Share

Dinikahi Berondong Bucin
Dinikahi Berondong Bucin
Author: Noorie

01. Diusir

Author: Noorie
last update Last Updated: 2023-10-13 08:34:13

"Saya harap Bu Mentari pergi dari lingkungan ini demi kenyamanan bersama," ucap Bu Wiwin, selaku Bu RT dan perwakilan dari perkumpulan para istri yang merasa terancam dengan keberadaan Mentari.

Mentari sontak menghela napas lelah. Dia sama sekali tidak terkejut dengan pengusiran halus yang baru saja dia dengar. Mentari sudah sering mengalaminya.

"Saya cantik dan awet muda sudah dari sananya. Jadi bukan salah saya jika suami-suami ibu sekalian menyukai saya. Memang suaminya saja yang genit dan suka jelalatan. Saya bahkan selama ini berpakaian sopan," ujar Mentari kesal.

Bu Yuni yang ikut mendampingi Bu Wiwin turut memberikan komentar. "Saya tahu Bu Mentari perempuan baik-baik. Tapi, tetap saja keberadaan Bu Mentari di sini meresahkan para istri."

"Mereka juga sudah membuat petisi, Bu," kata Bu Wiwin seraya menyerahkan selembar kertas yang berisi tanda tangan persetujuan.

Mentari langsung menerimanya. Ternyata memang banyak yang menginginkan Mentari pergi. Mentari sedikit terkejut karena salah satu tetangganya yang sesama janda juga menandatangani petisi itu. Gadis juga ada.

"Sebanyak 85% para istri itu ingin Bu Mentari pergi dari sini. Jadi, saran saya, Bu Mentari lebih baik meninggalkan tempat ini sebelum mereka nekat mengusir Ibu," tutur Bu Yuni.

"Yang benar saja!" Mentari berdecak sebal.

Dia yang tidak meladeni rayuan para lelaki hidung belang itu bisa mendapat kecaman seperti ini. Bagaimana jika Mentari iseng membalas kegenitan mereka? Bukan tidak mungkin akan ada yang mengirim santet kepadanya.

"Kami mohon kerja sama dari Ibu," ucap Bu Wiwin.

Mentari mengepalkan tangannya. Lagi-lagi seperti ini. Selalu dia yang harus mengalah.

Perempuan itu lantas bangkit. "Baiklah. Beri saya waktu untuk berkemas. Bu Wiwin dan Bu Yuni bisa pergi," ucapnya dingin seraya mengulurkan tangan ke arah pintu keluar agar tamunya segera pergi.

Setelah mereka menghilang dari pandangan, Mentari meremas kertas itu dan membuangnya ke tempat sampah.

"Kita pindah lagi, Bun?" tanya Sasi, putri semawata wayang Mentari. Dia pasti mendengar semuanya dari kamar.

Mentari menoleh dan menatap prihatin gadis itu. Sasi juga sudah bosan pindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Saat baru menempati rumah ini, Sasi meminta kepada Mentari jika hari itu adalah kepindahan mereka yang terakhir.

"Mau bagaimana lagi, Bulanku? Kamu juga ikut terseret masalah ini," ucap Mentari merasa bersalah.

Kemarin Sasi mengadu jika dia dilabrak seorang emak saat pulang sekolah. Emak itu justru melampiaskan amarahnya kepada Sasi dengan melontarkan kata-kata buruk.

Mentari masih bisa bertahan jika hanya dirinya yang dipermasalahkan. Namun, Mentari tidak bisa tinggal diam jika putrinya ikut diganggu.

"Bunda minta maaf karena tidak bisa memberi kehidupan yang nyaman untuk kamu," sambung Mentari.

Sasi menggeleng. Gadis itu lantas berjalan menghampiri Mentari, kemudian memeluknya. "Bukannya Bunda tadi bilang kalau Bunda tidak salah?"

"Bunda takut kamu menyesal jadi anak Bunda."

"Tidak mungkinlah, Bunda. Aku justru bangga lahir dari sosok ibu yang hebat seperti Bunda," ucap Sasi yang menghangatkan perasaan Mentari.

Mentari tersenyum. Sasi adalah alasan Mentari bertahan mengahadapi segala badai ujian. Satu-satunya keinginan Mentari hanyalah membahagiakan Sasi. Sebelum mengurai pelukan mereka, dia mengusap pelan punggung putrinya.

Mentari lalu meminta Sasi mulai mengemasi barang. Sedangkan dia harus mengurus ini dan itu, termasuk mencari kontrakan baru. Tentu bukan hal yang mudah karena tidak boleh jauh dari sekolah Sasi. Anak itu satu minggu lagi akan menghadapi ujian.

Besoknya, saat Mentari masih sibuk mencari info kontrakan di ponselnya, seseorang mengucap salam di depan. Perempuan berusia 34 tahun itu seketika memutar bola mata. Dia langsung tahu siapa yang datang.

"Masalah satu belum hilang, muncul yang lainnya." Mentari menggerutu seraya membuka pintu.

Berbanding terbalik dengan ekspresi Mentari yang menahan kesal, raut wajah tamunya justru berseri-seri. "Selamat pagi menjelang siang, Mbak Tari," ucap pria itu ramah.

Dia adalah Ranggi. Mentari menjadi supplier dessert di kafe miliknya.

"Ada perlu apa, Ranggi?" tanya Mentari tidak ingin berbasa-basi.

"Stok avocado chocolate mousse dan avocado cheesecake sudah kosong, Mbak," jawabnya.

"Kamu bisa menelepon, tidak perlu repot datang ke sini. Lagian, sekarang saya tidak bisa membuat pesanan. Saya sedang sibuk."

"Sibuk apa, Mbak Tari? Apa ada yang bisa kubantu?" Pria itu tetap menunjukkan keramahan meskipun Mentari sudah berusaha jutek kepadanya.

Mentari akan menjawab tidak. Namun, Sasi di dalam justru berseru meminta pertolongan Ranggi untuk membantunya mengangkat dus berisi barang-barang.

"Kenapa dikemas seperti ini, Calon Anak?" tanya Ranggi sambil mengeluarkan dus itu dari kamar Sasi.

Mentari hendak melarang Sasi memberi tahu Ranggi. Sayangnya, Sasi lebih dulu menjawab, "Kita mau pindah."

"Pindah?" Pria itu seketika menoleh Mentari. "Pindah ke mana, Mbak?"

"Bukan urusan kamu."

"Menjadi urusan aku, dong, Mbak. Mbak Tari, kan, supplier utama dessert di Ravocado," ucap Ranggi.

"Tenang saja. Saya tidak akan pindah ke luar kota," kata Mentari.

"Kalau tidak diusir Paguyuban Istri Takut Ditinggal Suami, kita juga tidak akan pindah, Om."

"Sasi!" Mentari memberi tatapan peringatan kepada putrinya itu.

"Kenapa, sih, Bunda? Siapa tahu Om Ranggi bisa membantu kita mencarikan tempat tinggal yang baru. Di kompleksnya, mungkin."

"Ngaco di kompleks!" Mentari menolak mentah-mentah ide itu.

"Tapi, Bun. Kalau kita tinggal di tempat yang orang-orangnya individual, telinga kita dingin dari nyinyiran tetangga."

"Sasi benar, Mbak Tari," ucap Ranggi.

"Uangnya mana tinggal di kompleks?"

"Mbak tidak usah khawatir. Aku siap membantu."

Mentari langsung mengibaskan tangan tanda tidak setuju. "Lebih baik kamu pulang, Ranggi. Nanti malah mengundang fitnah. Hidup saya sudah terlalu banyak masalah."

"Bagus, dong, kalau kita digerebek warga terus disuruh nikah." Ranggi justru tersenyum menyebalkan.

Mentari mendengkus. Apa tidak ada pria waras di sekelilingnya? Kata siapa disukai banyak orang itu menyenangkan? Mentari justru merana karena hal itu membuatnya selalu berurusan dengan Paguyuban Istri Takut Ditinggal Suami. Garang-garang, pula!

"Aku setuju," seru Sasi yang membuat Mentari langsung memelototinya.

Anak itu kembali berujar, "Kalau Bunda punya suami, Bunda akan terbebas dari julukan janda gatal, janda penggoda, janda ini-itu. Lelaki hidung belang di luar sana juga pasti berpikir dua kali sebelum mengganggu Bunda."

Ranggi manggut-manggut. "Nikah saja denganku, Mbak. Sudah dapat lampu hijau dari Sasi."

Mentari tidak menjawab. Menikah? Mentari sudah memutuskan tidak akan menjalin hubungan lagi dengan pria mana pun. Mentari tidak percaya ungkapan cinta yang pernah dia terima, apalagi dari Ranggi yang lebih muda darinya.

"Hei, pelakor! Sundal! Keluar kamu!"

Tiba-tiba terdengar seruan yang membuat ketiganya menoleh ke arah jendela.

"Bunda, ada apa lagi, sih, ini?" tanya gadis itu. Keterkejutan sekaligus cemas tergambar jelas di wajahnya.

"Tidak ada habisnya, ya, mereka itu!" Mentari bergumam geram. "Sasi, kamu tunggu di dalam. Tolong jaga dia, Ranggi." Mentari melepaskan pelan pegangan Sasi di lengannya.

Setelah mengembuskan napas kasar, Mentari melangkah membuka pintu. Dia belum melihat dengan jelas siapa yang sudah membuat keributan saat sesuatu melayang ke arahnya.

Mentari tidak sempat menghindar. Dia harus merelakan kepala, wajah, dan dadanya dilempari telur berbau busuk.

"Kamu pantas mendapatkannya, wanita jalang!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dinikahi Berondong Bucin   100

    "Reta?"Mentari terperanjat ketika mendapati gadis itu mengunjungi kediamannya. Reta memang pernah ke sini saat mereka berkemah di halaman. Akan tetapi, waktu itu dia bersama Ranggi, tidak seorang diri seperti hari ini."Silakan duduk, Reta," ucap Mentari aasedikit canggung. "Mau dibuatkan minuman apa?"Gadis itu menggeleng pelan. "Tidak usah. Aku tidak akan lama. Ada sesuatu yang ingin aku katakan."Mentari lantas mengambil tempat di seberang Reta. Dia bertanya-tanya hal apa yang membawa Reta sampai menemuinya. "Ada apa?""Ini soal Om Ranggi.""Ranggi?""Iya. Sebenarnya aku tidak punya hak membicarakan hal ini. Tapi, karena aku menduga aku menjadi penyebabnya, mau tidak mau aku harus terlibat.""Apa sesuatu terjadi lagi kepada Ranggi?" Mentari sontak panik. Dia sedikit trauma jika ada orang lain yang ingin memberikan kabar soal pria itu kepadanya. Dulu Xavier saat Ranggi kecelakaan. Belum lama ini Sasi memberi tahu jika mantan suaminya tersebut dibegal."Om Ranggi masih mencintai And

  • Dinikahi Berondong Bucin   99

    Sasi pikir Lukman akan memiliki pandangan buruk kepadanya karena menyembunyikan pernikahan. Namun, pria itu justru khawatir. Sasi benar-benar terkejut. Pesan Lukman belum Sasi balas. Selain karena tidak tahu harus menjawab apa, Sasi juga harus segera membersihkan diri lantaran Emir sudah keluar. Keterlambatannya itu ternyata semakin membuat Lukman cemas hingga dia kembali mengirim pesan. Lukman : [Sasi, aku harap kamu baik-baik saja.] Pria itu mungkin tidak akan tenang sebelum Sasi menjawabnya. Sasi : [Aku baik-baik saja, Kak.] Lukman : [Benarkah?] Sepertinya Lukman benar-benar peduli kepada Sasi. Perempuan itu refleks terenyum. Sasi : [Iya.] "Ada apa, Babe?" Ah! Sasi lupa jika dia sedang berada di dalam mobil bersama Emir. Sasi lantas menunjukkan foto Rai yang sedang mengikuti acara outbond. Sasi sengaja meminta foto Rai kepada Mentari karena merindukan adiknya itu. "Sepertinya aku kenal tempat itu." "Iya. Di Nuraga Park. Sekolah Rai sedang mengadakan study tour ke sana."

  • Dinikahi Berondong Bucin   98

    "Papi, Mami kenapa tidak pulang-pulang?" Danta bertanya sambil berurai air mata. Dia pasti sangat merindukan Vanya.Ranggi segera merangkul tubuh kecil anak itu. "Urusan mami kamu belum selesai. Sabar, ya? Kan, ada Papi, ada Kak Reta juga.""Mau Mami." Danta menggeleing.Ranggi belum bisa menceritakan keadaan Vanya. Danta masih terlalu kecil untuk mengetahui apa yang terjadi."Kalau sekarang kita main ke rumah Kak Rai, gimana? Mau, kan?"Danta berpikir sejenak. Dihapusnya air mata menggunakan punggung tangan, lalu mengangguk pelan. "Mau," jawabnya.Ranggi tersenyum lega. Dia lantas membawa anak itu menemui Rai. Kesedihan Danta perlahan berkurang saat dia bekerja sama merakit lego bersama kakaknya."Mbak, apa malam ini Rai boleh menginap di rumahku? Mungkin Danta tidak akan terlalu kepikiran Vanya kalau ada anak seumurannya," kata Ranggi kepada Mentari."Aku tidak keberatan kalau anaknya mau. Tapi, Rai susah tidur di tempat asin

  • Dinikahi Berondong Bucin   97

    "Hanya karena aku menerima keadaanku, itu tidak berarti aku akan menceraikanmu, Sasi. Aku tetap tidak akan membiarkanmu bersama lelaki lain yang wajahnya sempurna, sedangkan aku seperti ini."Perkataan Emir menampar Sasi dengan telak. Seharusnya dia yang memiliki wajah rusak. Seharusnya dia yang tidak percaya diri hingga tidak ingin bertemu orang lain. Seharusnya dia juga yang saat ini sibuk perawatan dengan biaya mahal.Bagaimana mungkin Sasi sempat berpikir akan terbebas dari pernikahan ini saat ucapan terima kasih dan kata maaf saja tidak akan cukup untuk membayar tindakan Emir?Sasi akan menjadi orang yang tidak tahu diuntung."Aku mengerti," sahutnya."Jangan pernah membahas perceraian lagi denganku!" kata Emir tegas."Iya." Sasi kemudian menyentuh pipi Emir yang terkena siraman air keras. Bulan depan pria itu akan menjalani operasi terakhir.Tatapan Emir melembut. Dia menahan tangan Sasi agar tetap berada di pipinya. "Maaf, aku

  • Dinikahi Berondong Bucin   96

    "Jadi, Emir, kapan kamu akan mentalakku?"Pertanyaan tersebut keluar dari bibir mungil Sasi. Dia mengatakannya dengan santai, seolah-olah hal itu perkara sangat sepele tanpa tahu dampak yang akan dialami oleh si pendengar. Untuk sesaat, Emir merasa jantungnya berhenti berdetak.Pria yang sedang menonton siaran ulang pertandingan voli itu seketika mengetatkan rahang. Dicengkeramnya kuat-kuat remot yang berada digenggaman."Kamu lupa, ya? Toko buka minggu depan. Besok kita harus mulai mengundang tamu-tamu untuk pembukaan nanti," jawab Emir. Tatapannya tetap menatap layar yang memperlihatkan dua tim lokal sedang bertanding. Namun, hatinya remuk redam."Oh, iya juga." Helaan napas terdengar.Apa Sasi kecewa? Rupanya dia ingin cepat-cepat melepaskan diri dari Emir, padahal perasaan pria itu sudah berubah. Ternyata selama ini cinta Emir tidak bersambut. Menyedihkan. Mungkinkah dia sedang dihukum karena dengan sengaja menikahi Sasi hanya untuk membuatnya

  • Dinikahi Berondong Bucin   95

    Lukman : [Sasi, kamu sudah punya pacar?]Seharusnya pertanyaan itu mudah. Namun, Sasi justru kesulitan menjawab. Jari-jarinya terhenti begitu saja di atas layar. Dia mendadak sesak. Entah kenapa Sasi enggan memberi tahu statusnya saat ini.Alih-alih memberi jawaban, dia malah balik bertanya.Sasi : [Memangnya kenapa, Kak?]Lukman : [Tidak. Takutnya ada yang marah kita berbalas pesan begini.]Perempuan itu seketika menoleh ke arah pintu kamar mandi. Guyuran shower terdengar dari dalam sana. Dia merasa Emir tidak memiliki alasan untuk marah karena hal ini. Lagi pula, Sasi dan Lukman hanya berkirim pesan. Itu juga membahas pekerjaan, meskipun sedikit keluar konteks.Sasi : [Tidak, kok.]Lukman : [Syukurlah.]Pria itu mengirim emoji senyum, yang membuat Sasi turut menarik kedua sudut bibirnya.Lukman : [Untuk logonya benar tidak ada yang harus direvisi? Kalau menurut kamu ada yang kurang, katakan saja.]Sasi : [Sudah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status