin, tetapi mau makan apa selama dua jam di sana?

"Eh, kamu Amanda, kan, anak teater dari Kelas Bahasa?" sapa Panji.

"Iya," jawab gadis itu, tanpa memperhatikan wajah si penyapa.

"Gue suka nonton pertunjukan lo, loh," kata Panji, sok akrab.

"Oh ya?" Amanda masih cuek.

"Yang pas acara sapa budaya di aula bulan lalu, yang ceritanya tentang seorang ibu harus membagi buah mangga untuk kelima anaknya. Lo berperan jadi anak paling cengeng dan gampang histeris. Itu sungguh menghibur." Panji masih mengoceh.

"Seharusnya lo prihatin sama anak kayak gitu. Tantrum. Bisa mati!" Amanda begitu jutek pada Panji. Sebenarnya bukan hanya pada Panji. Kepada siswa laki-laki lain pun sikapnya sama saja. 

"Tantrum? Apaan, tuh?" Panji sungguh baru mendengar istilah itu.

Amanda agak kesal karena ini cowok terus saja mengganggunya. Ia lantas mengambil sebuah buku berjudul "Emosi", lalu melemparkannya pada Panji. "Baca di situ, dan lo akan tahu!"

Panji menangkap buku itu, dan melihat daftar isinya. Ada sih, penjelasan tentang ledakan emosi, atau biasa dikenal dengan istilah tantrum. Di dalam buku itu dijelaskan, tantrum (atau tantrum temper) adalahledakan emosi, biasanya dikaitkan dengan anak-anak atau orang-orang dalam kesulitan emosional, yang biasanya ditandai dengan sikap keras kepala, menangis, menjerit, berteriak, menjerit-jerit, pembangkangan, mengomel marah, resistensi terhadap upaya untuk menenangkan dan, dalam beberapa kasus, kekerasan. "Owalah," ucapnya. Tapi bukan ini yang ingin Panji kenal dari Amanda. Ia melihat gadis itu kembali duduk dan fokus membaca. Sepertinya ia sadar, kalau gadis itu sedang tidak ingin diganggu. Panji memanfaatkan momen ini untuk terus memperhatikannya. Gadis cantik dan imut dengan wajah baby face-nya itu. Rambut panjang hitam tergerai hingga selengan. Terurai jatuh, saat ia menundukkan kepala.

Sebenarnya Panji sudah lama ingin mengenal gadis pemain teater favoritnya. Setiap ada acara, sekolah selalu menampilkan teater dari sekolah, di mana Amanda jadi anggotanya di sana. Penggemarnya banyak. Hanya saja, gadis itu sulit didekati.

Pernah, teman sekelas Panji disiram es teh, hanya karena memberikan hadiah sekotak cokelat. Sejumlah cerita lainnya tentang kejutekan Amanda kepada para lelaki di sekolah ini telah banyak beredar. Belum lagi yang di luar sekolah.

Kemudian, seorang guru masuk ke dalam perpustakaan itu. Namanya Pak Anwar. Lelaki paruh baya itu melihat Panji dan Amanda di dalam perpustakaan. "Loh, kalian kok tidak masuk kelas?" tanyanya.

"Lagi dihukum, Pak," jawab Amanda tanpa beban.

"Saya juga, Pak." Panji ikut menjawab.

"Makanya, belajar itu yang bener. Pasti gak kerjakan PR nih." Seolah serba tahu, Pak Anwar menghakimi mereka berdua. Tetapi kedua siswa itu diam saja. "Daripada kalian nganggur di sini, mending ikut Bapak, deh!"

"Ke mana, Pak?" tanya Panji.

"Bersih-bersih di ruang komputer," kata Pak Anwar. Namanya juga seorang guru yang mengajak. Ajakan itu serasa seperti perintah. Membuat kedua siswa tidak bisa menolak.

Ruang komputer berada di bagian timur bangunan sekolah. Amanda yang sering ke sini, karena mengikuti ekskul desain grafis dengan Pak Anwar sebagai pembimbingnya. Siang ini, Pak Anwar minta dibantu membersihkan ruang komputer. Karena mau ada perangkat komputer baru yang akan ditambahkan.

Amanda memegang sapu dan sungguh terampil menggunakannya. Membersihkan kotoran di sela-sela perabotan. Sementara itu, Panji dan Pak Anwar mengangkat perabotan-perabotan berat, yang menjadi pekerjaan lelaki.

"Manda, gimana kabar ayah kamu?" tanya Pak Anwar.

"Baik, Pak. Kesehatannya sudah mulai pulih." Amanda menjawab dengan sopan. Jauh dari kesan juteknya yang tadi.

Panji mendengar obrolan mereka. Ternyata, Amanda punya ayah yang sedang sakit keras. Memang sih, sempat dengar, kalau Amanda berasal dari keluarga yang pas-pasan. Ibunya sudah meninggal dunia. Tidak punya saudara. Hidup berdua dengan ayahnya yang tidak bekerja. Amanda sendiri masuk ke sekolah ini karena beasiswa. Anaknya pinter. Entah apa yang membuatnya tidak mengerjakan PR hari ini.

Sedangkan Panji sendiri berasal dari keluarga kaya, yang mana ayahnya adalah pemilik sejumlah mini market yang tersebar hampir di seluruh kota di Jawa, Sumatera, dan Bali. Sejak lahir, Panji tidak pernah merasakan hidup miskin. Pergi dan pulang sekolah pakai motor mahal. Punya banyak teman, bahkan memimpin sebuah gank. Ia kini merasa salut dengan Amanda.

Pulang sekolah.

Amanda terlihat jalan sendirian keluar dari gerbang sekolah. Panji menghampirinya dengan motor. "Manda! Pulang bareng, yuk!"

Amanda mengacuhkannya. Ia malah jalan kaki meninggalkan sekolah.

Panji menyusulnya. "Manda!"

Amanda harus mengakhiri tingkah Panji yang terus saja mengganggunya. "Jangan ganggu gue! Ini terakhir kalinya. Atau, gue bikin lo nyesel."

"Gue gak peduli lo mau nyuekin gue kayak apa. Gue mau pulang bareng lo, dan itu harus." Panji mengambil tas sekolah Amanda yang hanya dipanggul dengan bahu kanannya.

"Lo jangan kurang ajar, yah!" Amanda hendak merebut kembali tasnya. Tetapi postur tubuh Panji sangat tinggi, ia tidak bisa menjangkau tangannya yang dinaikkan ke atas, menjadikan posisi tasnya lebih tinggi.

"Naik dulu ke motor, baru gue balikin tas lo," kata Panji.

Amanda pun luluh. Ia naik ke motor, dan berbonceng pada Panji. Ia tidak tahu, betapa senangnya pria itu.

Angin di jalanan menerpa wajah kedua muda-mudi itu. Panji hanya diberi tahu kalau Amanda tinggal di daerah Pakusari. Tapi tidak menunjukkan rumahnya yang mana.

"Berhenti di sini aja," kata Amanda, ketika mereka sampai di sebuah jalan masuk ke desa.

"Motornya cukup kok masuk ke sana." Panji sungguh ingin tahu, rumah Amanda yang mana.

"Please, jangan. Orang desa sini, nanti mikirnya aneh-aneh kalau lihat gue jalan bareng cowok." Alasan gadis itu ada masuk akal juga.

"Ya udah." Lantas, Panji mengembalikan tas Amanda. "Ini tas lo. Sorry yah, gue pakai cara ini."

Amanda hanya mengangguk. "Makasih." Lalu pergi meninggalkan Panji yang masih melihatnya berjalan menjauh.

Hari-hari berikutnya.

Panji yang ternyata menyukai Amanda, tidak menyerah mendekati gadis itu. Menjadi orang yang selalu ada untuknya. Ketika takdir memutuskan ayahnya meninggal dunia, dan menjadikannya sebatang kara di dunia ini, Panji adalah satu-satunya orang yang siap menemaninya melewati hari-hari berduka itu. Menghiburnya, sampai bisa move on dan menjalani hidup dengan baik.

Amanda salut dengan usaha Panji menjadi teman baiknya. Dengan menjadi penonton setia, setiap Amanda ikut pertunjukan. Bahkan, menemani gadis itu ikut casting sebagai pemain sebuah film, walau hanya peran figuran. Walau pun masih sering ditolak sana sini, gadis itu pantang menyerah.

"Kamu orang baik, Panji," kata Amanda pada Panji, saat mereka berdua pergi bersama ke pameran Jember Expo di alun-alun kota. Di acara itu, sekolah mereka juga memamerkan hasil desain baju dari anak kelas menjahit.

"Kamu juga orang baik," ucap Panji. Kemudian, ia memegang tangan Amanda. "Manda, jangan pernah berpikir untuk menjauh dari aku, ya."

"Aku gak bisa menjanjikan apapun. Setelah lulus ini, aku mau mengadu nasib ke ibu kota." Amanda memberi tahu Panji tentang rencananya. "Aku hanya punya bakat seni rupa. Di kota ini juga, aku udah gak punya siapa-siapa lagi."

"Aku akan temenin kamu," kata Panji. "Ke mana? Surabaya? Bandung? Jakarta? Aku akan temenin kamu ke mana saja."

Amanda tersenyum pahit. "Panji, urus masa depan kamu sendiri. Jangan sampai terhambat hanya karena aku."

"Kamulah masa depan aku, Manda," kata Panji, begitu berterus terang. Membuat Amanda terkesiap. "Kamu adalah masa depan yang aku inginkan."

Gadis itu terkejut mendengarnya. Apakah Panji memiliki perasaan itu padanya? "Jangan, Panji! Aku bukan orang yang tepat untuk masa depan kamu." Ia menyadari segala kekurangannya bagi Panji yang bisa dibilang anak konglomerat dan dimanja.

Tiba-tiba, Panji meminjam microphone di stan karaoke milik sekolah lain. Dia berkata dengan pengeras suara, dan semua orang bisa mendengarnya. "Gue pengen nyanyiin sebuah lagu untuk perempuan hebat itu, namanya Amanda." Ia memilih lagu Base Jam, yang berjudul Bukan Pujangga. Ia yang jelas tidak bisa menyanyi dengan baik, menyanyikan lagu itu dengan semua suara sumbangnya. Begitu percaya diri, sampai ditertawakan orang yang mendengar.

Satu yang kupinta

Yakini dirimu

Hati ini milikmu

Semua yang kulakukan

untukmu lebih dari

sebuah kata cinta

untukmu

Ini diriku

"Amanda Syailendra, will you be my girlfriend?" Panji menyatakan perasannya.

Amanda jadi malu, karena semua orang yang melihat ini, bersorak kata "terima". Benarkah perasaan Panji ini tidak main-main? Selama ini dirinya tidak pernah dekat dengan laki-laki mana pun. Hanya Panji. Ia sudah mengenal Panji dengan baik selama beberapa bulan ini. Dia orang baik. Apakah tidak apa-apa? Dirinya hanyalah gadis miskin sebatang kara. Tetapi hati tidak bisa berbohong. "Yes, I do," kata Amanda. Ia memiliki perasaan yang sama pada pria ini, hanya tidak berani mengungkapkannya.

Panji menaruh microphone itu di meja, dan berjalan menghampiri Amanda. Mereka saling berpelukan dengan bahagia. Panji berjanji akan menemani ke mana pun tujuan hidup wanitanya.

Menjelang lulusan dari SMA, Amanda memasang pengumuman di depan rumahnya, bertuliskan, "RUMAH INI DIJUAL CEPAT. TIDAK PAKAI PERANTARA." Ia tidak punya telepon apalagi handphone. Jadi, dalam keterangan pengumuman itu, meminta calon pembeli datang di jam-jam tertentu.

"Aku mau ke Jakarta, Ji," kata Amanda pada Panji, mengutarakan rencana hidupnya setelah selesai sekolah.

"Mau sekolah seni?" Panji coba menebak apa rencana-rencana pacarnya ini.

Amanda menggelengkan kepala. "Aku gak punya uangnya. Sementara, kerja dulu, cari uang buat masuk kuliah."

"Mau kerja apa?" tanya Panji.

"Ya, apa aja, yang penting halal," jawab Amanda.

"Kamu adalah pekerja keras yang gak gampang menyerah," ujar Panji, sambil menggenggam tangan Amanda. "Kamu pasti bisa sukses dalam bidang apa pun." Ia belai pipi gadis itu. "Dan aku akan menemani kamu ke sana."

"Kamu yakin?" Amanda tidak ingin menghambat apapun yang Panji rencanakan bagi kehidupannya sendiri.

"Sambil nemenin kamu, aku juga bisa kuliah di sana, kan?" Pria itu meyakinkan sang kekasih.

Namun, rencana tidak semulus yang diharapkan.

Ayah Panji sudah memutuskan akan menyekolahkan putra pertamanya itu ke luar negeri, sekolah bisnis gitu. Terjadi perdebatan.

"Pa, aku mau sekolah kedokteran di Jakarta. Aku punya cita-cita jadi dokter sejak kecil. Tapi Papa gak pernah mau nerima." Panji melawan keinginan papanya.

"Kamu itu tahu apa, sih? Seharusnya nurut sama orang tua, karena orang tua lebih tahu apa yang terbaik untuk anaknya!" Suroso terus mengemukakan kemauannya.

"Sorry, Pa, aku gak mau. Terbaik itu menurut Papa dan Mama, bukan menurut aku. Aku yang mau menjalani kehidupanku. Bukan kalian." Hari itu juga, Panji memutuskan meninggalkan rumah. 

Saat Panji hendak meninggalkan rumah, ibunya masuk ke kamar. "Panji, Mama tidak akan menghalangi cita-citamu. Ini ada uang dari tabungan Mama. Kamu pakai untuk masuk kuliah kedokteran yang sangat kamu inginkan itu. Mama merestui kamu."

Panji memeluk Padmi. "Makasih, Ma. Panji janji tidak akan mengecewakan orang tua. Panji akan buktiin kalau bisa berhasil di bidang yang Panji pilih ini."

Padmi mengangguk. Walau harus berat ditinggal pergi anaknya, Padmi ikhlas.

Setelah rumah Amanda terjual, dan urusan kelulusan sekolah beres, sejoli itu berangkat ke Jakarta. Naik bus patas menuju Surabaya. Dari Stasiun Pasar Turi, mereka berdua naik kereta api ke Jakarta.

Hidup baru Panji dan Amanda pun dimulai.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status