Share

Sweet

Author: Lystania
last update Last Updated: 2025-06-04 22:46:02

Saat sedang asyik makan siang bersama di rumah makan yang ada samping kantor, tiba-tiba saja perutnya terasa sakit. Mencoba untuk mengabaikannya, tapi lama kelamaan Vanya merasa ada yang berbeda dengan tubuhnya. Buru-buru ia mengambil tas kecilnya dan pergi ke kamar mandi.

"Tuh kan bener," ucapnya begitu masuk ke toilet. Untungnya gadis itu mengantisipasi hal-hal seperti ini. Selesai membereskan diri dan mencuci tangan, ia keluar dari toilet. Netranya tak sengaja bertemu pandang dengan Tristan yang ternyata juga berada di rumah makan itu. Sebenarnya Vanya ingin menghindar, tapi Tristan lebih dulu menghampirinya.

“Makan siang di sini? Ayo bareng,” ajak Tristan ramah.

"Aku sama temen-temen kantor, Bang,” sahut Vanya sambil menunjuk salah satu meja yang penuh terisi. Kala ia hendak melangkah, Tristan meraih tangannya.

“Surat yang diajuin ke kantor Ab ang kemarin, sudah di acc. Nanti surat balasannya bakal dikirim ke kampus dia ya.” Tristan masih memegang tangan Vanya. 

“Makasih banyak atas bantuannya ya, Bang." Vanya tersenyum manis seraya menarik pelan tangannya.

"Apa sih yang enggak buat kamu, Dek," ucap Tristan yang seketika membuat Vanya geli mendengarnya. Tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang mengawasi serta mengambil foto mereka. 

***

Sebuah pesan dari Charles, membuat Vanya bergidik takut saat membacanya. Selang berapa menit handphonenya bergetar, panggilan masuk dari Charles.

"Pulang kerja aku jemput kamu," ucap Charles datar.

"Iya, jam 5 ya. Memangnya kamu mau ngomong apa?" tanya Vanya takut-takut. Namun teleponnya langsung dimatikan oleh Charles.

Semakin tak karuan Vanya dibuatnya, hingga apa yang dikerjakan menjadi salah.

“Van, ini sudah ketiga kalinya kamu salah cetak,” tegur Pak Irwan mengembalikan kertas itu pada Vanya. 

“Maaf, Pak,” ucap Vanya tersenyum kecut.

“Kamu punya teman polisi kan?” Pertanyaan Pak Irwan membuat keningnya berkerut.

“Mau ngurus sim istrinya, ternyata sudah mati enam bulan. Barangkali bisa dibantu supaya gak antri waktu ngurusnya,” terang Pak Irwan.

“Ada sih, Pak,” sahut Vanya ragu.

“Yang waktu itu kan? Itu siapa kamu? Pacar?” tanya Pak Irwan ingin tahu.

Vanya terdiam, bingung harus menjawab apa. "Bukan pacar juga sih, Pak,” sahut Vanya tak bersemangat membuat Pak Irwan yang tadinya serius menatap layar komputer, menghentikan aktivitasnya.

Vanya kemudian mantap menceritakan apa yang sedang dialaminya sekarang pada Pak Irwan  yang telah dianggap seperti orang tua sendiri.

"Duda keren," goda Pak Irwan begitu Vanya selesai bercerita. 

"Jadi selama ini, hubungan tanpa status?" lanjut Pak Irwan.

Vanya mengangguk pelan.

"Kalau kamu cinta sama dia, ya perjuangin. Asal dia memang pantas untuk diperjuangkan. Kamu harus yakin sama perasaan kamu, Van. Jangan cuma karena terbawa perasaan aja. Masalah status dia yang duda sih, gak masalah. Toh sekarang sudah banyak contohnya. Yang terpenting keluarga kamu mendukung. Kan kamu bukan ngambil suami orang,” ucap Pak Irwan membuat kerisauan hatinya mereda.

Tepat jam lima Vanya sudah menunggu di depan kantornya, tapi mobil Charles tidak terlihat sama sekali. Padahal biasanya pria itu selalu tepat waktu. Vanya masih santai menunggu karena ditemani oleh beberapa temannya yang sedang menunggu dijemput. Namun menunggu hingga empat puluh lima menit, kelas saja membuat Vanya sedikit kesal. Ia sudah berniat untuk pulang sendiri, tapi niat itu dibatalkannya karena akhirnya Charles datang menjemputnya.

Saat masuk ke dalam mobil, Charles hanya diam, meminta maaf karena sudah membuat Vanya menunggu pun tidak. Melihat dari arah tujuannya, gadis itu mengira mereka akan mampir ke makam Kirana. Namun nyatanya tidak. Charles malah mengarahkan mobilnya masuk ke dalam parkiran sebuah hotel.

"Mau Ngapain?" tanya Vanya bingung.

"Mau makan, emang mau ngapain?" jawab Charles ketus sambil berjalan duluan disusul oleh Vanya.

“Mau makan aja ngapain harus ke hotel sih,” batin Vanya sambil mengikuti Charles.

Dari gayanya, sepertinya Charles sudah sering ke sini. Ia begitu hafal jalan menuju ruang restoran yang berada di dekat kolam renang. Memasuki sebuah ruangan dengan suasana yang begitu cozy, membuat Vanya merasa nyaman. Apalagi saat mereka masuk langsung disambut dengan alunan musik tahun sembilan puluhan. Seorang pelayan datang mendekat dan mengantarkan mereka ke salah satu meja yang telah Charles pesan.

"Aku samain kayak kamu aja,” ucap Vanya pelan sambil menutup buku menu. Jujur saja ia bingung harus memesan apa.

Pelayan tadi segera menjauh, begitu Charles selesai memesan makanan.

"Ini apa?" tanya Charles menyodorkan handphonenya pada Vanya. Betapa terkejutnya ia saat melihat fotonya mengobrol dengan Tristan di rumah makan kemarin.

"Silahkan appetizernya." Seorang pelayan membawakan semangkuk kecil salad buah. Vanya langsung mengambil salad buah itu dan memakannya.

Charles masih memandangnya, menantikan jawaban.

"Kemarin ketemu sama Tristan, waktu makan siang sama orang kantor. Lagian siapa sih yang rajin banget laporan ke kamu? Gak ada kerjaan banget," ucap Vanya menutupi rasa bingungnya. Heran siapa orang yang sudah memata-matainya. 

"Aku kan sudah pernah bilang, kalau kamu mau ketemu pria lain harus ngasih kabar dulu sama aku.” Charles tegas. 

"Jangan berlebihan ya. Aku ketemu itu juga gak sengaja, masa iya harus laporan juga sama kamu?!” Emosi Vanya mulai tersulut.

"Silahkan, pesanannya." Pelayan tadi datang membawakan dua porsi steak yang dilengkapi dengan kentang.

Tanpa basa basi Vanya langsung memakan hidangan yang ada di depannya. Tak perlu waktu lama untuk menghabiskan potongan steak yang sebenarnya cukup besar itu. Yang ada dalam pikirannya hanya bisa cepat pulang. Kesal rasanya dengan Charles malam ini. Selesai makan, Vanya mengalihkan pandangannya ke arah kolam renang bersamaan dengan menyalanya lampu di sekitar kolam renang.

“So sweet banget,” gumam Vanya dengan raut wajah bahagia saat melihat taburan bunga mawar merah di dalam kolam renang. 

Charles lantas membuka tangannya dan mengeluarkan kotak kecil yang berisikan cincin bermata satu dengan kilau yang sangat sempurna. 

Melihat itu Vanya hanya terdiam. Begitu juga saat Charles meraih salah satu tangannya dan memasangkan cincin itu pada jari manis Vanya.

"Ingat cincin yang ada di jari tangan kamu! Jadi, jangan pernah berpikir untuk main-main dengan pria lain,” ucap Charles dengan nada perintah. Jauh dari sebuah situasi lamaran.

"Kamu gak tanya aku, mau atau nggak?” tanya Vanya dengan wajah serius.

"Untuk apa? Aku sudah tahu jawabannya,” sahut Charles begitu yakin dengan senyum liciknya. Perasaannya malam ini begitu senang, karena menganggap dirinya sudah menang dari Tristan. Ia lebih dulu mengikat Vanya dengan cincin berlian itu. 

Setibanya di depan rumah, Mama terlihat gusar menunggu Vanya pulang. 

“Kenapa gak ngasih kabar kalau mau pulang malam?” Mama menatap Vanya dan Charles bergantian. 

"Maaf Tante, tadi saya ngajak makan Vanya dulu," ucap Charles ramah yang dijawab dengan senyuman Mama.

"Kalau begitu, saya pamit pulang dulu ya Tante." Pamitnya pada Mama kemudian melotot ke arah Vanya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DUDA POLISI BUCIN   Gangguan Kecil

    Meskipun tangan Vanya telah lepas dari gips, tapi Erin masih belum memperbolehkan Charlos untuk tidur bersama dengannya lagi. Dengan alasan agar tangan Vanya benar-benar pulih dulu. Kalau Charlos masih belum boleh tidur dengannya, itu artinya bertambah lagi malam-malam panjang yang dilaluinya berdua dengan Charles. Satu minggu kemarin saja sudah cukup meresahkan, apalagi kalau harus ditambah.Ia segera naik ke atas tempat tidur dan menyelimuti dirinya, sementara Charles masih di luar mengobrol dengan Frans. Otaknya terus bekerja, memikirkan sesuatu yang membuat hatinya bimbang. Ia mengambil handphonenya dan mulai mencari lagu yang cocok untuk pengantar tidur."Nah ini aja deh," ucapnya saat menemukan video yang telah ditonton berjuta-juta kali oleh orang. Ia memperbesar volume video itu dan meletakkan handphonenya di atas meja. Benar saja, baru beberapa menit mendengarkan alunan suara dari video itu membuat Vanya akhirnya tertidur. Vanya merasa tertidur sangat lama saat

  • DUDA POLISI BUCIN   Periksa Lagi

    Hari ini tepat satu minggu tangan Vanya di gips dan harus di cek kembali. Jam masih menunjukkan pukul tiga sore, tapi jalan sudah mulai padat merayap. Setibanya di rumah sakit mereka langsung menuju tempat praktek dokter ortopedi. Vanya duduk di ruang tunggu, sementara Charles melakukan daftar ulang pada admin yang bertugas."Dua pasien lagi katanya." Charles duduk di samping Vanya. Ia mengambil handphone dari sakunya dan membaca beberapa pesan yang masuk di aplikasi whatsappnya.Sambil menunggu antrian, Vanya membuka aplikasi sosial medianya. Matanya tertegun pada satu video yang diunggah teman sekolah menengah atasnya dulu. Sebuah video yang menceritakan tentang seorang anak yang kesepian karena ditinggal kedua orang tuanya bekerja dan ia dititip pada pengasuh yang tak sepenuhnya memberi perhatian padanya. Di akhir video, Vanya hampir meneteskan air mata karena akhirnya tragis. Dimana anak itu kehilangan penglihatan karena ditabrak oleh kendaraan yang lewat saat berma

  • DUDA POLISI BUCIN   Kondisi yang Sulit

    Hari keempat dengan kondisi yang masih sama, tangan yang belum bebas untuk digerakkan. Ia kembali duduk di ruang tengah setelah kepulangan Mama yang untuk kali kedua menjenguknya. Rasanya ingin ikut pulang saja dengan Mama, tak rela berpisah."Ami, bil ini bilnya," ucap Charlos sambil membawa mobil-mobilan dan ingin duduk dipangkuan Vanya."Maaf ya anak Ami sayang, Ami belum bisa gendong-gendong Charlos dulu. Kita main di bawah aja ya," ujar Vanya sambil beralih duduk dari atas kursi menjadi duduk di lantai bersama Charlos.Baru beberapa saat menemani Charlos bermain, handphone yang diletakkannya di atas meja berbunyi."Iya, Bang," sahut Vanya. "Kamu kenapa gak ngasih tahu Abang kalau lagi sakit?”"Vanya gak apa-apa, Bang.""Gapapa gimana, kalau tangan sampai di gips," ucap Yuda dibalik telepon dengan sedikit amarah."Kamu di KDRT sama Charles?" tanya Yuda lagi."Ih Abang mulutnya sembarangan deh. Vanya itu jatuh."Yuda menghela nafas sembari mendoakan agar adiknya itu cepat sembuh.

  • DUDA POLISI BUCIN   Insiden

    Charles masih sibuk mengerjakan laporannya, padahal ini sudah jam lima sore. Belum lagi waktu perjalanan Bandung Jakarta yang memakan waktu beberapa jam bila ditambah dengan kemacetannya. Sambil terus menyelesaikan laporannya, ia terus melirik jam di layar laptopnya. Tak tahu kenapa hati sedikit gusar. Maunya ingin cepat pulang saja.Di kantor Vanya.Ia baru saja selesai absen pulang. Sebelum pulang ia mampir ke toko mainan yang baru buka di dekat kantornya, membelikan mainan mobil-mobilan untuk Charlos."Makasih ya, Mbak," ucap Vanya sambil menenteng bungkusan berwarna biru itu. Setibanya di depan rumah, Vanya turun dari mobil dan membuka pagar rumah."Ami … Ami …" teriak Charlos dari depan pintu rumah saat melihat Vanya yang barusan turun dari mobil tadi.Teriakan Charlos bertambah kencang saat Vanya menunjukkan bungkusan plastik pada Charlos. Senyum yang mengambang di bibir Vanya, berubah menjadi ekspresi sedikit takut saat melihat Charlos hendak menuruni

  • DUDA POLISI BUCIN   Tiada Artinya

    "Maaf Pak, Bapak silahkan duduk dulu." Vanya tetap berusaha tenang menghadapi nasabah yang datang dan langsung marah-marah padahal ini masih pagi. Saat Vanya mulai bicara hendak memberikan pilihan, nasabah itu bangkit berdiri dan mengambil pistolnya yang sedari tadi ia letakkan di atas meja. Tak perlu waktu lama petugas keamanan dan beberapa orang langsung mengamankan nasabah itu."Bapak silahkan ke sebelah sini," ucap satpam yang berjaga di sana dengan dibantu dua orang nasabah yang kebetulan berprofesi sebagai polisi, mengarahkan ke ruangan Pak Tri."Sakit tuh nasabah," komentar Tyas. "Kamu gak apa-apa kan?" tanya Tyas lagi."Gapapa," sahut Vanya. Ia meninggalkan mejanya sebentar, menuju toilet.Dari dalam ruangan Pak Tri, dua polisi yang ikut mengamankan nasabah tadi memperhatikan Vanya.Setelah dijelaskan oleh Pak Tri, nasabah yang mengamuk tadi akhirnya paham dan meminta maaf karena telah membuat kegaduhan di kantor ini. Ia meninggalkan tempat itu dengan di

  • DUDA POLISI BUCIN   Masih Kesal

    Ia tak bicara sama sekali saat Charles mengantarnya kerja. Memandangnya saja pun tidak. Rasa kesal dan sakit di hatinya teramat menumpuk. Ia turun dari mobil dan menutup pintu dengan sedikit kencang. Charles hanya bisa menghela nafas melihat hal itu. Selesai morning briefing, Vanya dan yang lain kembali ke unit masing-masing. Ia duduk di kursinya dan mengambil handphonenya.'Pesan apa ini' tanyanya dalam hati melihat pesan yang dikirimkan Charles kemarin malam.'Besok, upacara kenaikan pangkat' gumamnya. Matanya membaca dengan teliti, mencari nama Charles diantara sekian nama yang ada di sana. Ia berdecak kagum melihat pangkat dan jabatan baru yang akan diemban Charles sekarang. Masih muda dan sangat berprestasi di pekerjaannya. ***Sebelum pulang, Vanya menemui Priska untuk minta izin masuk kerja agak siangan."Kenapa gak sekalian satu hari aja izinnya?""Gapapa, Mbak?” Vanya tak enak.“Gapapa, santai aja.”Di pos satpam, tampak Charles telah m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status