MasukSuara gesekan garpu beserta pisau diatas piring kaca mengisi ruang makan yang terasa kosong tanpa pembicaraan hangat didalamnya.
Aku melirik kearah Claire sesekali sambil mengunyah potongan ayam panggang yang terasa nikmat disetiap gigitan. Rautnya yang muram membuat makanan yang tersaji semakin nikmat di lidahku. Namun berselang kala itu, countess Winston tiba - tiba membuka suara dengan nada penyesalan. "Tuan Harrie, izinkan saya meminta maaf sekali lagi atas tindakan lancang yang putri saya lakukan pada anda" "Saya berjanji akan segera mengurusnya setelah makan siang. Saya benar - benar minta maaf" Mendengar permintaan maaf itu, aku segera menelan potongan ayam panggang kedalam tenggorokanku bersiap untuk membuka suara "Tidak apa - apa, countess Winston. Saya mengerti sekali dengan keadaan nona clairence" "Saya juga seorang mantan guru di akademi saat saya berusia 20 tahun. Banyak sekali anak - anak yang memiliki kecenderungan memberontak atau sekedar enggan bertemu dengan gurunya seperti nona clairence" "Jadi saya sangat terlatih dengan hal ini" tukasku dengan senyum ramah. "Yaampun, saya tidak tau bahwa tuan Harrie adalah seseorang mantan guru akademi sekaligus seseorang yang bermurah hati" "Putri kami seharusnya berbangga diri bisa mendapatkan pendidikan terbaik dari seorang mantan guru akademi sekaligus seorang penyabar yang bermurah hati" Mendengar pujian berlebihan yang di lontarkan countess Winston. Aku bisa melihat raut Claire kian memburuk dari menit ke menit. Bahkan sekilas, ia menatapku dengan tatapan kebencian yang dalam dari bola matanya yang kuning seperti batu amber. "Yaampun pujian anda terlalu berlebihan countess Winston. Saya tidak sehebat itu" Aku tertawa kecil diikuti countess Winston yang ikut tertawa kecil bersamaku. Membuat ruang makan yang terasa sunyi, kini mulai hidup diantara kami berdua. Terkecuali dirinya. ... srekk Aku menyeret koper berwarna coklat tua itu dibawah ranjang kasurku seraya bersimpuh diatas lantai. Kubuka koper yang berisi sebagian pakaian, buku - buku dan alat tulis seperti pena dan juga tinta yang selalu kugunakan setiap aku mengajar, menulis atau sekedar mencatat sesuatu yang baru. Kamar yang disediakan oleh countess Winston memiliki ruangan yang tidak terlalu besar seperti kamar lamaku. Namun semua yang kubutuhkan ada disana mulai ranjang empuk untuk dua orang. Meja kerja, lemari pakaian dan lantai yang luas. Aku suka bagaimana meja kerja diletakan tepat berhadapan dengan jendela kaca. membuat angin malam dapat berhembus kencang bahkan ketika aku sedang bekerja tengah malam. Begitu aku selesai memisahkan setiap barang didalam koper, ku taruh setiap pakaian yang akan kubutuhkan didalam lemari pakaian. Menaruh setiap buku diatas meja kerja. Beserta pena dan juga tinta tentu saja. Berkat banyaknya pergerakan didalam ruangan itu, nampaknya aku merasa sedikit berkeringat dan berniat untuk mengganti pakaian dengan bahan yang lebih tipis untuk beristirahat. Dikala aku melepas kemeja putihku, suara ketukan pintu nampak terdengar dari luar pintu. Tak ada panggilan bahkan suara. Hanya ketukan pintu yang semakin lama, semakin kasar cara mengetuknya. "siapa?" Tanyaku sambil melepas kemeja putihku ke sembarang tempat. Tapi alih - alih ketukan itu menjawab. Suara ketukannya justru semakin nyaring hingga membuatku kesal. Klak "SIAPA- Kalimatku terjeda ketika melihat seorang gadis berambut hitam legam terurai berdiri didepan pintu kamarku dengan pakaian piyama putih panjang. "Nona clairence Winston?" Gadis itu nampak membeku ditempat sebelum terdengar suara langkah seseorang dari arah lorong yang membuatku tak sengaja menariknya masuk kedalam kamar dengan tubuh yang masih membeku. BRAK "Apa yang nona lakukan disini?" Tanyaku dengan nada suara panik. Matanya terus tertuju pada satu tempat hingga membuatku sadar bahwa aku telah menunjukan sesuatu yang sedikit tidak senonoh untuk mereka yang masih berada diumur belia. "Maaf" aku segera berlari kecil. Mencari pakaian tipis yang kutaruh diatas ranjang dan segera memakaikannya secepat mungkin. "Bisa, bicara sebentar?" ... Aku terduduk diatas lantai bersila sambil berhadapan dengannya yang duduk diatas ranjang miliku. "Jadi, mau bicara apa?" Tanyaku sambil melipat kedua tanganku kedepan dada. Claire nampak menggigit sudut bibirnya sambil mata ambernya sesekali berpendar kearah jendela kaca. "Kenapa anda bilang hal yang sebenarnya dengan ibu?" "Anda tau, seberapa banyak kosakata yang beliau ucapkan pada saya?" "Anda seharusnya tidak memberitahukan padanya tentang hal yang sebenarnya" "Kenapa anda- "Tunggu dulu" "Jadi nona kekamar saya. Diwaktu larut seperti ini. Bahkan menganggu seseorang untuk beristirahat, Hanya untuk menyalahkan tindakan benar yang saya lakukan?" Aku mulai menyeringai sambil tertawa kecil kearahnya. Sungguh luar biasa pikirku. ."Sekarang, saya tanya kembali pada nona" "Bukankah saya sudah menginformasikan bahwa pembelajaran akan dimulai setiap pagi pukul 9 hingga jam makan siang. Apa nona tidak ingat?" "Apakah ucapan saya masih kurang jelas untuk nona?" "Tapi, sepertinya tidak. Nona bahkan terang - terangan bilang pada saya bahwa nona tidak mau menerima pembelajaran saya. Lantas, bukankah saya masih berbaik hati pada nona. Hingga tidak mengatakan hal yang sebenarnya pada countess Winston" "Entah apa yang ia katakan jika ia mendengar putrinya. Bersikap lancang seperti itu" "Dan sekarang, nona bahkan menyalahkan tindakan saya yang memberitahukan hal yang sebenarnya. Lucu sekali" Aku kini terkekeh sambil beranjak dari lantai. Sungguh, waktu kerjaku jadi terbuang sia - sia hanya untuk mendengar ocehan anak berusia 16 tahun. Aku kini duduk di meja kerja. Mulai membuka salah satu buku bersampul biru tua sambil mengeluarkan selembar kertas dan juga pena untuk mencatat berbagai hal penting didalamnya. Kubiarkan gadis itu untuk berfikir mana yang benar dan mana yang salah. Aku bahkan menyiapkan kata - kata tersopan yang kumiliki agar tidak menyakiti hatinya. Namun sepertinya kalimatku tidak bekerja, karna tak lama dari sana. alih - alih mengatakan kata maaf untuk tindakannya. Atau lebih baik lagi, bersama dengan kata maaf atas kedatangannya yang menganggu waktu istirahat seseorang. Gadis itu tiba - tiba beranjak dari ranjang. Tanpa mengatakan apa - apa lalu menutup pintu dengan tenang. brak Spontan kepalaku menoleh kearah pintu. Aku berfikir seharusnya pintu itu tertutup dengan nada yang lebih keras, namun mengejutkannya, pintu itu tertutup dengan nada sebaliknya. "Aneh" ... Aku berjalan di lorong kediaman countess Winston sambil menenteng beberapa buku yang mungkin akan kubutuhkan. Berjaga - jaga kalo seandainya gadis itu tidak datang ke pelajaran hari ini. Maka setidaknya aku tidak akan merasa bosan duduk sendirian diatas meja hingga jam makan siang berdenting. Kubuka pintu berbahan kayu yang sedikit berat karna engsel pintu yang mulai berkarat dan tua. "Bukankah sebagai guru yang teladan, Sekaligus contoh untuk para muridnya. Kedatangannya seharusnya 15 menit lebih awal dari seharusnya" Mataku spontan terbelalak ketika melihat Claire sudah terduduk rapih diatas sofa dengan beberapa buku, kertas dan juga pena diatas meja. Aku sempat mengucek mataku yang membawa gelak tawa pada Claire yang masih duduk manis diatas sofa. "Ada apa tuan Harrie?"Mataku spontan terbelalak ketika melihat Claire sudah terduduk rapih diatas sofa dengan beberapa buku, kertas dan juga pena diatas meja. Aku sempat mengucek mataku yang membawa gelak tawa pada Claire yang masih duduk manis diatas sofa. "Ada apa tuan Harrie?" Tukasnya sambil tersenyum ramah kearahku. "Ada sesuatu yang aneh? Atau, tuan Harrie merasa bersalah karna terlambat 15 menit dari perjanjian awal?" Bibirnya kembali terkekeh sambil menepuk salah satu buku diatas mejanya "a-aku- "Aku bercanda tuan. Aku memang sengaja datang lebih awal agar tidak terlambat" "Jadi, apa yang tuan Harrie lakukan didepan pintu? Masuklah" Mendengar ajakan itu sontak aku berjalan ragu kedalam ruangan seraya menutup pintu kayu tersebut dengan rapat. Tentu, ada banyak hal yang kupikirkan. Tentang bagaimana perubahan sikapnya yang terasa palsu dan tidak menyakinkan. Dan jujur, duduk dimeja kerja dengan bola mata ambernya yang terus mengamati setiap pergerakan tubuhku dengan lekat, sedikit mengan
Suara gesekan garpu beserta pisau diatas piring kaca mengisi ruang makan yang terasa kosong tanpa pembicaraan hangat didalamnya. Aku melirik kearah Claire sesekali sambil mengunyah potongan ayam panggang yang terasa nikmat disetiap gigitan. Rautnya yang muram membuat makanan yang tersaji semakin nikmat di lidahku. Namun berselang kala itu, countess Winston tiba - tiba membuka suara dengan nada penyesalan. "Tuan Harrie, izinkan saya meminta maaf sekali lagi atas tindakan lancang yang putri saya lakukan pada anda" "Saya berjanji akan segera mengurusnya setelah makan siang. Saya benar - benar minta maaf" Mendengar permintaan maaf itu, aku segera menelan potongan ayam panggang kedalam tenggorokanku bersiap untuk membuka suara "Tidak apa - apa, countess Winston. Saya mengerti sekali dengan keadaan nona clairence" "Saya juga seorang mantan guru di akademi saat saya berusia 20 tahun. Banyak sekali anak - anak yang memiliki kecenderungan memberontak atau sekedar enggan bertemu de
Aku menyesap secangkir teh hangat yang baru saja disajikan. Membiarkan aroma daun teh hitam menyeruak hingga ke tenggorokanku. Tidak ada banyak hal yang kami lakukan diruang penerima tamu. Selain aku menyadari bahwa dari proporsi tubuh hingga wajahnya. nampaknya ia masih belum genap berusia 17 tahun. Tentu aku tidak masalah dengan pertunangan dibawah umur. Para bangsawan sering melakukannya dengan gadis berusia 16 hingga 17 tahun. Hingga Terkadang aku bertanya - tanya bagaimana nasib mereka yang kehilangan kebebasan bahkan di umur mereka yang belia. Apakah mereka bahagia? Atau justru merasa sengsara? Entahlah. aku bukan wanita dan aku memiliki latar belakang yang berbeda dengan mereka. Tak "Jadi, anda nona clairence Winston?" Gadis itu mengangguk pelan sambil memutar bola matanya seakan enggan berbicara denganku.Tentu aku memahami bahwa tidak semua orang harus menyukaiku. Bahkan remaja sekalipun. "Maaf yaa tuan. anak ini memang sedikit agak pemalu dengan orang baru" tukas
Klak Pintu kamarku kini telah terkunci sempurna. samar - samar, aku bisa mendengar suara ringikan kuda tengah menungguku diluar sana. Mataku berpendar kekanan kekiri, memastikan bahwa jas coklat yang kukenakan terpasang rapih ditubuhku.kugenggam koper berwarna coklat tua yang sebagian besar hanya berisi pakaian beserta peralatan yang akan kubutuhkan ditangan kiriku. Aku menghembuskan nafas panjang. Entah mengapa langkah kaki yang kuambil menuju pintu keluar terasa begitu berat. mataku kini berpendar melihat sekeliling ruangan yang hanya dipenuhi oleh beberapa lukisan kuno beserta lilin - Lilin yang tertata rapi diatas kabinet antik disudut ruangan. Beberapa pelayan nampak mengantarku hingga kedepan halaman seraya memberi kalimat semangat atau sekedar pelukan hangat yang terasa seperti perpisahan yang nyata. Musim gugur membuat hembusan angin nampak terasa dingin. Beberapa daun kering nampak bertebaran di atas rumput dan beberapa lainnya masih melayang tanpa arah. Sebelum tu
Srak Sunyinya ruangan perpustakaan menyisakan suara pergerakan kertas yang terus berbunyi, setiap mataku selesai membaca setiap kalimat dalam buku yang ku baca. Tok Tokk Tokkk Pintu berbahan kayu tebal dengan ukiran tangan di lambang pintu mulai terbuka. Meninggalkan suara engsel pintu yang sedikit berdecit, diiringi dengan langkah sepatu yang bergema setiap kakinya melangkah maju. Duk Duk Pria itu mengetuk meja kerjaku dengan ketukan terburu - buru. Begitu aku mengangkat kepala, tangannya menaruh sebuah amplop berwarna coklat usang beserta cap lilin berlambang keluarga dominique diatas meja kerjaku. Aku menghela nafas pendek sambil menutup buku yang aku pegang dan beralih pada surat yang ia berikan. "Ini apa?" Tanyaku sambil mengangkat amplop berwarna coklat itu sedikit lebih tinggi. Alih - alih menjawab pertanyaanku, pria itu justru malah menjawab hal yang tidak berhubungan dengan apa yang kutanyakan. "Mungkin, kau bisa bertanya langsung pada pembuat su







