Senyum tulus Arjuna Dirgantara saat menerima bunga mawar putih dari Raina adalah pemandangan langka yang menghangatkan hati Raina. Itu adalah senyum yang jujur, tidak diselimuti formalitas atau kesan dingin yang biasa. Setelah kembali ke apartemennya malam itu, Raina membiarkan dirinya merasakan kelegaan yang luar biasa. Ia menyadari, empati yang ia rasakan untuk Arjuna telah mengubah pandangannya secara drastis. Arjuna bukan lagi sekadar majikan yang menuntut, melainkan seorang pria yang ia mulai pedulikan. Keesokan harinya, suasana di antara mereka terasa lebih ringan. Arjuna, meskipun masih menjaga profesionalismenya, tampak sedikit lebih santai. Ia sesekali akan tersenyum samar pada Raina, dan Raina akan membalasnya dengan senyum tulus. Obrolan mereka tak lagi terbatas pada pekerjaan, sesekali menyelipkan bahasan ringan tentang cuaca, atau bahkan tentang masakan khas Surabaya. Ikatan yang terbentuk di antara mereka semakin kuat, sebuah ikatan yang didasari oleh pengertian dan
Keheningan di apartemen Raina setelah Arjuna Dirgantara kembali ke unitnya dipenuhi pemahaman baru. Raina membiarkan dirinya tenggelam dalam perasaan bahagia yang menyelimuti hatinya. Ia telah melihat hati Arjuna, merasakan duka yang tak terperi, dan menyaksikan tekadnya yang luar biasa. Di balik segala kekuasaan dan sikap dinginnya, Arjuna adalah seorang pria yang membawa beban masa lalu, seorang kakak yang berjuang mewujudkan mimpi adiknya. Raina memejamkan mata, membiarkan kilasan-kilasan percakapan mereka terulang kembali di benaknya. Keesokan harinya, suasana di antara Raina dan Arjuna terasa lebih akrab, meskipun masih dalam koridor profesional. Arjuna tidak lagi mengeluarkan perintah dengan nada datar, melainkan dengan sedikit kelembutan samar di suaranya. Ia sesekali akan melirik Raina, dan Raina akan membalas dengan senyum tipis, sebuah isyarat bahwa ia memahami. Mereka bekerja dengan lebih baik, seolah pikiran mereka saling terhubung. Proyek pembangunan di Surabaya berj
Penemuan tentang proyek pembangunan di Surabaya sebagai impian Arya, adik mendiang Arjuna Dirgantara, mengubah segalanya bagi Raina. Ia kini melihat Arjuna bukan hanya sebagai seorang CEO yang terobsesi dengan kesempurnaan bisnis, melainkan sebagai seorang kakak yang membawa beban duka, berjuang untuk mewujudkan mimpi terakhir adiknya. Rutinitas di Surabaya terus berjalan. Raina bekerja tanpa lelah, mendampingi Arjuna dalam setiap pertemuan dan kunjungan lokasi proyek. Setiap kali mereka berada di lokasi pembangunan, Raina akan mengamati Arjuna dengan saksama.Ia melihat bagaimana tatapan Arjuna sering kali terpaku pada lahan kosong yang dulunya mungkin direncanakan Arya sebagai taman bermain. Ada kesedihan yang samar di mata Arjuna, sebuah kerinduan akan masa lalu yang tak akan pernah kembali. Raina berusaha menjadi asisten yang lebih baik dari sebelumnya. Ia tidak hanya mencatat dan mengatur jadwal, tetapi ia juga berusaha memahami visi Arjuna, mencoba membaca pikirannya, dan ba
Pesawat yang membawa Arjuna Dirgantara, Raina, dan beberapa staf lainnya mendarat mulus di Bandara Internasional Juanda, Surabaya. Udara panas dan lembap khas pesisir pantai langsung menyambut mereka, kontras dengan hawa Jakarta yang belakangan ini sering diguyur hujan. Raina melangkah keluar dari pesawat dengan perasaan campur aduk. Perjalanan dari bandara ke tempat tujuan mereka memakan waktu cukup lama. Surabaya di sore hari adalah kota yang sibuk, dengan lalu lintas padat dan deretan gedung perkantoran yang menjulang. Raina menatap keluar jendela mobil, mengamati pemandangan yang asing baginya. Kota ini terasa begitu besar, begitu sibuk, namun ia berada di dalamnya tanpa tujuan lain selain bekerja, tanpa koneksi, tanpa kebebasan. Mereka tiba di sebuah kompleks apartemen mewah di pusat kota Surabaya. Bangunan itu tampak modern dan eksklusif. Arjuna, dengan Lia di sampingnya, segera mengurus check-in. Raina berdiri agak jauh, membiarkan mereka mengurus segala formalitas. "Rain
Malam itu, Raina tidak bisa tidur. Ia merasa seperti burung yang terperangkap dalam sangkar emas, setiap usaha untuk terbang bebas hanya akan menarik tali yang semakin erat. Ia telah melihat sisi rapuh Arjuna, mengetahui rahasia kelamnya, dan hal itu memberinya empati. Namun, empati itu tidak menghilangkan ketakutan akan kendali pria itu. Keesokan harinya, suasana di kantor terasa lebih teaneh. Arjuna tidak menyinggung apapun tentang kunjungan Raina ke lokasi mural. Ia bersikap profesional seperti biasa, namun ada aura dingin yang lebih pekat di sekelilingnya. Raina bisa merasakan tatapannya yang sesekali mencuri pandang ke arahnya, seperti sedang mengamati mangsa. Lia, sekretaris senior, juga terlihat lebih kaku. Ia memberikan tugas-tugas tambahan kepada Raina, semuanya bersifat mendesak dan mengharuskan Raina untuk menghabiskan lebih banyak waktu di kantor, bahkan hingga malam hari. Jadwal Raina menjadi sangat padat, nyaris tanpa celah. Ia tidak lagi memiliki waktu untuk sekadar
Raina kini memahami alasan di balik sifat dingin, posesif, dan obsesi Arjuna terhadap kendali. Ia tidak lagi melihatnya sebagai seorang atasan yang kejam, melainkan sebagai seorang pria yang terluka parah, yang berjuang untuk membersihkan nama keluarganya dan menebus rasa bersalah atas kehilangan adiknya. Namun, pengakuan itu juga membawa beban baru. Raina kini menjadi satu-satunya orang yang mengetahui rahasia kelam itu. Ia harus menyimpannya rapat-rapat, sebuah janji yang ia berikan pada Arjuna di tengah hujan. Beban itu terasa berat, menambah lapisan kompleksitas dalam interaksinya dengan Arjuna. Sejak malam itu, dinamika antara Raina dan Arjuna berubah secara halus namun signifikan. Arjuna, meskipun masih mempertahankan sikap profesionalnya yang dingin di depan umum, menunjukkan sedikit kelembutan saat mereka berdua saja. Ia sesekali akan melirik Raina dengan tatapan yang lebih lama, seolah sedang membaca ekspresinya, mencari tahu apakah Raina benar-benar memahami bebannya. Ra