Bruaaaakkk !!"Argghhkkk!!!"Tubuh Jihan terhuyung kedepan, Jihan berusaha untuk menetralkan detak jantungnya dengan cepat meraba perutnya. Senyum terukir indah di bibirnya setelah menyadari bahwa kandungannya baik-baik saja."M– maaf, kamu tidak apa-apa?"Suara bariton terdengar di lembut namun sarat akan tegasnya. Jihan mendongak ke atas seorang laki-laki terlihat di depan wajahnya. Aroma maskulin membuat Jihan terasa nyaman, tanpa menyadari tatapan tegas seorang laki-laki yang mengerutkan keningnya."Aku tidak apa-apa," Tanpa menoleh ke arah wajah pria yang berdiri di depannya, Jihan berusaha untuk berlutut merapikan berkas yang berserakan di lantai. Pria yang berdiri hanya diam terpaku, wajah Jihan telah mengusik hatinya. Walau tidak sepenuhnya melihatnya namun entah kenapa hatinya berdesir seakan ia ingin begitu dekat dengan wanita yang tengah berlutut di depannya."Ken, kenapa ada di sini? Aku mencarimu, cepatlah sebelum karyawan tahu kamu disini, mereka akan berbondong-bondong
"Itu terserah denganmu, tapi kamu yakin akan melakukannya?"Ajeng tidak ingin sahabatnya kembali mengalami masalah terlebih saat ini jiwanya shock setelah menjadi bulan-bulanan di kantor tempatnya bekerja. Meskipun tidak memperlihatkan padanya tetapi sebagai seorang sahabat tentunya Ajeng tahu apa yang di rasakan oleh Jihan saat ini."Kenapa tidak? Aku sangat yakin. Aku titipkan ayah padamu, tolong kunjungi ayah. Selama aku tidak ada di sini,"Ajeng yang tidak ingin sesuatu terjadi pada sahabatnya mencoba untuk meyakinkan sang sahabat bahwa semuanya akan baik-baik saja selama dirinya berada di samping Jihan. Terlebih dengan Ayahnya yang kini berada di kota. Ajeng menyakinkan sahabatnya jika semuanya akan menjadi aman. Walau Ajeng kesulitan untuk mengunjungi ayah dari sahabatnya, namun ia yakin bahwa kesempatan itu akan datang meskipun tidak tahu kapan waktunya. Namun ia yakin jika akan ada kesempatan untuk menemui dan mengatakan kebenaran yang terjadi pada Jihan."Pasti aku akan menja
"T– tapi Jihan. Andra tidak akan pergi jika kamu tidak ikut. Kau akan membiarkan aku sendiri disana?"Jihan menggeleng untuk kesekian kalinya, setiap membicarakan Andra maka Indah akan terus mendesaknya agar bisa pergi bersama. Dengan demikian maka Indah akan bertemu dengan Andra."Kamu bicara lebih dulu dengannya. Aku yakin Andra akan pergi menemanimu asalkan kamu sendiri yang mengatakannya.""T— tapi Jihan,""Indah, bukankah aku sudah bilang tidak bisa? Kamu tahu jika aku berulang kali menolak ajakan Andra, kenapa tidak kalian berdua saja? Katakan jika aku tidak bisa pergi. Kamu bisa bersama dengannya, dan juga yang lain. Aku terlalu lelah untuk pergi malam ini lagi pula,""Lagi pula apa? Apakah kau sakit?""Kamu tahu kandunganku sudah semakin besar. Banyak keluhan, aku sering lelah. Temui Andra, pasti dia tidak akan menolak mu terlebih ini urusan kantor.""Baiklah aku akan mencobanya,"Jihan bersiap untuk pulang setelah kepergian Indah, pekerjaannya telah selesai. Ia tidak akan pul
Jihan terkejut ia tidak menyangka jika Indah bicara dengan nada tinggi di depannya. Terlihat tatapan penuh intimidasi, sorot mata yang begitu marah dan benci bersamaan. Jihan berusaha untuk menenangkan diri agar tidak terbawa emosi melihat sikap Indah yang begitu berbeda dari biasanya."Kenapa diam? Katakan padaku Jihan. Apa benar jika kamu hamil tanpa suami?! Apa benar jika kamu menghianati tunanganmu hanya demi laki-laki lain? Bahkan kamu menghabiskan malam dengan pria lain saat kau akan menikah dengan—"Indah menghentikan ucapannya menetralkan detak jantungnya yang tiba-tiba berdetak lebih cepat. Sejak lama Indah mencurigai keberadaan Jihan terlebih dalam kondisi hamil lima bulan. Datang dari kota dan rela memilih bekerja di kota terpencil yang jauh dari rumah sakit. Tetapi ia mencoba menjadi sahabatnya demi seseorang."Untuk apa aku menjelaskan padamu, Indah? Aku memiliki hak untuk tidak mengatakan padamu tentang pribadiku,""Jadi kamu tidak membatah gosip itu?""Apa gunanya, aku
"Ada apa Bu?""Tolong bawa tetangga saya yang mau melahirkan, ban motor saya pecah ban,""Maaf apakah kau baik-baik saja?" tanya seorang pria yang kini melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Mengingat jalanan yang berkelok dan berapa lubang di sana-sini sehingga tidak memungkinkan untuk dirinya menginjak pedal gas."Tanyakan pada ibumu dan juga istrimu. Bagaimana rasanya saat melahirkan," Meskipun ketakutan mendera Jihan namun hatinya tiba-tiba ingin memarahi laki-laki di depannya yang menanyakan dirinya. Walau sebenarnya pertanyaannya tidaklah salah."Maaf saya belum memiliki istri dan aku tidak mungkin untuk bertanya pada ibuku." Jihan tidak lagi memperdulikan perkataan pria yang telah membantunya ia hanya menikmati sesuatu yang baru untuknya. Merasakan momen yang begitu nikmat sekaligus menyakitkan sehingga ia hanya memejamkan mata sesekali ia meringis kesakitan hingga sampai di bidan. "Sus, dok, bidan, i— itu tolong, dia mau kelahiran. Sejak tadi ada yang keluar." "Bapak
Hari berlalu Jihan yang kini lebih pulih paska melahirkan ia pun memutuskan untuk masuk kerja meskipun kondisinya belum sepenuhnya stabil.Kehidupan terus berjalan meskipun hatinya tidak sepenuhnya berada di satu sisi. Hari pertama bekerja usai cuti melahirkan Jihan kembali dengan aktivitasnya namun sayangnya sambutan dari teman-temannya membuat Jihan mengurungkan niatnya untuk menyapa mereka. Berita kembali tersebar, Jihan yang sebelumnya ingin mengundurkan diri dengan terpaksa menundanya mengingat sang putranya masih berada di dalam pengawasan dokter. Dan masih membutuhkan bayi yang cukup besar untuk membawanya pulang ke rumah."Hei, Jihan. Apa kabar? Maaf belum bisa datang melihat anakmu. Kemarin aku kerumah tapi kata Bu Imah kamu sedang mengantar ASI ke klinik."Andra laki-laki yang ia anggap sebagai teman walau ia tahu jika Andra menaruh perhatian lebih padanya. Baginya tidak ada satu orang pun yang bisa mengobati hatinya yang begitu terluka akibat perlakuan tunangan dan saudara
Jihan telah bersiap bekerja tidak menampik rasa yang kini menyeruak dalam hatinya. Rasa seakan terjadi dengan cepat. Namun ia berusaha untuk tidak memperdulikannya, semua ia lakukan demi masa depan putranya. Sampai di kantor desas-desus kembali terdengar kali ini masalah yang baru kemarin terjadi dimana Andra datang dan memintanya untuk menjadi istrinya, bersamaan dengan kedatangan Indah kerumahnya sehingga pertengkaran tidak terelakkan lagi. Indah salah paham padanya seakan dirinyalah yang menjadi penyebab Andra tidak menerima cintanya yang telah lama terpendam.Jihan menjatuhkan tubuhnya di kursi kerjanya menyibukkan dengan tumpukan berkas yang harus ia pelajari dan secepat ia selesaikan hingga tiba-tiba seseorang datang dan mengucapkan kata yang membuat Jihan tersentak."Jihan maafkan saya, tapi,"Pak Iwan pria yang memilik suara yang kini berada di depan meja Jihan meskipun ucapannya lirih namun sarat akan penekanan."Pak Iwan, saya mengerti dan sangat memahaminya. Saya tahu hal i
"Bu istirahatlah lebih dulu. Biarkan Veer bersamaku. Kita akan melakukan perjalanan yang panjang,"Jihan mengambil alih Veer yang berada dalam pelukan bu Imah, di tatapnya wajah Veer yang begitu meneduhkan wajah yang tampan membuat jihan begitu merindunya jika berada jauh darinya. Berlahan Jihan merebahkan putranya di tempat tidur, mengajaknya berbicara walau respon yang di berikan hanya gumaman yang menggemaskan.Jihan memutuskan untuk pergi dari desa yang memberikan kenangan yang tidak mudah untuk dilupakan. Jihan memilih perjalanan malam hari agar tidak menganggu kenyamanan dan perhatian sekitar. Sudah cukup mereka menggunjing dirinya. Kali ini Jihan tidak memberikan kesempatan untuk hal itu terjadi.Berbekal tabungan pribadinya dan gaji berapa bulan dan bonus yang ia terima, bahkan pak Iwan berhasil memberikan pesangon pada Jihan meskipun Jihan baru berapa bulan bekerja di perusahaan tersebut."Dengan modal ini, aku akan membuka usaha sendiri. Tidak mungkin aku mencari pekerjaan j