Share

Hutang?

last update Dernière mise à jour: 2025-06-12 17:15:27

"Mati kamu wanita sialan!"

"Ya, Dia pantas mati!

"Bunuh saja! Bunuh!"

"Sekalian hancurkan makam ibunya!"

"Ya ... ya! Hancurkan! Hancurkan!"

Suara-suara sumbang terdengar tumpang tindih.

"Tidak! Jangan lakukan itu! Jangan sentuh makam ibuku!" aku berteriak kencang, mencegah mereka bertindak anarki. Namun, mereka justru mendorongku dengan kuat hingga terjengkang ke belakang, bersamaan dengan ayunan palu mengenai bagian atas makam, "tidak!" Aku kembali menjerit pilu. Tanganku terulur ke depan, berharap bisa menyelamatkan satu-satunya hal yang tersisa dari wanita yang sangat berharga di hidupku.

Akan tetapi, mereka justru tertawa terbahak-bahak kala benda itu terus terayun, menciptakan serpihan-serpihan debu beterbangan di udara, juga puing-puing berjatuhan ke tanah berumput hijau di kedua sisi.

"Tidak ... tidak!" pekikku nyaring. Mataku terbuka, napasku terengah-engah. Kutatap nyalang sekitar hingga kudapati warna putih mendominasi juga aroma desinfektan yang sangat menyengat. Namun, belum sempat aku menyadari semua yang terjadi, sebuah tangan justru terulur bersama dengan sebuah suara berat yang sarat kekhawatiran terdengar.

"Apa kamu baik-baik saja?"

Aku tercekat, lalu mendongak, menyusuri lengan kekar yang bertengger di pundak hingga terlihat seraut wajah tampan yang menatapku dengan kening berkerut.

"K-kamu siapa?"

"A-apa?! K-kamu tidak mengingatku?!" Pria itu menunjuk ke arah dirinya sendiri. Wajahnya terlihat jelas syok berat. Hal itu membuatku merasa sangat aneh.

"A-aku tidak pernah bertemu denganmu sebelumnya. J-jadi aku benar-benar tidak tahu siapa kamu. Maaf," ujarku lirih. Ku tundukkan kepala dalam-dalam. Aku merasa bersalah saat melihat raut kecewa yang ia perlihatkan.

Hela napas berat bahkan terdengar keras yang aku yakin berasal darinya, membuatku semakin merasa bersalah. Bahkan aku memejamkan mata sambil meremas kuat selimut.

Ia berjalan mondar-mandir sambil mengacak-acak rambutnya. Terlihat kesal sekaligus frustrasi. "Oh, shit!" langkahnya terhenti, "kamu!" Suara kerasnya membuatku terperanjat kaget. Namun, aku masih tidak berani mendongak, meskipun sempat melirik diam-diam sebelumnya.

"Ok. Mungkin kamu sudah melupakan semuanya, karena bagimu itu semua tidak penting. Tapi, kamu gak mungkin lupa sama orang yang udah nolongin kamu 'kan?!"

Suara itu berhasil menarik perhatianku. Ku dongak kan kepala hingga bertemu pandang pada wajah tampan itu. "Apa maksudmu?"

Ia menghela napas pendek. "Kamu menabrak mobil yang dikendarai oleh asistenku. Itu sebabnya kamu berada di tempat ini."

Aku seketika merasa bersalah. "Oh, maafkan aku. Aku—"

"Jangan berpura-pura tidak sengaja!" Dia memotong ucapanku. Raut khawatir yang semula ia perlihatkan justru lenyap tak bersisa, digantikan raut dingin dan jijik seolah-olah aku ini adalah sebuah parasit yang harus dibasmi dari muka bumi.

Ia mendekatkan wajah, membuatku gugup sekaligus berdebar. Entah kenapa wajah itu serasa familiar sekaligus asing yang membuat perasaanku sesak dan tidak nyaman.

"Apa karena aku telah berhasil menjadi seorang aktor ternama, sehingga kamu kembali menampakkan diri ... Lizzy?" tanyanya dengan nada rendah, berbisik di telinga.

Gelenyar aneh seketika menggeliat, membuat wajahku tanpa sadar merona merah, terlebih kala mendengar panggilan yang ia berikan ... Lizzy! Hanya orang-orang terdekatku yang memanggilku seperti itu. Sementara pria ini tidak aku kenal sama sekali. Namun, kenapa dirinya bisa mengetahui nama panggilan masa kecilku?

Ku beranikan diri mendorong dadanya hingga tubuh kami sedikit berjarak. Bahkan ku beranikan diri menatap wajahnya. "Kamu siapa?" tanyaku dengan nada tercekat.

Bukannya menjawab, ia justru terkekeh tanpa suara, terlihat tidak mempercayai ucapanku bersama sebuah gelengan lemah tercipta. Namun, sorot tajamnya yang seperti elang terus saja menghujam relung jiwaku membuat dadaku terasa sakit kembali.

Ia kembali mendekat, menumpukan kedua tangan di tepi brankar. "Kamu sungguh-sungguh ingin tahu siapa aku, Lizzy?"

Walaupun takut dan gentar, ku beranikan diri mengangguk.

"Baiklah akan ku beritahu dirimu, jika aku ini adalah—"

Aku dan dia menoleh bersamaan ke arah pintu saat mendengar suara handle pintu ditarik, disusul kedatangan beberapa orang perawat medis yang justru memasang raut terkejut saat melihat posisi kami berdua.

Aku pun reflek mendorong tubuhnya hingga menjauh. Dirinya sempat oleng. Namun, akhirnya berhasil menyeimbangkan tubuh. Sementara aku merapikan pakaian yang sebenarnya masih rapi, hanya untuk menutupi rasa gugup yang entah kenapa bisa mendera, seolah-olah kami tengah tertangkap basah melakukan sesuatu yang intim.

"Maaf, apa kami datang di waktu yang tidak tepat?" Salah seorang anggota medis yang berpenampilan seperti dokter justru bertanya dengan nada polos. Wanita cantik itu bahkan memasang raut imut hingga membuatku tidak tega memarahinya.

Pria yang tidak aku ketahui namanya justru berdehem sambil membenahi posisi berdiri juga pakaiannya yang tidak kusut sama sekali. "Tidak! Kami hanya sedikit berbincang-bincang. Silakan jika kalian mau memeriksanya," ujarnya lugas sekaligus terdengar sombong. Kedua tangannya bersedekap sambil memasang raut angkuh. Namun, bersedia mundur dan memberikan ruang pada kelima petugas itu.

"Terima kasih, Tuan Richard." Sang dokter justru menyahut ramah sambil mendekat, seolah-olah tidak mempermasalahkan tingkah pria itu sedikit pun, "silakan berbaring, Nyonya Alisha, dan bagaimana perasaan Anda saat ini? Apakah Anda merasakan sakit atau sesuatu yang tidak nyaman?" Kedua tangannya terlihat cekatan saat memeriksa tubuhku. Sesekali keningnya berkerut. Namun, tidak mengurangi sedikit pun raut cantik bak boneka Barbie yang ia miliki.

"Maaf, Dokter. Saya merasa baik-baik saja. Tapi, perut saya sedikit tidak nyaman. Apakah janin saya selamat?"

Sang dokter lantas menjelaskan padaku tentang semua kemungkinan yang bisa terjadi jika aku bertindak ceroboh. Aku lantas mengangguk mengerti, karena mau bagaimana pun aku tidak ingin anakku berada dalam bahaya.

Mereka lantas berpamitan, meninggalkan diriku bersama pria aneh itu. Aku menoleh padanya, menelan ludah sebentar sebelum bicara, "Maaf. Aku mengucapkan terima kasih karena kamu telah menyelamatkan nyawaku. Tapi, bisakah kamu keluar? Karena aku ingin beristirahat."

"Jadi, selain menjadi wanita tidak tahu diri. Kamu sekarang menjadi wanita yang tidak tahu berterima kasih?!" ujarnya sarkas.

"Jangan bicara yang bukan-bukan!" Aku tersinggung mendengar ucapannya. Tahu apa dia dengan hidupku sehingga seenaknya memvonis diriku sehina itu.

Akan tetapi, bukannya merasa bersalah. Ia justru terkekeh sarkas dan kembali mendekat, bahkan terlampau dekat karena hidungnya kini hampir bersentuhan dengan hidungku. "Kamu berhutang banyak padaku, Alisha. Akan aku pastikan kamu membayar semua hutang itu hingga lunas berikut dengan bunganya," ujarnya lirih. Namun, sarat akan ancaman, membuatku bergidik ngeri tanpa sadar.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • DIBUANG SUAMI, DIRATUKAN AKTOR TERNAMA   DSDAT-8

    Baik Alisha maupun Richard sama-sama menegang, merasa gugup seolah-olah takut kepergok, terlebih Alisha yang kini sudah pucat pasi juga berkeringat dingin, merasa takut sekaligus kebingungan harus berbuat apa. Richard menyadari ketakutan yang Alisha tunjukkan. Ia lantas menghela napas pendek sebelum meraih tangan kiri Alisha yang bergetar. Alisha tersentak kaget, ia menoleh cepat pada Richard dengan sorot bertanya. "Kamu sembunyi di kamar dulu. Nanti aku beritahu jika sudah aman," ujar Richard menjelaskan dan bergegas menarik tangan Alisha agar berjalan mengikutinya. Alisha yang terkejut, tentu saja tidak sempat menolak. Begitu dirinya tersadar, ia justru telah berada di dalam kamar yang penuh dengan aura maskulin dengan seprai abu-abu gradasi hitam juga dinding dicat warna kelabu yang sebahagian dibiarkan berwarna putih, tampak polos tanpa hiasan apapun termasuk photo. Alisha memindai sekeliling ruangan. Ia tanpa sadar berjalan men

  • DIBUANG SUAMI, DIRATUKAN AKTOR TERNAMA   DSADT-7

    Mobil yang membawa Alisha dan Richard akhirnya tiba di basement. Richard lantas mengajak Alisha naik ke atas menggunakan lift dan begitu tiba di tempat tujuan, ia perlahan membuka pintu dan menyilakan Alisha masuk, baru setelahnya ikut serta. "Duduklah!" titahnya berusaha santai saat melihat Alisha celingukan memindai sekeliling ruangan dengan sorot takjub, "biar kita bisa segera membicarakan perihal apa saja tugasmu setiap hari."Alisha berbalik, menyelipkan sebagian anak rambut ke balik telinga kiri. "Terima kasih, Mas," sahutnya kikuk, tanpa sadar merasa malu dan terpesona kala menatap balik wajah Richard yang tidak tertutup masker dan topi. Ia lantas duduk di sofa saat melihat tangan dan tatapan Richard memaksanya menurut. Begitu Alisha duduk, Richard pun mengikuti, duduk di seberang. Hening tercipta seolah-olah keduanya tengah menilai satu sama lain. "Anu—" Keduanya seketika tegang, lalu terkekeh bersamaan, merasa sangat lucu dengan momen

  • DIBUANG SUAMI, DIRATUKAN AKTOR TERNAMA   Sebuah Tawaran Pekerjaan

    Alisha duduk di ruang tunggu depan, terlihat kebingungan karena ponsel maupun uang tidak ia miliki saat ini. Sementara dirinya tidak tahu harus pergi ke mana. "Kenapa kamu masih di sini? Bukannya kamu bilang mau pulang?" tanya Richard tiba-tiba, bahkan Alisha tidak mendengar suara derap langkah pria itu yang tiba-tiba saja telah berada di depannya. Alisha yang semula menundukkan kepala, lantas mendongak hingga dirinya bisa melihat penampilan Richard lengkap dengan masker hitam dan topi pet warna senada, serta jaket hoodie berwarna abu-abu tua terpasang erat, membungkus tubuh atletis yang sempat Alisha lihat sebelumnya. Alisha tercekat. Ia menelan ludah. "Aku gak punya rumah. Jadi, aku gak tau harus pulang ke mana?""Hah! Tidak punya rumah?" Richard membeo, "bukannya kamu sudah bersuami? Kenapa kamu tidak pulang ke rumah suamimu saja?' Ia berusaha terdengar santai, meskipun hatinya tidak mampu memungkiri jika kini tengah terluka oleh ucapannya s

  • DIBUANG SUAMI, DIRATUKAN AKTOR TERNAMA   DSDAT-5

    "Dia bukan suami saya, Sus!" sahut Alisha tegas. Dirinya kesal karena mendapatkan tuduhan seperti itu. Terlebih saat mengingat tingkah pria menyebalkan yang justru menatapnya datar. "Eh, masa?! Bukannya—" Suster itu menatap Alisha dan Richard bergantian dengan raut heran. Tatkala melihat tatapan yang Richard berikan, ia pun segera berdehem, "baiklah. Ibu sudah bisa pulang sekarang. Permisi!" Ia mengangguk kecil, lalu bergegas berlalu meninggalkan keduanya. "Kamu bisa pergi sekarang juga karena aku sudah sembuh dan tidak perlu lagi kamu awasi seperti itu," celetuk Alisha ketus. Dirinya kesal. Namun, sadar jika pria di depannya itulah sang dewa penolong, sehingga dirinya tetap berusaha menahan diri dari keinginan untuk menjambak pria yang ia anggap sangat menyebalkan. "Apa kita sedang bernegosiasi?" Richard justru menyahut datar, kepalanya ia miringkan sedikit, "lalu, apa kamu sedang menghalu?" Alisha mendelik. Emosi yang

  • DIBUANG SUAMI, DIRATUKAN AKTOR TERNAMA   DSDAT-4

    Alisha akhirnya membuka mata keesokan harinya. Wanita itu merasakan sedikit perih. Ia lantas menoleh dan mendapati jarum infus kembali terpasang di punggung tangan kanan juga selang oksigen terpasang di hidung. Lalu menoleh ke sekeliling ruangan dan menyadari jika dirinya masih berada di tempat yang sama. "Apa kamu tidak berniat untuk keluar dari rumah sakit, sehingga membuat drama jelek seperti ini?!" Teguran sarkas terdengar, membuat Alisha menoleh dan mendapati seorang pria tampan yang kemarin malam menemaninya, kini tengah duduk di sofa, bersandar dengan gayanya yang arogan. Masker tidak terpasang di wajahnya, sehingga Alisha bisa melihat bibir tipis berwarna coklat itu tengah menyunggingkan senyum sinis. Pria itu bahkan menatapnya tajam. Terlihat kesal sekaligus gemas. "Siapa Kamu?" Alih-alih menjawab pertanyaan, Alisha justru balik bertanya. Ia perlahan beringsut duduk dan bersender dengan bantal sebagai penopang. "Kamu tidak per

  • DIBUANG SUAMI, DIRATUKAN AKTOR TERNAMA   DSDAT-3

    Richard duduk di balkon kamarnya bersama sebatang rokok yang ia jepit di antara jari telunjuk dan jari tengah. Meskipun di ufuk timur terlihat samar semburat Oranye pertanda pagi hampir menjelang, dirinya tidak perduli. Terlebih setelah perdebatan, tepatnya tudingan sang bunda beberapa saat yang lalu. Angin lembut bahkan mempermainkan rambut sebahunya yang kali ini ia biarkan tergerai, hingga menutupi sebagian rambut. Sesekali terlihat asap putih membumbung tinggi ke angkasa bersamaan dengan jatuhnya abu rokok ke lantai, tepat di samping kaki kanannya yang telanjang. Richard bahkan seolah-olah tidak merasakan udara dingin, meskipun kulitnya terasa meremang. Percakapan antara dirinya dan sang bunda kembali terngiang, juga pembelaan diri yang ia berikan. Meskipun sang bunda terlihat tidak percaya, terlihat dari sorot sengit yang ia berikan. Namun, Richard terus berusaha meyakinkan. "Pokoknya mama gak bakal menerima wanita itu lagi! Sudah

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status